BerandaTafsir TematikTafsir KebangsaanMemahami Prinsip Demokrasi dalam Alquran

Memahami Prinsip Demokrasi dalam Alquran

Segala sesuatu yang ada di dunia harus dijalani dan disertai dengan sebuah prinsip,  apapun profesi dan jabatan manusia di muka bumi. Tanpa berpegang pada prinsip, maka kehidupan yang dijalaninya tidak akan terlaksana dengan kondusif. Tendensi manusia di dunia hanyalah dua, yaitu sebagai pemimpin atau yang dipimpin, hingga kemudian terbentuklah pemerintahan, baik itu mulai dari pemerintahan kecil, seperti keluarga, atau pemerintahan berskala besar, seperti negara.

Suatu pemerintahan terdiri dari seorang pemimpin dan masyarakat (yang dipimpin). Dalam suatu pemerintahan prinsip demokrasi sangatlah penting, yakni saat pemimpin tidak memustuskan suatu persoalan sendiri, akan tetapi juga melibatkan masyarakatnya untuk memberikan aspirasi dan pendapat demi tujuan bersama. Hal ini telah dicontohkan oleh Rasulullah, sebagaimana telah disebutkan dalam Alquran yang dijelaskan di bawah ini.

al-‘Adalah (keadilan)

Prinsip demokrasi yang pertama ialah ‘keadilan’. Prinsip keadilan  dalam suatu negara sangat diperlukan untuk menjaganya agar tetap lestari dan jauh dari kehancuran. Keadilan yang dimaksud berupa pemenuhan hak-hak manusia baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat, terutama dalam hal menegakkan kebenaran yang harus dilakukan dengan adil dan bijaksana tanpa kolusi dan nepotisme. Urgensi menegakkan keadilan dalam sebuah pemerintahan ini ditegaskan oleh Allah Swt. dalam surah Almaidah (5) ayat 8:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah,  karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada  Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Q.S. Almaidah (5): 8.

Baca juga: Reinterpretasi Kepemimpinan dalam Surah Al-Nisa Ayat 34

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ayat tersebut memerintahkan agar seseorang selalu menjadi penegak kebenaran karena Allah, bukan karena manusia atau mencari popularitas. Janganlah kebencian terhadap seseorang membuat tidak bisa berbuat adil kepada mereka, tetapi berbuat adillah kepada siapa pun tidak pandang bulu, baik itu kawan maupun lawan.  Karena keadilan lebih mendekatkan pada ketakwaan. [Tafsir Ibnu Katsir, jilid 3, hal. 45-46]

Dengan demikian, sistem pemerintahan Islam yang ideal ialah yang menerapkan keadilan. Keadilan yang meliputi persamaan hak di depan hukum, keseimbangan (proporsional) dalam mengelola kekayaan alam, serta adanya keseimbangan antara pihak pemerintah dengan rakyat.

al-Syura (musyawarah)

Prinsip demokrasi yang kedua adalah ‘musyawarah’. Kegiatan musyawarah sudah dilakukan sejak zaman Rasulullah saw., yaitu ketika beliau hijrah ke Madinah. Kemudian, budaya musyawarah dikembangkan oleh kalangan Sahabat. Mengenai pola dan bentuk musyawarah, Alquran tidak menjelaskan secara rinc, sepenuhnya dikembalikan kepada masing-masing masyarakat. Hal ini dilakukan, karena masing-masing masyarakat memiliki kondisi sosial dan kebudayaan yang berbeda. Namun, ada beberapa sikap dan sifat yang harus dimiliki ketika hendak melakukan musyawarah, sebagaimana terangkum dalam surah Ali Imran (3) ayat 159:

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الأمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ

Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” Q.S. Ali Imran (3) : 159.

Dari ayat di atas, terdapat tiga sifat dan sikap yang disebutkan secara berurutan dan diperintahkan kepada seseorang yang hendak melakukan musyawarah, antara lain:

Pertama, ialah berlaku lemah-lembut, tidak kasar dan tidak berhati keras. Apabila seseorang melakukan musyawarah, khususnya seorang pemimpin harus menghindari tutur kata yang kasar serta sikap keras kepala, karena jika tidak, maka mitra musyawarah akan pergi meninggalkan.

