Surat al-Ikhlas ayat 1-4 merupakan surat yang diturunkan di kota Makkah, sehingga termasuk golongan surat Makiyyah. Adapun secara keseluruhan, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Syaikh Ali al-Sabuni bahwa surat al-Ikhlas ini menjelaskan tentang sifat-sifat Allah yakni Wahid al-Ahad (Yang Maha Esa), Allah adalah dzat yang memiliki sifat-sifat yang sempurna, dzat yang dituju selamanya (al-Samad), dzat yang tidak butuh pada siapapun, dzat yang disucikan dari sifat-sifat kekurangan dan Allah disucikan dari sesuatu yang menyamai atau menyerupai-Nya.
Tentu hal ini juga sebagai bantahan terhadap orang-orang yang menyembah selain Allah atau menyembah Allah dengan perantara mahluk.
Pendapat Para Mufassir Mengenai Isi Kandungan Surat al-Ikhlas Ayat 1-4
- Tafsir Surat al-Ikhlas Ayat 1
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1
“Katakanlah Muhammad, Dialah Allah, Yang Maha Esa”
Syaikh Ali al-Sabuni dalam tafsirnya “Safwah at-Tafasir” menyebutkan maksud dari ayat tersebut bahwa Nabi Muhammad diperintah oleh Allah SWT agar mengatakan kepada kaum musyrik yang mengolok-olok, dengan perkataan berikut:
“Sesungguhnya Tuhanku (Allah) adalah dzat yang aku sembah, Ia adalah dzat yang menyeru kalian agar menyembah-Nya. Allah adalah dzat yang Maha Esa, tidak ada yang menyamai-Nya baik dalam segi dzat atau sifat-Nya, tidak juga dari segi Af’al-Nya. Allah adalah dzat yang Maha Agung dan Mulia serta Maha Esa” (Ali al-Sabuni, 1997: 594)
Tidak seperti pemahamannya orang Nasrani yang mana mereka meyakini Allah dengan istilah trinitas (satu Allah dalam tiga pribadi), tidak juga seperti keyakinan kaum musyrik yang menyembah terhadap banyak Tuhan. Al-Saabuni juga mengutip pendapat dalam kitab “Tashil” bahwa Allah SWT disifati dengan sifat al-Wahid (Maha Esa) maka, hal ini memiliki tiga makna. Pertama, Allah swt adalah Tuhan Maha Esa, tidak ada duanya, maka, hal ini menafikan segala Tuhan selain Allah.
Baca juga: Kecaman Al-Quran Terhadap Perilaku Korupsi: Tafsir Surat Ali-Imran Ayat 161
Kedua, Allah swt Maha Esa yakni tidak ada yang menyerupai-Nya, seperti halnya kita mengatakan “si fulan itu hanya dia di daerahnya, tidak ada yang menyamainya di situ”. Ketiga, Allah yang Maha Esa ialah dzat yang tidak dapat dibagi-bagi. Sementara maksud dari surat ini yaitu untuk meniadakan pemahaman bahwa Allah swt serupa dengan lainnya serta menjawab pertanyaan dari kaum musyrik.
-
Tafsir Surat al-Ikhlas Ayat 2
اللَّهُ الصَّمَدُ (2
“Allah tempat meminta segala sesuatu.”
Maksud dari ayat kedua dari surat al-Ikhlas, Allah adalah dzat yang dituju dalam memenuhi segala hajat manusia sebab Allah swt Maha Kuasa atas permintaan hamba-Nya.
Lebih jelasnya Syaikh Wahbah Zuhaili dalam “Tafsir al-Munir” mengatakan Allah adalah dzat yang dituju oleh setiap mahluk, tidak ada yang mampu selain Allah, Ia dzat Yang Maha Kaya. Sehingga, hal ini sebagai bantahan terhadap keyakinan kaum musyrik Arab atau selainnya yang meminta permohonan kepada Allah melalui perantara patung atau tuhan-tuhan mereka. (Wahbah Zuhaili, 2001: 447)
Penafsiran pada ayat kedua yang telah dijelaskan di atas, selaras dengan penafsiran al-Sa’di yang menyatakan bahwa Allah adalah dzat yang dituju dalam segala hajat baik oleh ahli ilmu dari kalangan bangsawan atau salafi, mereka semua butuh kepada Allah swt dengan kebutuhan yang sangat, mereka memohon kepada Allah tentang hajat-hajat mereka dengan sungguh-sungguh. (Al-Sa’di, 2000: 937)
Baca juga: Baca Ayat Ini Sebagai Doa Agar Selamat dalam Pelayaran
-
Tafsir Surat al-Ikhlas Ayat 3
لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3
“(Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.”
Imam al-Baidhawi dalam “Anwar al-Tanzil wa al-Asrar al-Ta’wil” menyatakan Allah swt tidak beranak sebab Allah swt tidak ada yang menyamai-Nya, dan Allah tidak butuh terhadap sesuatu untuk menentukan dan terhadap sesuatu yang bertentangan, berbeda dengan manusia yang tentu membutuhkan alat untuk mengetahui keadaan dirinya.
Menurut beliau, ayat kedua ini juga menolak terhadap orang yang mengatakan bahwa para malaikat adalah anak Allah swt atau al-Masih adalah anak Allah. Sementara yang dimaksud potongan ayat “Walam Yulad” (Allah tidak diperanakkan) yakni karena Allah swt tidak butuh terhadap apapun dan Allah tidak akan binasa.
Sementara menurut Syaikh Abu Laits al-Samarqandi dalam kitabnya “Bahr al-Ulum” maksud dari potongan ayat “Lam Yalid Walam Yulad” yakni Allah tidak memiliki anak untuk diwariskan kepada anak tersebut kekuasaan-Nya.
-
Tafsir Surat al-Ikhlas Ayat 4
وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ
“Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia”
Maksud dari ayat ini, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Imam Mujahid yang dinukil oleh Imam Ibnu Katsir yaitu Allah tidak memiliki istri sebagaimana firman Allah swt yang berbunyi:
بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ أَنَّى يَكُونُ لَهُ وَلَدٌ وَلَمْ تَكُنْ لَهُ صَاحِبَةٌ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ
“Dia (Allah) Pencipta langit dan bumi. Bagaimana (mungkin) Dia mempunyai anak padahal dia tidak mempunyai istri. Dia menciptakan segala sesuatu; dan Dia mengetahui segala sesuatu.”
Maksudnya yaitu Allah swt adalah dzat yang Maha Memiliki terhadap segala sesuatu dan Allah swt menciptakannya. Oleh sebab itu, bagaimana bisa dari ciptaan-Nya yang menyamai Allah swt? Allah swt disucikan dan dibersihkan dari penyamaan tersebut.
Senada dengan Syaikh Abu Bakar al-Jazairi yang juga menyatakan demikian sebab Allah swt juga berfirman:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ
“Tidak ada yang menyerupai Allah”
Oleh sebab itu, dapat kita ketahui bahwa Allah swt memiliki sifat (al-Ahadiyah dan al-Shamadiyah). Sifat al-Ahadiyah adalah Allah swt Maha Esa baik dalam segi dzat, sifat dan af’al-Nya, tidak ada yang menyerupai dan yang setara dengan-Nya. Al-Samadiyah ialah Allah swt tidak butuh terhadap siapapun dan sebaliknya, mahluk butuh pada Allah swt sebagaimana yang telah kita ketahui mengenai sifat-sifat dan tanda-tanda kekuasaan Allah swt. (Abu Bakar al-Jazairi, 2003: 629). wallahu a’lam[]