BerandaKhazanah Al-QuranMengenal Tafsir As-Sya’rawi: Tafsir Hasil Kodifikasi Ceramah

Mengenal Tafsir As-Sya’rawi: Tafsir Hasil Kodifikasi Ceramah

Mengenal tafsir As-Asya’rawi, pasti tidak terlepas dengan tokoh mufassir terkenal pada abad ke-20. Di tengah-tengah modernitas, lahirlah seorang tokoh mufasir cum tokoh politik yang moderat, yaitu Syekh Muhammad Mutawalli Asy-Sya’rawi. Konsistensi As-Sy’arawi dalam menafsirkan Al-Quran merupakan realisasi terhadap pandangannya bahwa keutamaan menafsirkan Al-Quran adalah dengan Al-Quran itu sendiri, berdasar pada adagium Al-Quran yufassiru ba’duhu ba’dhan. Penafsiran As-Sya’rawi ini menggunakan corak adabi ijtima’i dan i’jazi


Baca juga: Ingin Punya Keturunan Yang Saleh? Amalkan 3 Doa Nabi Ibrahim Ini


Mengenal Tafsir As-Sya’rawi

Badruzaman M. Yunus dalam Tafsir as-Sha’rawiy: Tinjauan Terhadap Sumber Metode dan Ittijah, mengatakan bahwa judul tafsir ini adalah Tafsir al-Sha’rawiy: Khawatir al-Sha’rawiy Haula al-Qur’an al-Karim. Tafsir ini terdiri dari 20 jilid. Sesungguhnya Tafsir as-Sha’rawi tidaklah secara langsung ditulis oleh as-Sha’rawi, melainkan ditulis oleh sebuah lajnah yang di antara anggotanya adalah Muhammad al-Sinrawi dan Abd Waris al-Dasuqi.

Tafsir ini diterbitkan oleh Akhbar al-Yaum pada tahun 1991 dan pernah dimuat dalam majalah al-Liwa’ al-Islamiy dari tahun 1986 hingga tahun 1989, nomor 251 hingga 332, sedang yang mengedit dan mentakhrij hadits-haditsnya adalah Ahmad Umar Hashim. Pada mulanya tafsir ini merupakan hasil dokumentasi ceramah as-Sha’rawi.

Namun demikian, untuk membuktikan bahwa kitab tafsir ini benar-benar merupakan hasil pemikirannya seputar ayat-ayat Alquran. Maka, dalam versi cetaknya disertai pernyataan langsung darinya yang mengatakan bahwa isi kitab tafsir ini adalah benar pemikirannya dan dibubuhi tanda tangannya. Sedangkan dalam lembar berikutnya disertai pengesahan Lembaga Penelitian al-Azhar, yaitu Majma’ al-Buhuth al-Islamiyyah, merupakan lembaga otoritatif dalam menentukan kelayakan suatu karya.

Selain itu, untuk penafsiran yang merujuk pada riwayat atau hadits dari Rasulullah saw. maka Tafsir as-Sha’rawi telah dilakukan uji keshihannya sekaligus diberi rujukan terhadap seluruh riwayat yang disebutkan mukharrij-nya. Dalam penafsirannya, corak khas yang nampak adalah adabi ijtimaʽi.

Sumber-sumber penafsiran a-Sha’rawi sebagaimana dijelaskan Muhammad ‘Ali Iyazy dalam al-Mufassirun Hayatahum wa Manhajuhum diantaranya seperti: Tafsir al-Manar karya Muhammad Abduh dan Rashid Rida, Tafsir Fî Zilali al-Qur’an karya Sayyid Qutub, Tafsir al-Thabari karya Ibnu Jarir al-Thabari, Mafatih al-Ghaib karya Fakhruddin al-Razi, al-Kasshaf  karya al-Zamakhshari, al-Anwar al-Tanzil wa Asrar al-Ta’`wil  karya al-Baidhawi, dan Tafsir Dur al-Mantsur karya Jalaluddin al-Suyuthi.


Baca juga: Mengenal Kitab Fathul Khabir dan Ulumul Qurannya Karya Syekh Mahfudz At Tarmasi


Keunikan Tafsir As-Sya’rawi

Ada beberapa keunikan yang terdapat dalam Tafsir As-Sya’rawi di antaranya kaidah kebahasaan dan penafsiran ayat dengan ayat.

Kaidah kebahasaan

Tafsir As-Sya’rawi sarat akan nuansa gramatikal, As-Sya’rawi sangat teliti dalam mencermati kaidah kebahasaan dalam Al-Quran, sehingga mampu menguliti dan menggunakan bahasa yang ringan yang dapat dipahami oleh semua kalangan. Sebagai contoh ketika menjelaskan Surat Al-Baqarah [2]: 258,

اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْ حَاۤجَّ اِبْرٰهٖمَ فِيْ رَبِّهٖٓ اَنْ اٰتٰىهُ اللّٰهُ الْمُلْكَ ۘ اِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّيَ الَّذِيْ يُحْيٖ وَيُمِيْتُۙ قَالَ اَنَا۠ اُحْيٖ وَاُمِيْتُ ۗ

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan, “Tuhanku adalah yang menghidupkan dan mematikan..”

