Para sahabat menghabiskan hari-harinya untuk menghafal Alquran, membacanya, dan merenungi maknanya. Mereka berlomba-lomba mempelajari, menafsirkan, dan mengamalkan kandungannya. Mereka juga tidak melewatkan sepuluh ayat sampai mereka memahami kandungannnya dan mengamalkannya.
As-Suyuthi menyebutkan dalam al-Itqan bahwa di antara sahabat yang terkenal dengan penafsirannya terhadap Alquran adalah para khulafa’ ar-rasyidin, Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abu Musa al-Asy’ari, dan Abdullah bin Zubair. Mereka menafsirkan Alquran dari penjelasan yang mereka dengar dari Rasulullah saw. atau kesaksian mereka dari proses dan sebab turunnya Alquran, atau juga atas dasar ijtihad mereka dalam menafsirkan Alquran.
Penafsiran yang muncul dari Abu Bakar, Umar bin Khattab dan Utsman bin ‘Affan itu hanya ditemukan sedikit saja. Hal ini karena mereka telah wafat terlebih dahulu pada masa gencar-gencarnya penafsiran Alquran. Selain itu, mereka juga disibukkan dengan urusan kekhalifahan serta penaklukan wilayah-wilayah Islam. Begitu juga dengan Zaid bin Tsabit, Abu Musa al-Asy’ari, dan Abdullah bin Zubair yang ditemukan sedikit riwayat penafsirannya.
Sedangkan Ali bin Abi Thalib banyak ditemukan riwayat tafsirnya dan beliau wafat pada masa banyaknya kebutuhan masyarakat dalam memahami makna yang terkandung dalam Alquran. Begitu juga dengan Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Mas’ud, dan Ubay bin Ka’ab yang memiliki pemahaman yang baik dalam bahasa Arab dan gaya bahasa Arab, serta berinteraksi langsung dengan Rasulullah saw, sehingga mereka mampu berijtihad dalam menafsirkan ayat-ayat Alquran.
Baca Juga: Perhatian Sahabat dan Tabiin Terhadap Tafsir Alquran
Beberapa mufasir dari kalangan sahabat
Dalam at-Tafsir wa al-Mufassirun karya Husain Ad-Dzahabi disebutkan beberapa mufasir dari kalangan sahabat.
Pertama, Abdullah bin Abbas bin Muthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf. Beliau adalah anak paman Rasulullah saw. yang selalu mengikuti jejak langkah Rasulullah saw. sejak beliau masih kecil. Bibinya yakni Maimunah adalah istri Rasul. Usianya tiga belas tahun pada saat Rasulullah wafat, sehingga setelah wafatnya Rasul beliau menimba ilmu kepada para sahabat senior.
Ibnu Abbas dijuluki dengan al-habru (saleh) dan al-bahru (lautan) karena ilmunya yang luas. Beliau memiliki kedudukan yang agung dalam berijtihad dan mengetahui makna-makna yang terkandung dalam Alquran. Bahkan sahabat Umar bin Khattab bersama sahabat senior lainnya pernah duduk di majelis ilmu Ibnu Abbas untuk menimba ilmu darinya. Kehidupan Ibnu Abbas dihabiskan dengan belajar dan mengajar.
Beberapa peneliti mengugkap bahwa di antara sebab-sebab kecerdasan Ibnu Abbas adalah doa Rasulullah saw. kepadanya اللّهم عَلِّمْهُ الْكِتَابَ والْحِكْمَةَ atau dalam riwayat lain disebutkan اللّهم فَقِّهْهُ فِيْ الدِّيْنِ وَعَلِّمْهُ التَّأْوِيْلِ. Beliau juga tumbuh besar di rumah Rasul serta keikutsertaannya secara konsisten dalam dakwah Rasul, Ibn Abbas juga senantiasa menimba ilmu kepada para sahabat senior setelah wafatnya Rasul, pemahamannya terhadap bahasa Arab juga sangat baik, mampu berijtihad, dan berani mengatakan suatu kebenaran, meski berbeda dengan kebanyakan sahabat yang lain pada saat itu.
