BerandaTafsir TematikMemahami Makna Al-Quran sebagai Kalamullah

Memahami Makna Al-Quran sebagai Kalamullah

Al-Quran sebagai firman Allah Swt. tidak diturunkan dengan tanpa tujuan apapun. Al-Quran adalah Kalamullah, Kalimullah, dan kalimah-Nya. Tidak ada yang bisa menandingi kehebatan lafadz dan makna Al-Quran. Sebagai teks bahasa yang sarat dengan tanda-tanda sebagai sebuah makna yang akan disampaikan, Al-Quran membutuhkan pemahaman analisis makna yang mendalam agar tidak terjadi kesalahan pada pengaplikasian kehidupan manusia.

Lafadz Kalama mengikuti lima bentuk inversinya yaitu kalama, kamala, lakama, makala, dan malaka, menunjukan arti kuat dan keras. Arti lafadz kalam dalam lisan Arab yakni kaimat-kalimat yang tersusun (Al-Jumal Al-Mutarakibah) dan biasa disebut juga dengan qaul. Menurut Ibn Manzur dalam Lisanul ‘Arab, Al-Quran tetap disebut dengan kalamullah bukan qaulullah dikarenakan ucapan seperti ini merupakan suatu keadaan seperti ‘butira debu telah membatu’ (siyaqun mutahajjirun) sehingga bentuknya tidak mudah dimodifikasi, diubah, maupun diganti huruf-hurufnya.

Inversi satu dan dua mempunyai hubungan yang erat, yakni kalama dengan kamala. Kamala berarti lengkap dan sempurna. Makna ini menunjukan bahwa orang yang berbicara harus dengan sempurna memahamkan orang yang mendengar tanpa ia bertanya atau mengulang perkataan kembali. Manusia yang sehat jasmani dan rohani serta memiliki alat indera yang sempurna, maka akan dapat mengerti dan memahami makna kalam jika kalam tersebut diungkapkan dengan jelas. Sebab, setiap kalam yang tidak bermakna maka tidak berfaedah, baik pagi pendengar maupun penuturnya sendiri.

Baca juga: Analisis Semantik Makna Kata Huda dan Derivasinya dalam Al-Quran

Sedangkan secara derivatif, lafadz kalam dalam bahasa Arab terdiri dari dua akar kata yakni kulmun dan kalimun. Kulmun dipilih menjadi derivatif lafadz kalam oleh Imam Sibawaih adalah karena kalam merupakan bentuk nomina  verba dari lafadz kallama. Sedangkan akar kata kalimun merupakan bentuk jamak dari kalimah. Kalam dengan qaul adalah dua hal yang berbeda. Qaul pengertiannya lebih dekat dengan pendapat, perkataan spontan, atau keyakinan.

Kalam merupakan sebuah pendapat yang tidak dapat difahami jika kalam itu sendiri belum sempurna. Pemahaman kalam baru dapat difahami jika ada ungkapan lain yang menjelaskannya. Sebagai contoh verba qaala tidak dapat difahami karena belum sempurna. Untuk memperoleh makna yang signifikan masih memerlukan lafadz lain sebagai sandarannya, yakni pelaku (fi’il). Verba qaala disebut dengan qaul  karena ia masih berupa ide, gagasan, ataupun pikiran.

Kalam beserta infleksi lafadz lainnya dalam kitab Mu’jam Alfaz Al-Quran Al-Karim disebutkan bahwa terdapat 75 kata dalam Al-Quran yang terdapat dalam 72 ayat. Macam infleksi dan jumlahnya yakni kallama (2) , kallamahu (2) , kallamahum(1) , ukallimu(1)  , tukallimu(1),tukallimuna(1), tukallimuhum(1), tukallimuna(1), nukallimu(1), yukallimu(1), yukallimuna(1), yukallimuhu(1), yukallimuhum(3), kullima(1), takallamu(1), natakallamu(1), yatakallamu(1), yatakallamuna(1), kalam(3), bikalami(1), kalimah(26), kaimatuhu(1), kalimatuna(1), kalimat(8), kalimatihi(6), al-kalimu(4),takliman(1).

Baca juga: Memaknai Kesatuan Al-Qur’an Menurut Amir Faishol Fath

Sebagai hal-hal yang berkaitan dengan perkataan, maka kalam haruslah disertai dengan sumbernya yang jelas. Oleh karenanya, Al-Quran hanya dapat disebut dengan Kalamullah (Kalam Allah) bukan kalam si A atau si B. Imam Abu Hayyan dalam kitabnya yang berjudul Tafsir al-Bahr al-Muhit mendefinisikan makna Al-Quran sebagai kalamullah khususnya dalam QS. Al-Baqarah [2]:75 dengan ‘perkataan yang menunjukkan hubungannya dengan maksud kalam itu sendiri.’

