BerandaTafsir TematikMeneladani Integritas Burung Hudhud: Asas Work From Anywhere

Meneladani Integritas Burung Hudhud: Asas Work From Anywhere

Tulisan ini diangkat berdasarkan sambutan orasi ilmiah oleh Prof. Dr. Abdul Mu’ti, M.Ed dalam salah satu acara. Seorang Mentri Pendidikan Dasar dan Menengah Kabinet Merah Putih tersebut melandaskan kisah absensi burung Hudhud sebagai dasar Work From Aywhere (WFA) yang berlangsung selama 46 detik sebagai berikut:

WFA Work Form Anywhere, itu artinya ya bekerjalah di mana saja anda berada. Saya kira WFA itu adalah contoh dari burung Hudhud yang tidak datang waktu diabsen oleh Nabi Sulaiman. Ketika Nabi Sulaiman ngabsen para pejabatnya, Hudhud tidak hadir sehingga Nabi Sulaiman agak marah “ke mana ini Hudhud kok tidak ada?”, kemudian Hudhud menjawab “saya memang tidak datang, tapi saya kerja”, “bukti kerjanya apa?”, “ada Ratu yang dia itu kaya raya, cerdas, cantik cuma belum masuk Islam”. Itu membuktikan Hudhud sudah Work From Anywhere, kira-kira begitu.

Baca Juga: Kisah Burung Hudhud, Pasukan Intelijen Nabi Sulaiman

Pengertian WFA (Work from Anywhere)

Dilansir dari https://www.bkn.go.id/ tentang Sistem Work From Anywhere (WFA) bagi ASN bahwa WFA secara global dikenal dengan istilah Flexible Working Arrangements (FWA). Bagi ASN, ia adalah sebagian dampak kecil di era VUCA yang berimplikasi pada timbulnya ragam fenomena yang menuntut pemerintah untuk bergerak cepat dan melakukan perubahan demi terjaminnya pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik.

FWA sebagai dasar dari pengembangan konsep WFA di Indonesia didefinisikan oleh PBB/ UN sebagai “penyesuaian terhadap ketentuan waktu dan tempat kerja yang normal di mana ketentuan jam kerja normal dimungkinkan bervariasi antar setiap unit kerja dengan tujuan memungkinkan para pengelola/ pejabat mengimplementasikan “work life-balance” secara optimal sembari memastikan tercapainya sasaran kerja organisasi secara efektif dan efisien”.

Dalam konteks implementasi sistem WFA, terdapat beberapa kode etik bagi ASN. Secara ringkas, ia adalah sikap kolaboratif, adaptif, loyal, harmonis, kompeten, akuntabel dan berorientasi pelayanan. Seluruh sikap tersebut dapat didasarkan secara umum pada asas bersemangat, tanggung jawab, disiplin, kerja sama dan jujur serta pelayanan prima.

Absensi Hudhud dengan sikap loyal dan tanggung jawabnya

Apabila diperhatikan, kisah burung Hudhud dan Nabi Sulaiman paling tidak dapat terlihat secara ringkas pada rangkaian Q.S. Al-Naml [27]: 20-22

وَتَفَقَّدَ الطَّيْرَ فَقَالَ مَا لِيَ لَآ اَرَى الْهُدْهُدَۖ اَمْ كَانَ مِنَ الْغَاۤىِٕبِيْنَ ٢٠ لَاُعَذِّبَنَّهٗ عَذَابًا شَدِيْدًا اَوْ لَاَا۟ذْبَحَنَّهٗٓ اَوْ لَيَأْتِيَنِّيْ بِسُلْطٰنٍ مُّبِيْنٍ ٢١ فَمَكَثَ غَيْرَ بَعِيْدٍ فَقَالَ اَحَطْتُّ بِمَا لَمْ تُحِطْ بِهٖ وَجِئْتُكَ مِنْ سَبَاٍ ۢبِنَبَاٍ يَّقِيْنٍ ٢٢

Artinya: “[20]. Dia (Sulaiman) memeriksa (pasukan) burung, lalu berkata, “Mengapa aku tidak melihat Hudhud?, Ataukah ia termasuk yang tidak hadir?. [21]. Pasti akan kuhukum ia dengan hukuman yang berat atau kusembelih ia, kecuali jika ia datang kepadaku dengan alasan yang jelas.” [22]. Tidak lama kemudian (datanglah Hudhud), lalu ia berkata, “Aku telah mengetahui sesuatu yang belum engkau ketahui. Aku datang kepadamu dari negeri Saba’ membawa suatu berita penting yang meyakinkan (kebenarannya.)