Baca juga: Surat As-Syura Ayat 38, Dalil Demokrasi dalam Al Quran

Kedua, memberi maaf dan membuka lembaran baru. Memaafkan merupakan menghapus bekas luka hati akibat perlakuan pihak lain yang dinilai tidak wajar. Hal ini perlu dilakukan karena tiada musyawarah tanpa adanya pihak lain. Selain itu, yang bermusyawarah juga harus menyiapkan mentalnya agar selalu bersedia memberi maaf, karena bisa jadi ketika bermusyawarah terjadi perbedaan pendapat, atau munculnya kalimat dan pendapat yang menyinggung dari pihak lain. Karena jika hal tersebut masuk ke hati, akan mengeruhkan pikiran dan dapat mengubah musyawarah menjadi pertengkaran.

Ketiga, sikap yang harus mengiringi musyawarah ialah permohonan maghfirah (ampunan) Ilahi. Karena untuk mencapai hasil yang terbaik dari musyawarah, hubungan dengan Tuhan juga harus harmonis. [Tafsir al-Misbah, jilid 2, hal. 259-260]

al-Amanah dan al-Mas’uliyyah (amanah dan tanggung jawab)

Prinsip demokrasi yang ketiga adalah ‘amanah dan tanggung jawab’. Amanah ialah sikap terpenuhinya kepercayaan yang telah diberikan seseorang kepada orang lain. Oleh karena itu, amanah atau kepercayaan harus dijaga dengan baik. Penggambaran manah  dalam konteks kenegaraan adalah pemimpin atau pemerintah yang diberikan kepercayaan oleh rakyat mampu melaksanakan kepercayaan tersebut dengan penuh rasa tanggung jawab. Sebagaimana firman Allah dalam surah Annisa ayat 58:

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الأمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا

Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”  Q.S. Annisa (4) : 58.

Ayat tersebut ditujukan kepada para pemimpin umat muslim agar melaksanakan amanah kepada orang-orang yang telah menyerahkan urusan dan hak mereka, serta berbagai urusan yang telah dipercayakan kepada para pemimpin. Oleh karena itu, para pemimpin sebaiknya berlaku bijak dalam memberikan keputusan serta berlaku adil dalam membagi-bagikan hak mereka, karena itu menunjukkan sikap yang bertanggung jawab. [Tafsir At-Thabari, jilid 7, hal.245]

Firman Allah dalam surah Almuddatsir (74) ayat 38:

كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِينَةٌ

Artinya: “Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya”. Q.S. Almuddasir (74) : 38.

Perlu kita ketahui bahwa kekuasaan dan jabatan merupakan sebuah amanah yang harus diwaspadai, bukan nikmat yang harus disyukuri. Oleh karena itu, tanggung jawab sebagai pemimpin atau penguasa harus dipenuhi. Sementara itu, kekuasaan sebagai amanah memiliki dua arti, yaitu amanah yang harus dipertanggung jawabkan di depan rakyat serta amanah yang harus dipertanggung jawabkan di depan Allah.

Dari penjelasan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa Alquran tidak menjelaskan mengenai demokrasi secara konkret, namun  Alquran menjelaskan mengenai beberapa prinsip demokrasi sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah. Prinsip tersebut antara lain; al-‘Adalah (keadilan), al-Syura (musyawarah). al-Amanah dan al-Mas’uliyah (amanah dan tanggung jawab). Dengan menerapkan beberapa prinsip tersebut, maka akan tercipta sistem pemerintahan yang ideal dan kondusif. Wallahu a’lam bissawab.

Aulia Ferlinda Windi Lestari
Aulia Ferlinda Windi Lestari
Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya. Peminat kajian Tafsir Alquran.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Tuntunan Islam dalam menyejahterakan buruh

Tuntunan Islam dalam Menyejahterakan Buruh

0
Dalam struktur sosial dan ekonomi, menyejahterakan buruh merupakan salah satu upaya penting yang memiliki peran signifikan dalam mewujudkan kesejahteraan masyarkat. Akan tetapi, profesi buruh...