BerandaTafsir TematikTafsir KebangsaanMemahami Sasaran dan Sarana Jihad dalam Prespektif Alquran

Memahami Sasaran dan Sarana Jihad dalam Prespektif Alquran

Salah satu konsep Islam yang paling kontroversial dan sering disalahpahami hingga selalu diperdebatkan adalah konsep jihad. Meskipun sering dikaitkan dengan kekerasan, konsep ini memiliki makna yang lebih luas dan mendalam dalam Alquran. Maka dari itu untuk lebih mudah memahami konsep jihad maka kita perlu menelusuri sasaran dan sarana jihad tersebut.

Sebagian kalangan Barat memercayai bahwa kitab suci dan agama Islam mendukung terorisme. Mereka yang beranggapan demikian, biasanya hanya memahami ayat-ayat Alquran secara parsial. Oleh karena itu, penting untuk diingat bahwa jihad dan aksi teror bukanlah kesatuan, dan perlu diingat bahwa istilah “jihad” tidak selalu dikaitkan dengan ayat perang.

Alquran menggunakan istilah “jihad” bukan semata-mata untuk mengacu pada perang fisik dan kekerasan. Dalam Alquran untuk menunjukkan perang menggunakan kata “qitāl”. Tujuan utama jihad adalah untuk kesejahteraan manusia, bukan perang. Jihad bersifat mutlak dan tidak terbatas serta menjadi kewajiban bagi setiap muslim sepanjang hidupnya. Sedangkan qitāl bersifat kondisional, terbatas oleh situasi tertentu, sementara dan digunakan sebagai usaha paling akhir setelah tidak ada cara lain selain berperang.

Jihad bukan semata-mata melakukan perlawanan terhadap orang kafir. Di dalam Alquran telah ditegaskan mengenai sasaran dan sarana jihad yang benar, baik, dan sederhana. Berikut penjelasan mengenai sasaran dan sarana jihad terangkum dalam beberapa ayat beserta penafsiran dari mufasir Nusantara, antara lain Q.S. At-Taḥrīm [66]: 9; Q.S. al-‘Ankabūt [29]: 6, dan Q.S. al-Anfāl [8]: 72.

  1. Q.S. At-Taḥrīm [66]: 9

يٰأَيُّهَا ٱلنَّبِيُّ جَاهِدِ ٱلْكُفَّارَ وَٱلْمُنَافِقِينَ وَٱغْلُظْ عَلَيْهِمْ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ ٱلْمَصِيرُ

Dalam kitab Tafsir al-Azhar, Hamka menjelaskan makna dari kalimat “Perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik” di atas. Mereka adalah orang-orang yang tidak mau percaya, tetapi berpura-pura percaya. Orang-orang yang “telunjuk lurus, kelingking berkait”, yaitu orang yang berlainan ucapan mulutnya dengan kenyataan perbuatannya, dan disebut juga musuh dalam selimut. Hamka juga menjelaskan bahwa hakikatnya dari kalimat “perangilah orang-orang kafir” bukanlah semata-mata berperang yang mempergunakan senjata dengan kekerasan.

Baca juga: Mendudukkan Ayat Jihad dan Kebebasan Beragama dalam Alquran (1)

Makna jihad yang lebih dekat ialah kerja keras dengan segala kesungguhan, digambarkan oleh Hamka dengan kata “Berjuanglah! Lawanlah! Tentanglah! Desaklah orang-orang kafir itu!” Namun, bisa juga diartikan dengan melakukan segala usaha, dengan harta, tenaga, lisan, dan tulisan. Sedangkan al-Qurthubi menjelaskan bahwa menghadapi orang-orang kafir bukan hanya dengan pedang, tetapi juga dengan pelajaran yang baik, dakwah, serta dengan doa dan seruan.

  1. Q.S. al-‘Ankabūt [29]: 6

 وَمَن جَاهَدَ فَإِنَّمَا يُجَاهِدُ لِنَفْسِهِ إِنَّ ٱللَّهَ لَغَنِيٌّ عَنِ ٱلْعَالَمِينَ

Menurut Quraish Shihab, kata “jāhada” terambil dari kata “juhd”, yakni kemampuan yang menggambarkan adanya upaya sungguh-sungguh. Jihad yang dimaksud di sini, bukanlah dalam arti mengangkat senjata, karena berperang dan mengangkat senjata baru diizinkan setelah Nabi berada di Madinah, sedangkan ayat ini, bahkan surah ini diturunkan sebelum Nabi berhijrah. Maksud dari jihad di sini ialah mencurahkan kemampuan untuk melaksanakan amal saleh hingga ia bagaikan berlomba dalam kebajikan, dan sesungguhnya manfaat dan kebaikan jihadnya adalah untuk dirinya sendiri.