Berdasarkan refleksi Prof. Mu’ti sebelumnya, paling tidak ditemukan dua poin menarik yang dapat ditangkap. Pertama, tidak terlihat dan tidak hadirnya Hudhud di dalam ayat 20 tetap diiringi oleh rasa tanggung jawab dan loyalitas terhadap Nabi Sulaiman sebagai pemimpin melalui bukti berupa hasil pengamatannya terhadap negeri Saba’ sebagaimana ayat 22. Implikasi dari alasan yang jelas tersebut, Hudhud tidak terkena konsekuensi hukum yang berat atau disembelih sebagaimana ayat 21.

Baca Juga: Menilik Isi Surat Nabi Sulaiman kepada Ratu Saba

M. Quraish Shihab di dalam Tafsir Al-Misbah (Jilid 10, h. 210) berpandangan bahwa Hudhud tidak terbang tetapi menanti di satu tempat untuk memperhatikan kaum Saba’. Hal ini mengindikasikan ketidakhadiran Hudhud tidaklah menafikan sikap loyalnya. Kesedian Hudhud untuk mengantar surat Nabi Sulaiman ke negeri Saba’, baik terhadap sang Ratu maupun masyarakatnya sebagaimana keterangan tafsir ayat 29-31 juga memperkuat adanya sikap tanggung jawab moral sang burung tersebut.

Kedua, bertolak pada konteks kepemimpinan Nabi Sulaiman bahwa beliau tidak tergesa-gesa di dalam menetapkan suatu keputusan. Hal ini didasarkan pada absensi Hudhud yang dipertanyakan Nabi Sulaiman berikut konsekuensinya tetaplah diiringi oleh pengecualian melalui alasan yang jelas.

Kejelasan alasan ini juga sejalan dengan penafsiran M. Quraish Shihab (jilid 10, h. 216) bahwa Nabi Sulaiman tidak segera mengambil sikap membenarkan ataupun mempermasalahkannya, namun bersegera untuk mengambil langkah-langkah progresif berkaitan dengan keyakinan batil kaum Saba’. Dengan demikian, secara tidak langsung Hudhud tidak terkena konsekuensi atas absensinya berdasar bukti penugasan pengiriman surat oleh Nabi Sulaiman sebelumnya.

Baca Juga: Belajar Servant Leadership dari Kisah Nabi Sulaiman dalam Al-Quran

Kesimpulan

Berdasarkan kisah Hudhud dan Nabi Sulaiman dalam korelasinya dengan sistem kerja WFA, setidaknya ada dua hikmah teladan yang patut dipetik. Pertama, kehadiran memang poin penting di dalam satu sisi, namun rasa tanggung jawab dan sikap loyal sebagai cerminan sebuah integritas diri juga tidak kalah penting bahkan dapat menjadi hal yang bersifat substansi.

Hal tersebut tentu sejalan dengan tujuan implementasi WFA yang menjadi kode etik bagi para pegawai negeri. Bahkan, sikap tersebut dapat berlaku bagi setiap insan dengan ragam statusnya, seperti status pelajar hingga warga negara dengan tanggung jawabnya masing-masing. Kedua, menghindari sikap berburuk sangka, sering melakukan tabāyun/ klarifikasi, bersikap skeptis terhadap sebuah kebenaran fenomena dan berita sehingga ditemukan bukti-bukti yang kuat.

Hal ini tentu senada dengan sikap integritas moral yang tercermin melalui asas tanggung jawab, jujur dan berorientasi pelayanan prima yang menjadi kode etik dan seharusnya dimiliki oleh para Aparatur Sipil Negara. (wallāhu a’lam)

Muhammad Imaduddin Hidayat
Muhammad Imaduddin Hidayat
Mahasiswa Program Doktor Studi Islam Konsentrasi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir UIN Walisongo Semarang
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Konsep Pendidikan Keluarga dalam Ibadah Kurban

0
Ibadah kurban dalam Islam bukan sekadar menyembelih hewan. Ia adalah simbol ketaatan, pengorbanan, dan keikhlasan. Namun ada satu dimensi yang jarang dibahas, yakni makna...