Memaknai Kesatuan Al-Qur’an Menurut Amir Faishol Fath

Kesatuan Al-Qur’an dan Argumentasinya Menurut Amir Faishol Fath
Kesatuan Al-Qur’an dan Argumentasinya Menurut Amir Faishol Fath

Kesatuan Al-Qur’an merupakan pembahasan penting untuk menemukan kesepahaman mengenai sejarah dan jati diri Al-Qur’an. Ini karena susunan proses pewahyuan Al-Qur’an berbeda dengan apa yang berada dalam bentuk mushaf yang ditemui saat ini. Perbedaan inilah yang di antaranya mengantarkan Amir Faishol Fath untuk mengkaji secara mendalam tentang keserasian dan keutuhan Kalamullah tersebut dalam kerangka Kesatuan Al-Qur’an.

Kajian kesatuan Al-Qur’an sebenarnya merupakan kerja lanjutan sekaligus penyempurnaan dari upaya-upaya ulama Al-Qur’an sebelumnya. Hal ini terlihat sejak ulama terdahulu memperlihatkan sisi kesatuan Al-Qur’an, misalnya, dari definisi Al-Qur’an itu sendiri. Bagian dari definisi yang popular mengatakan bahwa Al-Qur’an diawali surah Al-Fatihah dan diakhiri surah Al-Nas.

Definisi yang diterima selama ini menunjukkan Al-Qur’an yang dimaksud ulama tersebut telah berbentuk mushaf. Di sini, Amir Faishol menjadi sarjana yang mampu menjelaskan letak kesesuaiannya. Meski kajian Amir Faishol berangkat dari Al-Qur’an yang telah berbentuk mushaf, tetapi argumentasi kesatuan Al-Qur’an dapat dibuktikan dengan dalil dan fakta yang kuat. Karena itu, penting mengemukakan kajian Amir Faishoh tersebut untuk menunjukkan kebenaran dan pemahaman ayat-ayat Al-Qur’an.

Baca juga: Tafsir Ahkam: Dalil Kewajiban Menutup Aurat dalam Al-Quran

Sekilas tentang Amir Faishol Fath dan ‘Kesatuan Al-Qur’an’

Amir Faishol Fath, lahir 15 Februari 1967 di Sumenep Jawa Timur, merupakan salah satu ahli tafsir sekaligus seorang Da’i di Indonesia. Ia adalah ulama pendiri yayasan Fath Qur’ani Center dan Lembaga Darul Tafsir Fath Institute. Sejak S1 hingga S3, ia berfokus pada jurusan tafsir Al-Qur’an di International Islamic University Islamabad, Pakistan.

Salah satu karya penting Amir Faishol adalah Kesatuan Al-Qur’an. Karya ini sebenarnya adalah kerja disertasinya yang berjudul “Nadzariyatul Wihdah Al-Qur’aniyyah ‘Inda ‘Ulamail Muslimin Wadawruha fil Fikril Islam” yang dipertahankan untuk memperoleh gelar Ph.D dalam bidang Tafsir dan Ulumul Qur’an di International Islamic University Islamabad. Disertasi tersebut diterjemahkan menjadi the Unity of Al-Qur’an atau Kesatuan Al-Qur’an.

Sebelum Amir Faishol, sudah ada sarjana yang mengkaji tentang kesatuan Al-Qur’an. Misalnya Muhammad Mahmud Hijazi yang menulis Al-Wahdatul Maudhuiyah fil Qur’an (Kesatuan Tematik dalam Al-Qur’an); Rif’at Fauzi Abdul Muthalib menulis Al-Wahdatul Maudhu’iyah li Surahil Qur’an (Kesatuan Tematik dalam Surah Al-Qur’an); dan Said Hawwa menulis Asas fi Al-Tafsir (Dasar-dasar Tafsir).

Baca juga: Aplikasi Metode Hermeneutika Muhammed Arkoun pada Surah Al-Fatihah

Yang dimaksud Kesatuan Al-Qur’an adalah: “Bahwa semua isi Al-Qur’an seperti satu kata, semua bagiannya saling berkaitan dan saling menjelaskan, tidak ada kontradiksi di dalamnya, bagai satu struktur bangunan yang kokoh”. Di antara dilakukannya kajian ini adalah sebagai upaya membuktikan keutuhan dan keserasian Al-Qur’an, termasuk kepada para orientalis yang selama ini meragukan Al-Qur’an, serta kritik kepada pengkaji yang memahami Al-Qur’an secara parsial.

