Sebelum adanya proses stardarisasi mushaf, beberapa sahabat Nabi telah memiliki berbagai kumpulan salinan Al-Qur’an yang kemudian dijadikan oleh sekumpulan komunitas umat Islam sebagai rujukan bacaan Al-Qur’an. Salah satu produk mushaf pra-utsmani yang terkenal dan memiliki pengaruh yang luas saat itu adalah mushaf Ibnu Mas’ud.
Biografi Ibnu Mas’ud
Seorang sahabat ahli Al-Qur’an yang memiliki nama asli Abdullah ibn Mas’ud ini dilahirkan dari seorang ayah yang bernama Mas’ud ibn Ghafil dan ibu yang bernama Ummu ‘Abd bint ‘Abd Wadd. Keluarga Ibnu Mas’ud ini masih bagian dari kabilah Hudzail, karena nasab keluarga tersebut tersambung hingga Hudzail ibn Mudrikah ibn Ilyas ibn Mudhar.
Ibnu Mas’ud juga mendapatkan kunyah (nama panggilan) dari Rasulullah dengan sebutan Abu Abdurrahman. Selain itu, beliau juga memiliki laqab (julukan) dengan nama Ibnu Ummi ‘Abd. Ibnu Mas’ud menikah dengan dua istri, yaitu Raithah dan Zainab. Dari pernikahan tersebut menghasilkan tiga anak laki-laki dan beberapa anak perempuan. Beliau dalam beberapa kesempatan juga turut serta berpartisipasi dalam beberapa peperangan, seperti Perang Badr, Perang Uhud, dan Perang Yarmuk.
Baca Juga: Para Tabi’in Utama Jebolan Madrasah Tafsir Ibn Mas’ud di Irak
Selama hidupnya, Ibnu Mas’ud tumbuh dalam keadaan senantiasa berdekatan dengan Rasulullah, baik siang maupun malam dan dalam keadaan mukim ataupun safar. Sehingga tidak heran dengan kedekatan tersebut, Ibnu Mas’ud mampu meriwayatkan 70 surah secara langsung dari lisan Nabi.
Bahkan, dalam kitab Abdullah ibn Mas’ud: ‘Amid Hamlah al-Qur’an wa Kabir Fuqaha’ al-Islam karya ‘Abd al-Sattar al-Syaikh, terdapat riwayat yang menjelaskan bahwa Ibnu Mas’ud adalah orang pertama setelah Rasulullah yang membaca Al-Qur’an secara lantang dan terang-terangan di Makkah. Sekalipun saat itu mendapat tanggapan keras dari kaum kafir Quraisy saat itu.
Kemudian, sama halnya dengan Ubay ibn Ka’ab, Ibnu Mas’ud juga diberi otoritas oleh Nabi untuk mengajarkan Al-Qur’an kepada umat Islam. Sebagaimana disebutkan dalam kitab Jami’ al-Masanid wa al-Sunan dari jalur Abu Mu’awiyah, dalam sebuah sabda Nabi berikut:
خُذُوْ القُرْآنَ مِنْ أَرْبَعَةٍ: مِنْ ابْنِ مَسْعُوْدٍ وَأُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ وَمُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ وَسَالِمِ مَوْلَى أَبِيْ حُذَيْفَةَ
“Ambillah bacaan Al-Qur’an dari empat orang: Ibnu Mas’ud, Ubay ibn Ka’ab, Mu’adz ibn Jabal dan Salim maula Abu Hudzaifah” (Hadis no. 748)
Ibnu Mas’ud wafat pada tahun 32 H/33 H di kota Madinah, dimana saat itu umur beliau telah mencapai 60 tahun. Dalam proses pemakamanya, khalifah Utsman ibn ‘Affan turut serta melakukan shalat jenazah terhadap jasad sang pakar Al-Qur’an tersebut. Beliau dimakamkan di pemakaman Baqi’, Madinah.
Baca Juga: Mengenal Mushaf Pra-Utsmani (1): Sejarah Awal Mula Penulisan Mushaf dan Klasifikasinya
Struktur Sistematika Mushaf Ibnu Mas’ud
Salah satu karakteristik mushaf Ibnu Mas’ud adalah terletak pada susunan surah yang berbeda dengan mushaf utsmani. Dalam kitab al-Itqan fi Ulum al-Qur’an karya Jalaluddin al-Suyuthi, beliau menyebutkan bahwa jumlah surah pada mushaf Ibnu Mas’ud terdapat sebanyak 112 surah, karena dalam mushaf tersebut tidak memasukkan surah al-Mu’awwidzatain (al-Falaq dan al-Nas).