Pada ayat ini didahului dengan ungakapan “alam tara”. Coba kita perhatikan penggabungan kalimat ini terdiri dari hamzah (merupakan bentuk tanda tanya atau istifham) dan huruf lam (huruf untuk menafikan sesuatu atau harfun nafy). Selanjutnya, kata setelahnya yaitu tara, bentul fi’il mudhari, berarti kamu melihat.

Kalimat ini begitu nampak mempesona sekaligus memberi nuansa makna yang amat mendalam. Huruf hamzah yang datang sebelum huruf lam merubahnya menjadi bentuk pengingkaran terhadap pekerjaan yang dinafikan. Sehingga membawa kita pada makna sebenarnya yaitu anta raaita, kamu telah melihatnya.

Begitulah kira-kira penafsiran As-Sya’rawi dari segi kebahasaan. Selain menjelaskan kedudukan kata, ia juga memaparkan bagaimana penggunaan kaidah kebahasaan dalam Al-Quran dan tujuan dari susunan kalimat yang dimaksud dalam Al-Quran. Sungguh indah bukan!


Baca juga: TGB Zainul Majdi: Makna Khalifah dalam Q.S. Al-Baqarah [2]: 30 Tidak Memuat Tendensi Politis


Penafsiran Ayat dengan Ayat

Penafsiran model seperti ini banyak dijumpai dalam Tafsir As-Sya’rawi. Sebagai contoh, ketika menafsirkan Surah Al-An’am [6]: 75,

وَكَذٰلِكَ نُرِيْٓ اِبْرٰهِيْمَ مَلَكُوْتَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَلِيَكُوْنَ مِنَ الْمُوْقِنِيْنَ

 “Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tandatanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan bumi dan (Kami memperlihatkannya) agar dia termasuk orang yang yakin.

As-Sya’rawi tatkala menjelaskan kata al-malakut, beliau tidak melepaskan pemahamannya sebatas pada kaidah gramatikal atau semantik belaka, melainkan menggunakan ayat lain guna memudahkan dalam pemahaman dari suatu kata yang dimaksudkan dalam Al-Quran. Al-Malakut terambil dari kata malaka, berarti menguasai.

Kata ini merupakan bentuk format intensitas, yang menunjukkan pelaku melakukan sesuatu dalam cakupan yang luas atau besar. Maka pada kata malakut menunjukkan kekuasaan. Kata ini sama halnya dengan bentuk kata rahamut, yang berarti rahmat yang agung, diambil dari kata rahima, menyayangi.

Dengan demikian, kata malakut mengantarkan kita pada pemahaman atas hakikat sesuatu yang tidak terbatas (unlimited) sehingga berkaitan dengan pengetahuan yang nonfisik atau tidak terlihat secara kasat mata. Maka logikanya, jika dikatakan “Kekuasan-Nya meliputi segenap langit dan bumi”, maka otoritas-Nya tidak terbatas. Sebaliknya pada kata malaka, menunjuk pada sesuatu  yang terbatas sehingga terkait dengan pengetahuan yang tampak (common sense) seperti halnya dalam Q.S. as-Syu’ara [26]: 77-81 dalam Tafsir As-Sya’rawi.

Jadi, tujuan besar yang ingin disampaikan oleh As-Sya’rawi dalam Tafsirnya ialah mengungkap kemukjizatan Al-Quran dan menyampaikan pesan keimanan. Tafsir As-Sya’rawi sengaja ditulis dalam gaya pidato yang ringan sehingga mudah dipahami semua kalangan termasuk muridnya sendiri. Metode penafsirannya adalah tafsir tahlili, dengan pendekatan pengkajian menggunakan bil ra’yi, sedangkan coraknya adalah adabi ijtima’i dan i’jazi.

Dari hal di atas menjadi gamblang, bahwa penulisan Tafsir as-Sha’rawi yang diperoleh dari kodifikasi hasil rekaman ceramah beliau setidaknya dilatarbelakangi dengan tujuan mendokumentasikan dan mempublikasikan pemikiran ilmiah as-Sha’rawi sebagai  salah satu ulama Islam kontemporer di bidang tafsir. Wallahu A’lam.

Miatul Qudsia
Miatul Qudsia
Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Alquran dan Tafsir UIN Sunan Ampel Surabaya, pegiat literasi di CRIS (Center for Research and Islamic Studies) Foundation
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Belajar parenting dari dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

Belajar ‘Parenting’ dari Dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

0
Dalam hal parenting, Islam mengajarkan bahwa perhatian orang tua kepada anak bukan hanya tentang memberi materi, akan tetapi, juga pendidikan mental dan spiritual yang...