Sebuah riwayat yang dinukil dari Ibn Taimiyah, Majmu’ al-Rasail dari Sunan Abu Dawud menceritakan bahwa Abu Bakar waktu itu bertemu dengan orang-orang Quraisy, kemudian beliau membacakan mereka Surat Al-Rum alif laam mim, ghulibat al-Rum. Kemudian orang Quraisy bertanya, “Ini Kalam kamu atau Kalam sahabatmu?” Abu Bakar menjawab, “Ini bukan Kalam-ku dan bukan kalam sahabatku, melainkan ini adalah kalam Allah (kalamullah).

Pada ayat-ayat Al-quran terdapat tiga lafadz kalam yang mana semuanya langsung dikaitkan dengan lafadz Allah (Kalamullah). Secara semantik hal ini disebut juga dengan istilah wahy Tuhan. Tiga nomina kalam yang dimaksud tersebut, terdapat dalam:

Q.S. Al-Baqarah [2]:75 yang berbunyi:

اَفَتَطْمَعُوْنَ اَنْ يُؤْمِنُوْا لَكُمْ وَقَدْ كَانَ فَرِيْقٌ مِنْهُمْ يَسْمَعُوْنَ كَلَامَ اللَّهِ ثُمَّ يُحَرِّفُوْنَهُ مِنْ بَعْدِ مَا عَقَلُوْهُ وَهُمْ يَعْلَمُوْنَ

Artinya, “Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui?.” (Q.S. Al-Baqarah [2]:75)

Q.S. At-taubah [9]:6 yang berbunyi:

وَإِنْ أَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّىٰ يَسْمَعَ كَلَامَ اللَّهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْلَمُونَ

Artinya, “Dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ketempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.”( Q.S. At-taubah [9]:6)

Q.S. Al-Fath [48]:15 yang berbunyi:

سَيَقُولُ ٱلْمُخَلَّفُونَ إِذَا ٱنطَلَقْتُمْ إِلَىٰ مَغَانِمَ لِتَأْخُذُوهَا ذَرُونَا نَتَّبِعْكُمْ ۖ يُرِيدُونَ أَن يُبَدِّلُوا۟ كَلَٰمَ ٱللَّهِ ۚ قُل لَّن تَتَّبِعُونَا كَذَٰلِكُمْ قَالَ ٱللَّهُ مِن قَبْلُ ۖ فَسَيَقُولُونَ بَلْ تَحْسُدُونَنَا ۚ بَلْ كَانُوا۟ لَا يَفْقَهُونَ إِلَّا قَلِيلًا

Artinya, “Orang-orang Badwi yang tertinggal itu akan berkata apabila kamu berangkat untuk mengambil barang rampasan: “Biarkanlah kami, niscaya kami mengikuti kamu”; mereka hendak merubah janji Allah. Katakanlah: “Kamu sekali-kali tidak (boleh) mengikuti kami; demikian Allah telah menetapkan sebelumnya”; mereka akan mengatakan: “Sebenarnya kamu dengki kepada kami”. Bahkan mereka tidak mengerti melainkan sedikit sekali.”( Q.S. Al-Fath [48]:15)

Ringkasnya, kalam merupakan perpaduan antara satu huruf dengan yang lainnya, kemudian saling tersusun dan perpaduan bunyi-bunyi terputus yang kemudian saling bergantian, lalu membentuk sesuatu yang baru. Awalnya yakni dari sebuah kalimah, kemudian menjadi kumpulan kalimah, dan akhirnya munculah bentuk kalam. Artinya, melalui mekanisme induktif, bunyi-bunyi tunggal tersebut membentuk lafal-lafal yang mana jika disatukan maknanya akan menjadi asma’ atau qaul dan selanjutnya akan membentuk kalam. Jika saling dikaitkan, kalam akan membentuk aqawil dan kemudian menjadi terbentuk khitab yang sempurna.

Baca juga: Ragam Makna Fitnah dalam Al-Quran yang Penting Diketahui

Makna Al-Quran sebagai kalamullah adalah dua unsur kata dari lafadz kalam dan Allah. seperti yang telah dikemukakan bahwa kalam ialah ‘suara bermakna’, ‘ucapan berkesan’, dan ‘perkataan sempurna’ yang dapat membekas di dalam pikiran dan hati setiap manusia. Sehingga sangatlah benar bahwa Al-Quran disebut-sebut sebagai kalam Allah (kalamullah). Wallahu a’lam[]

Chulsum Layyinatul Chasanah
Chulsum Layyinatul Chasanah
Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga dan Santri di PP As-Salafiyyah Mlangi, Yogyakarta.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Belajar parenting dari dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

Belajar ‘Parenting’ dari Dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

0
Dalam hal parenting, Islam mengajarkan bahwa perhatian orang tua kepada anak bukan hanya tentang memberi materi, akan tetapi, juga pendidikan mental dan spiritual yang...