Namun, dalam proses perincianya, al-Suyuthi hanya menyebutkan 108 surah. Dengan demikian, maka ketika proses perincianya al-Suyuthi tidak menyebutkan surah al-Fatihah [1], Qaf [50], al-Hadid [57], dan al-Haqqah [69]. Skema rincian susunan surah mushaf Ibnu Mas’ud tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut:
No. | Nama Surah | No. | Nama Surah | No. | Nama Surah |
1 | al-Baqarah | 37 | Luqman | 73 | ‘Abasa |
2 | al-Nisa’ | 38 | al-Zumar | 74 | al-Insan |
3 | Ali ‘Imran | 39 | al-Mu’min | 75 | al-Mursalat |
4 | al-A’raf | 40 | al-Zukhruf | 76 | al-Qiyamah |
5 | al-An’am | 41 | Fushshilat | 77 | al-Naba’ |
6 | al-Ma’idah | 42 | al-Syura | 78 | al-Takwir |
7 | Yunus | 43 | al-Ahqaf | 79 | al-Infithar |
8 | al-Taubah | 44 | al-Jatsiyah | 80 | al-Ghasyiyah |
9 | al-Nahl | 45 | al-Dukhan | 81 | al-A’la |
10 | Hud | 46 | al-Fath | 82 | al-Lail |
11 | Yusuf | 47 | al-Hasyr | 83 | al-Fajr |
12 | al-Kahfi | 48 | al-Sajdah | 84 | al-Buruj |
13 | al-Isra’ | 49 | al-Thalaq | 85 | al-Insyiqaq |
14 | al-Anbiya’ | 50 | al-Qalam | 86 | al-’Alaq |
15 | Thaha | 51 | al-Hujurat | 87 | al-Balad |
16 | al-Mu’minun | 52 | al-Mulk | 88 | al-Dhuha |
17 | al-Syu’ara | 53 | al-Taghabun | 89 | al-Thariq |
18 | al-Shaffat | 54 | al-Munafiqun | 90 | al-’Adiyat |
19 | al-Ahzab | 55 | al-Jumu’ah | 91 | al-Ma’un |
20 | al-Hajj | 56 | al-Shaff | 92 | al-Qari’ah |
21 | al-Qashash | 57 | al-Jinn | 93 | al-Bayyinah |
22 | al-Naml | 58 | Nuh | 94 | al-Syams |
23 | al-Nur | 59 | al-Mujadilah | 95 | al-Tin |
24 | al-Anfal | 60 | al-Mumtahanah | 96 | al-Humazah |
25 | Maryam | 61 | al-Tahrim | 97 | al-Fil |
26 | al-Ankabut | 62 | al-Rahman | 98 | Quraisy |
27 | al-Rum | 63 | al-Najm | 99 | al-Takatsur |
28 | Yasin | 64 | al-Thur | 100 | al-Qadr |
29 | al-Furqan | 65 | al-Dzariyat | 101 | al-Zalzalah |
30 | al-Hijr | 66 | al-Qamar | 102 | al-’Ashr |
31 | al-Ra’d | 67 | al-Waqi’ah | 103 | al-Nashr |
32 | Saba’ | 68 | al-Nazi’at | 104 | al-Kautsar |
33 | al-Malaikah (Fathir) | 69 | al-Ma’arij | 105 | al-Kafirun |
34 | Ibrahim | 70 | al-Mudatstsir | 106 | al-Lahab |
35 | Shad | 71 | al-Muzammil | 107 | al-Ikhlash |
36 | Muhammad | 72 | al-Muthaffifin | 108 | al-Insyirah |
Taufik Adnan Amal dalam karyanya Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an menjelaskan bahwa perbedaan mendasar antara mushaf Ibnu Mas’ud dengan mushaf utsmani adalah terkait beberapa aspek berikut: Pertama, perbedaan vokalisasi konsonan yang sama, semisal kata rusydan dibaca rasydan. Kedua, pemberian titik diakritis (i’jam) terhadap kerangka konsonantal yang sama ataupun yang berbeda, seperti titik ba dalam kata busyran diganti dengan titik nun sehingga berubah menjadi nusyran.
Ketiga, penyisipan atau pengurangan kata/sekelompok kata, misalnya kata tathawwa’a khairan disisipi kata bi sehingga menjadi tathawwa’a bi khairin. Keempat, perbedaan kerangka grafis kata-kata tertentu, semisal kata ihdina (Q.S. al-Fatihah [1]: 6) dalam teks utsmani dibaca arsyidna dalam teks mushaf Ibnu Mas’ud. Serta masih banyak ragam perbedaan lainya.
Baca Juga: Mengenal Mushaf Pra-Utsmani (2): Mushaf Ubay ibn Ka’ab
Sebagai tambahan, Ibn Abi Dawud menceritakan dalam kitabnya al-Mashahif, tatkala Utsman mengirim salinan resmi mushaf utsmani ke Kufah, sekaligus dengan perintah untuk membakar mushaf-mushaf lainya, termasuk mushaf milik Ibnu Mas’ud. Mendengar hal itu, maka Ibnu Mas’ud pun marah seraya berkata:
“Bagaimana engkau menyuruhku untuk membaca qira’ah (hasil salinan teks) Zaid ibn Tsabit, sedangkan aku telah membaca Al-Qur’an dari lisan Nabi secara langsung sebanyak 70 surah, dan Zaid saat itu hanya memiliki rambut dua helai (masih kecil). Bahkan, saat itu ia dalam keadaan sedang bermain dengan anak-anak kecil lainya”
Namun demikian, pada akhirnya Ibnu Mas’ud pun mulai ridha dan menerima salinan mushaf resmi hasil kodifikasi dari tim penulis wahyu yang dibentuk oleh Utsman ibn ‘Affan. Sehingga mengakibatkan beberapa penduduk Kufah mulai menerima mushaf utsmani sebagai ganti dari mushaf Ibnu Mas’ud.
Walaupun di Kufah terdapat sejumlah muslim yang menerima mushaf utsmani, namun tidak bisa dipungkiri bahwa sebagian besar penduduk Kufah masih berpegang pada mushaf Ibnu Mas’ud. Hal ini dikarenakan mushaf Ibnu Mas’ud termasuk mushaf yang paling berpengaruh di Kufah. Kuatnya pengaruh tersebut dapat dilihat dari sejumlah produk mushaf sekunder yang masih menjadikan mushaf Ibnu Mas’ud sebagai rujukan utama, seperti mushaf Alqamah ibn Qaism, mushaf al-Rabi’ ibn Khutsaim, dan masih banyak lainya. Wallahu A’lam