Kedua, Abdullah bin Mas’ud bin Ghafil. Beliau adalah sahabat penghafal Alquran yang bacaannya disukai Rasulullah saw. Hal ini sebagaimana suatu riwayat yang menyebutkan Rasulullah meminta Ibnu Mas’ud membacakan Q.S. An-Nisa’ dan ketika sampai pada ayat فَكَيْفَ إذَا جِئْنَا مِنْ كلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيْدٍ وَجِئْنا بِكَ عَلَى هَؤُلاَءِ شَهِيْدًا, Rasulullah menangis dan berkata “Barang siapa senang membaca Alquran dengan benar sebagaimana ketika diturunkan, maka hendaklah dia membaca Alquran berdasarkan bacaan Ibnu Ummi ‘Abd (Ibnu Mas’ud)” (HR. Ibnu Majah Nomor 135).
Ibnu Mas’ud adalah sahabat yang paling ‘alim terhadap Alquran, beliau juga sahabat yang paling mengerti mengenai ayat-ayat muhkam dan mutasyabih, hukum halal dan haram, kisah-kisah dalam Alquran, sebab-sebab turunnya Alquran, mendalam ilmu agamanya, dan mengetahui sunnah Nabi.
Baca Juga: Mengenal Kitab Tafsir Ibnu Abbas al-Musamma Shahifah Ali bin Abi Talhah
Ketiga, Ali bin Abi Thalib yang merupakan menantu Rasulullah sekaligus anak paman Rasul. Ibunya bernama Fatimah binti Asad bin Hasyim. Ali merupakan salah satu dari golongan pertama yang masuk Islam dan membenarkan ajaran Rasul serta ikut hijrah bersama Rasul.
Ali bin Abi Thalib merupakan lautan ilmu yang kuat hujjahnya serta mampu menentukan hukum dengan benar. Beliau juga mampu melihat sesuatu yang hanya bisa dilihat dengan mata batin dan banyak sekali sahabat yang berkonsultasi kepadanya untuk menjawab persoalan-persoalan. Ali merupakan orang yang matang akalnya, cerdas, dan melimpah ilmunya.
Banyak sekali riwayat penafsiran yang bersumber dari Ali, tetapi perlu diketahui bahwa riwayat tafsir yang shahih dari Ali itu sedikit. Hal ini karena munculnya kelompok Syiah yang terlalu fanatik terhadap Ali sehingga mereka membuat-buat hadis untuk membela kelompok mereka.
Keempat, Ubay bin Ka’ab bin Qays dari golongan sahabat Anshar. Beliau adalah orang yang pertama kali menuliskan wahyu untuk Rasulullah saw. Kecerdasannya menjadikannya banyak memahami makna-makna, dan rahasia-rahasia yang terkandung dalam Alquran. Beliau juga banyak mengetahui tentang sebab-sebab diturunkannya Alquran, ayat-ayat yang diturunkan terlebih dahulu dan ayat-ayat yang diturunkan belakangan, dan teori naskh mansukh.
Banyak riwayat tafsir yang berasal dari Ubay ini dinilai shahih dan muttashil dengan jalur periwayatan yang berbeda-beda, tetapi sebagian ulama juga masih meninjau ulang tafsir-tafsir yang dinisbatkan kepadanya karena sebagaimana sahabat-sahabat lain, ternyata juga banyak ditemukan riwayat palsu yang dinisbatkan kepadanya.
Mufasir dari kalangan para sahabat ini bisa jadi masih banyak lagi, namun catatan tentang mereka mungkin masih terbatas. Penafsiran dari mereka pun juga masih berupa riwayat yang sangat sering terserak di beberapa tempat, belum terkumpul dalam satu jilid kitab. Dari beberapa sahabat yang tersebut di pembahasan, mungkin tidak hanya sebagian sahabat yang riwayat-riwayat penafsirannya sudah dikompilasi dalam satu kitab.
Oleh karena itu, pengkajian tentang penafsiran sahabat ini masih sangat terbuka untuk dilanjutkan. Wallah a’lam.