Salah satu gaya dakwah al-Quran adalah menyebutkan sebuah peristiwa dan menyamarkan pelaku peristiwa tersebut. Tak jarang al-Quran menyebutkan kata ganti seperti “orang-orang” ataupun kata ganti individu sebagai pelaku peristiwa tanpa menjelaskan nama atau profil yang dimaksud. Siapakah sosok yang disamarkan dalam al-Quran? Mengapa al-Quran menyamarkan sosok mereka?
Salah satu contoh keberadaan sosok yang disamarkan dalam al-Quran adalah:
إِنْ تَتُوبَا إِلَى اللَّهِ فَقَدْ صَغَتْ قُلُوبُكُمَا وَإِنْ تَظَاهَرَا عَلَيْهِ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ مَوْلاهُ وَجِبْرِيلُ وَصَالِحُ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمَلائِكَةُ بَعْدَ ذَلِكَ ظَهِيرٌ
jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, Maka Sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan); dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik; dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula.(Q.S. At-Tahrim [66], 4).
Ayat ini menyinggung tentang sosok dua orang yang saling bekerja sama menyusahkan Nabi Muhammad. Tidak ada nama yang disebutkan, dan tidak ada sedikit profil dari keduanya yang disinggung. Para pengkaji al-Quran tentunya merasa penasaran tentang detail peristiwa tersebut dan mengapa al-Qur’an enggan dengan jelas menyebutkan nama mereka berdua.
Baca Juga: Tersimpan di Perpustakaan Rotterdam Belanda, Inilah Mushaf Al Quran Tertua dari Nusantara
Kajian Tentang Sosok Yang Disamarkan Dalam Al-Quran
Ulama’ ahli al-Qur’an menamai kajian yang secara khusus menelusuri sosok yang disamarkan dalam al-Quran dengan nama Ilmu Mubhamat Al-Qur’an. Hanif ibn Hasan dalam catatan tahqiqnya terhadap kitab Tafsir Mubhamat Al-Qur’an karya Imam Muhammad Al-Balansi mendefinisikan Mubhamat sebagai tiap kata di dalam al-Qur’an yang menyinggung suatu sosok, namun oleh Allah tidak disebutkan secara jelas namanya. (Tafsir Mubhamat Al-Qur’an /1/34)
Entah yang tak jelas namanya itu adalah nabi, kekasih Allah dan selainnya. Entah itu dari jenis manusia, malaikat, jin, kota, bintang, pohon atau hayawan yang memiliki nama atau jumlah tak terhingga. Atau bisa berupa suatu waktu yang tak dijelaskan serta tempat yang tak dikenal.
Ulama’ yang cukup awal menyusun karya tentang kajian ini adalah Abul Qasim As-Suhaili (508-581 H) yang menyusun kitab berjudul At-Ta’rif Wal I’lam Bima Ubhima Fil Qur’an Minal Asma’ Wal A’lam. Setelah itu, Abu ‘Abdullah Ibn ‘Askar (w. 636 H) menyusun kitab berjudul At-Takmil Wal Itmam li Kitabi At-Ta’rif Wal I’lam.
Selain keduanya, ada cukup banyak ulama’ yang menyusun karya yang secara khusus membahas ilmu tersebut. Salah satunya Imam As-Suyuthi yang menyusun karya berjudul Mufhimatul Aq’ran Fi Mubhamatil Qur’an.
Sumber Pelacakan Dan Tujuan Penyamaran
Sumber pelacakan profil dari sosok yang disamarkan adalah al-Qur’an, hadis serta atsar sahabat dan tabi’in. Imam As-Suyuthi menyatakan bahwa sumber pelacakan dalam Ilmu Mubhamat adalah dalil naqli atau keterangan nabi Muhammad sendiri, keterangan sahabat yang mengambil dari nabi, atau tabi’in yang mengambil dari sahabat. Imam as-Suyuthi menutup kemungkinan sumber pelacakan dari penalaran belaka. (Mufhimatul Aq’ran/8)
Sedang tujuan disamarkannya sosok-sosok tersebut disinyalir para ulama’ disebabkan salah satu dari 7 kemungkinan. Berikut rincian 7 kemungkinan tersebut beserta contohnya:
- Sudah di jelaskan di ayat lain. Di dalam ayat di bawah ini disebutkan tentang “orang-orang” yang masih samar jati diri mereka. Tapi, di surat an-Nisa ayat 69 sudah ada keterangan siapa sebenarnya mereka.
صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّينَ
(Yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. (Q.S. Al-Fatihah [1], 7).
- Dianggap sudah diketahui sebab masyhur. Di dalam ayat di bawah ini di singgung tentang sosok istri Nabi Adam. Diungkapkan secara samar sebab sudah banyak yang tahu bahwa istri Nabi Adam adalah Siti Hawa.
وَقُلْنَا يَا آدَمُ اسْكُنْ أَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ
Dan Kami berfirman: “Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini.(Q.S. Al-Baqarah [2], 35).
- Sengaja ditutupi sebagai bentuk dakwah yang halus pada sosok yang disamarkan. Hal ini sebagaimana cara dakwah Nabi Muhammad yang saat menunjukkan ketidak setujuan terhadap prilaku seseorang, Nabi enggan menyebut orang itu secara jelas. Contoh bagian ini adalah ayat berikut yang menyinggung suatu kaum yang samar siapa mereka:
أَوَكُلَّمَا عَاهَدُوا عَهْدًا نَبَذَهُ فَرِيقٌ مِنْهُمْ
Patutkah (mereka ingkar kepada ayat-ayat Allah), dan Setiap kali mereka mengikat janji, segolongan mereka melemparkannya? (Q.S. An-Nisa’ [4], 44).
- Tidak ada manfaat dalam menyebutkannya. Hal ini sebagaimana kisah-kisah dalam al-Qur’an yang lebih bermanfaat mengambil hikmah dari kisah tersebut, bukannya mencari siapa pelakunya. Contoh bagian ini adalah ayat berikut yang menyinggung sesosok orang:
أَوْ كَالَّذِي مَرَّ عَلَى قَرْيَةٍ وَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَى عُرُوشِهَا
Atau Apakah (kamu tidak memperhatikan) orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya. (Q.S. Al-Baqarah [2], 259).
- Bertujuan agar difahami bahwa hukum yang dikenakan pada sosok tersebut juga berlaku pada orang lain (berlaku secara umum). Contoh bagian ini adalah ayat berikut yang menyinggung sesosok orang:
وَمَنْ يَخْرُجْ مِنْ بَيْتِهِ مُهَاجِرًا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ
Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), Maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. (Q.S. An-Nisa’ [4], 100).
- Tidak menyebutkan nama secara langsung sebagai bentuk penghormatan. Ini sebagaimana sahabat Abu Bakar yang disinggung sebagai “temannya” dalam ayat di bawah ini. Sebutan “temannya” adalah bentuk penghormatan sebab berarti Abu Bakar diakui sebagai teman Nabi Muhammad.
إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا
Di waktu Dia berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka cita, Sesungguhnya Allah beserta kita.” (Q.S. At-Taubah [9], 40).
- Menunjukkan betapa hinanya sosok yang disamarkan. Ini seperti sesosok yang disebut sebagai pembenci Nabi Muhammad. Posisinya yang hinanya membuat ia tak pantas untuk dijelaskan.
إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الأبْتَرُ (٣)
Sesungguhnya orang yang membenci kamu dialah yang terputus. (Q.S. al-Kautsar [108], 3).