Belakangan ini, term dakwah dan jihad menjadi populer di kalangan masyarakat. Ajakan dan seruan untuk berdakwah dan berjihad disampaikan melalui media sosial dengan begitu mudahnya. Apalagi ajakan itu dibingkai dalam bentuk meme, tak perlu bikin takarir yang berisi retorika muluk-muluk, ajakan berdakwah dan berjihad itu tersebar dengan sekali klik. Dan, tak ada yang tahu keadaan orang yang mengunggahnya, apakah sambil makan pisang goreng, atau sambil goleran di depan televisi di ruang tamu.
Namun ada juga yang melakukan gerak nyata dengan turun ke jalanan, yang tak jarang membuat lalu lintas terhenti. Aktivitas turun ke jalanan itu dapat kita temui di media sosial yang dibagikan sendiri oleh mereka yang sedang turun di jalanan. Tak sedikit kita menemukan kata dakwah dan jihad dalam takarir mereka. Yang jelas, semangat jihad dan dakwah mereka ini dipicu oleh berbagai pemahaman terhadap sumber-sumber agama mengenai dua hal tersebut.
Hadis Jihad
Bagi kalangan pesantren, hadis yang akan saya kutip berikut ini tentu tak asing lagi, atau bahkan hapal di luar kepala. Hadis ini adalah hadis kedelapan dalam kitab al-Arbain al-Nawawiyyah karya Imam Nawawi al-Damasyqi, dan diriwayatkan oleh Ibn Umar sebagai perawi pertama. Kita simak hadis dimaksud;
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوْا أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا اللهَ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَ يُقِيْمُوْا الصَّلَاةَ وَ يُؤْتُوْا الزَّكَاةَ فَإِذَا فَعَلُوْا ذَلِكَ عَصَمُوْا مِنِّي دِمَائَهُمْ وَ أَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّ الْإِسْلَامِ وَ حِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ.
Aku (Muhammad) diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mengucapkan dua kalimat syahadat, mendirikan salat, dan menunaikan zakat. Jika mereka melakukannya, maka (sama saja) telah menjaga darah dan hartanya dariku, kecuali dengan haq Islam. Dan hisab mereka (diserahkan) kepada Allah Ta’ala.
Hadis tersebut diriwayatkan oleh al-Syaikhan yang dalam ilmu hadis merujuk pada dua nama muhadis beken; Imam Bukhari dan Imam Muslim. Dr. Said Ramadhan al-Buthi—selanjutnya disebut Dr. al-Buthi—dalam al-Jihad fi al-Islam (1993) menyebutkan hadis tersebut merupakan gharib al-isnad, atau sanadnya asing. Meski gharib, Imam Bukhari dan Imam Muslim menyepakati kesahihannya.
Baca Juga: Kajian Kata Mukjizat dalam Al-Quran dan Aspek Kemukjizatan Al-Quran
Istilah jihad di sini berkembang menjadi berperang hingga yang diperangi mengucapkan dua kalimat syahadat, mendirikan salat dan menunaikan zakat. Lebih jauh, Ibn Daqiq al-Id dalam anotasinya terhadap kitab Arbain (2012) menukil al-Khattabi yang menafsirkan kata al-nas dalam hadis di atas sebagai para penyembah berhala, para musyrik Arab dan orang-orang yang tak beriman. Para mukmin dan ahli kitab tak dikenai khitab hadis tersebut. Pendapat ini juga diamini oleh Dr. Mustafa al-Bugha dan Dr. Muhyiddin M. dalam al-Wafi fi Syarh al-Arbain al-Nawawiyyah (2007).
Ayat Jihad dan Kebebasan Beragama
Selain hadis di atas, dalam sumber hukum yang lebih otoritatif dari hadis, al-Quran, kita juga membaca perintah membunuh orang-orang musyrik di mana pun ditemui, sebagaimana dinyatakan dalam al-Taubah [9] ayat 5 berikut.
فَاِذَا انْسَلَخَ الْاَشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَيْثُ وَجَدْتُّمُوْهُمْ وَخُذُوْهُمْ وَاحْصُرُوْهُمْ وَاقْعُدُوْا لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍۚ فَاِنْ تَابُوْا وَاَقَامُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتَوُا الزَّكٰوةَ فَخَلُّوْا سَبِيْلَهُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Apabila bulan-bulan haram telah berlalu, bunuhlah (dalam peperangan) orang-orang musyrik (yang selama ini menganiaya kamu) di mana saja kamu temui! Tangkaplah dan kepunglah mereka serta awasilah di setiap tempat pengintaian! Jika mereka bertobat dan melaksanakan salat serta menunaikan zakat, berilah mereka kebebasan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Sebagai catatan, yang dimaksud dengan asyhur al-hurum adalah masa empat bulan yang menjadi tenggat bagi kaum musyrik pada waktu itu, yaitu mulai 10 Zulhijah (hari turunnya ayat ini) sampai dengan 10 Rabiulakhir. Sementara Ibn ‘Asyur dalam tafsirnya (1984) menafsirkan asyhur al-hurum sebagai empat bulan; Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab.
Baca Juga: Citra Nabi Muhammad dalam Al-Quran Perspektif Tarif Khalidi (1)
Akan tetapi, dalam tempat lain, al-Quran menegaskan bahwa tiada paksaan dalam beragama. Kita membaca penegasan tersebut, misalnya, dalam al-Baqarah [2]; 256 dan al-Mumthanah [60]: 8 sebagai berikut.
لَآ اِكْرَاهَ فِى الدِّيْنِۗ قَدْ تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ فَمَنْ يَّكْفُرْ بِالطَّاغُوْتِ وَيُؤْمِنْۢ بِاللّٰهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقٰى لَا انْفِصَامَ لَهَا ۗوَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ
Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam). Sungguh, telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. Siapa yang ingkar kepada tagut dan beriman kepada Allah sungguh telah berpegang teguh pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
لَا يَنْهٰىكُمُ اللّٰهُ عَنِ الَّذِيْنَ لَمْ يُقَاتِلُوْكُمْ فِى الدِّيْنِ وَلَمْ يُخْرِجُوْكُمْ مِّنْ دِيَارِكُمْ اَنْ تَبَرُّوْهُمْ وَتُقْسِطُوْٓا اِلَيْهِمْۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ
Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.
Bila kita simpulkan, maka ada dua pernyataan yang kelihatannya bertentangan yaitu perintah berdakwah secara ekstrem (hingga memerangi jika enggan), dan kebebasan memilih agama. Lalu bagaimana kita memahami hadis dan ayat-ayat di atas? Apakah dakwah Islam harus sempurna, tanpa mempertimbangkan hak memilih dan kebebasan mengambil keputusan beragama? Kita simak dalam artikel selanjutnya. Wallahu A’lam.