Beberapa Argumentasi atas Kesatuan Al-Qur’an

Dalam menyajikan Kesatuan Al-Qur’an, Amir Faishol menyampaikan beberapa argumentasi yang mendasari kajiannya. Argumentasi tersebut saling terkait satu sama, di antaranya (1) dalil-dalil Al-Qur’an, (2) hadis Nabi, (3) pendapat-pendapat ulama tafsir dan ulumul Qur’an, dan (4) pendapat dari ahli bahasa. Di sini, berbagai argumentasi tersebut tersebar dalam kajian Amir Faishol, yang saya susun sesederhana mungkin.

Dalil-dalil Al-Qur’an yang menjadi argumentasi kesatuan Al-Qur’an misalnya QS. Al-Nisa: 82, QS. Hud: 1, dan Al-Zumar: 23. Adapun terjemahan ayat-ayat tersebut adalah:

Apakah mereka tidak memerhatikan Al-Qur’an? Sekiranya Al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah SWT, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya” (QS. Al-Nisa: 82).

Alif lam ra’, (inilah) Kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapih serta dijelaskan secara terperincih, yang diturunkan dari sisi Allah SWT Yang Mahabijaksana lagi Mahatahu” (QS. Hud: 1).

Allah SWT telah menurunkan perkataan yang paling baik, yaitu Al-Qur’an yang serupa mutu ayat-ayatnya” (QS. Al-Zumar: 23).

Dalil hadis yang menjadi landasan kesatuan Al-Qur’an adalah riwayat tentang perintah Nabi Muhammad SAW kepada sahabat-sahabatnya dalam menempatkan setiap wahyu yang disampaikan untuk menempatkan di bagian tertentu (di sini atau di situ) pada susunan Al-Qur’an. Kejadian ini diyakini sebagai perintah langsung dari Allah SWT (HR. Ahmad). Susunan demi susunan tersebut membentuk kesatuan Al-Qur’an yang kokoh karena merupakan perintah langsung dari Allah SWT.

Baca juga: Aplikasi Metode Hermeneutika Muhammed Arkoun pada Surah Al-Fatihah

Ulama tafsir juga memberi pandangan yang mengarah pada kesatuan Al-Qur’an. Misalnya, Imam Al-Qurthubi mengatakan salah satu mukjizat Al-Qur’an adalah hubungan yang kuat antar ayat dan antar surah, tanpa ada pertentangan sedikitpun. Imam Az-Zamakhsyari mengatakan Al-Qur’an diatur dalam bentuk yang teguh dan sempurna, tidak ada sedikitpun kekacauan didalamnya. Sayyid Quthub mengatakan Al-Qur’an mengandung struktur kuat yang setiap kata atau kalimat mengandung maksud tersendiri, saling berkaitan, tidak ada pertentangan di dalamnya.

Para ulama ulumul Qur’an bahkan telah memberikan kajian khusus yang terkait kesatuan Al-Qur’an. Kajian tersebut dikenal Ilmu Munasabah baina Ayat Al-Qur’an wa Suwaruh (ilmu tentang keserasian antara ayat dan surah Al-Qur’an). Kajian ini marak dibahas dalam rangka mencari relasi pemahaman antar ayat atau surah, sehingga tercapai pemahaman Al-Qur’an secara utuh.

Para ulama lainnya seperti Al-Khattabi, Al-Jurjani, dan Al-Baqillani sepakat mengatakan bahwa  keteraturan struktur, keserasian kalimat dan kesatuan ayat-ayatnya menjadi mukjizat tersendiri bagi Al-Qur’an. Para ahli bahasa dan sastra juga memperlihatkan kesatuan Al-Qur’an yang kuat, baik secara keterkaitan, struktur, maupun kefashihannya.

Sampai di sini, kajian kesatuan Al-Qur’an oleh Amir Faishol ini mengarahkan rangkaian ungkapan Al-Qur’an yang mengandung maksud dan tujuan tertentu, yang berimplikasi pada (1) kebenaran Al-Qur’an berbasis dirinya sendiri (2) keterlibatan ilmu-ilmu Al-Qur’an seperti ilmu bahasa, ilmu munasabah, ilmu konteks pewahyuan, dan seterusnya, dalam mencapai pemahaman yang utuh.

Dengan menggunakan kesatuan Al-Qur’an, sejarah Al-Qur’an dapat menjelaskan dan menjawab keraguan atas keshahihannya selama ini. Saat yang sama, kesatuan Al-Qur’an juga dapat memberi pemahaman yang bersifat harmonis, utuh, tidak bertentangan dengan fakta, ilmu pengetahuan. [] Wallahu A’lam.