Baca juga: Jihad Nir-Kekerasan Ala Kiai Sholeh Darat

Sedangkan al-Biqa‘i memahami kata jihad pada ayat ini dalam arti mujāhadah, yakni “upaya sungguh-sungguh melawan dorongan hawa nafsu.” Menurutnya kata tersebut tidak disebut objeknya, maka yang disebut meraih manfaat untuk dirinya sendiri adalah kata nafs, yang disebutkan dalam ayat tersebut dengan linafsihī. Sebab, nafsu selalu mendorong kepada keburukan. Sayyid Quthb juga mengemukakan pendapatnya bahwa jihad yakni meningkatkan kualitas sang mujahid dan kalbunya, menjadikannya mampu mengalahkan kekikiran jiwa dan harta bendanya, mengangkat dan memperluas wawasannya, serta mengundang lahirnya potensi-potensi positif yang terdapat dalam dirinya.

  1. Q.S. al-Anfāl [8]: 72

إِنَّ ٱلَّذِينَ آمَنُواْ وَهَاجَرُواْ وَجَاهَدُواْ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱلَّذِينَ ءَاوَواْ وَّنَصَرُوۤاْ أُوْلَـٰئِكَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ وَٱلَّذِينَ آمَنُواْ وَلَمْ يُهَاجِرُواْ مَا لَكُمْ مِّن وَلاَيَتِهِم مِّن شَيْءٍ حَتَّىٰ يُهَاجِرُواْ وَإِنِ ٱسْتَنصَرُوكُمْ فِي ٱلدِّينِ فَعَلَيْكُمُ ٱلنَّصْرُ إِلاَّ عَلَىٰ قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِّيثَاقٌ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

Hasbi As-Shiddieqy berpendapat bahwa berjihad dengan harta dapat dilakukan dengan mengeluarkan hartanya untuk membantu masyarakat yang berhijrah dan membela agama dan melepaskan sebagian hartanya yang tidak dibawa bersamanya sewaktu berhijrah dengan rela hati atau ikhlas. Adapun berjihad dengan jiwa ada dua macam pula, yakni memerangi musuh dengan tidak mempedulikan jumlah dan perlengkapan persenjataan yang ada pada perang serta mengalami berbagai penderitaan dan kesulitan karena tekanan yang begitu kuat dari musuh dan berhijrah dari kampung halaman (Hasbi As-Shiddieqiy, Tafsir alQuranul Majid an-Nuur, Jilid 2, 1612).

Baca juga: Bom Bunuh Diri Bukan Jihad! Inilah Makna Jihad dalam Alquran

Dari pemaparan ayat-ayat Alquran serta penafsiran para mufasir Nusantara di atas setidaknya terdapat dua hal yang menjadi tolok ukur sasaran jihad. Yakni musuh-musuh Allah yang nampak, seperti orang kafir, munafik, musyrik, dan para pelaku kejahatan; serta musuh yang tak nampak, seperti setan dan hawa nafsu. Sementara sarananya ialah harta dan jiwa. Jihad juga dapat dilakukan melalui perbuatan maupun perkataan, baik melalui lisan, tulisan, kekuatan fisik, ataupun dengan membelanjakan harta benda.

Setelah menelaah pemaparan ayat di atas, diketahui tidak ada ayat yang menunjukkan bahwa jihad mendorong kepada kekerasan untuk menyelesaikan masalah. Sebaliknya, fokus jihad adalah meningkatkan ibadah dan kesejahteraan umat. Hal ini merupakan awal kesalahan interpretasi tentang jihad yang dikait-kaitkan dengan perang, kemudian digunakan oleh beberapa kalangan untuk mendukung radikalisme agama yang mengakibatkan aksi teror dan kekerasan. Hal demikian dikarenakan minimnya pemahaman yang mendalam mengenai jihad. Namun, dengan memahami sasaran dan sarana jihad menurut Alquran, kita dapat menghindari kesalahpahaman dan kontroversi yang sering muncul seputar konsep jihad ini.

- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Belajar parenting dari dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

Belajar ‘Parenting’ dari Dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

0
Dalam hal parenting, Islam mengajarkan bahwa perhatian orang tua kepada anak bukan hanya tentang memberi materi, akan tetapi, juga pendidikan mental dan spiritual yang...