BerandaTafsir TematikMenghadapi “Zulaikha Virtual” dengan Amalan Nabi Yusuf

Menghadapi “Zulaikha Virtual” dengan Amalan Nabi Yusuf

Fenomena pornografi dan pornoaksi di Indonesia masih menjadi masalah serius karena berpotensi besar merusak akhlak pemuda-pemudi bangsa (Rajab dkk., 2021: 7). Tindakan asusila di masa sekarang memang semakin rentan dikarenakan rendahnya pengawasan sosial dan perkembangan teknologi, apalagi dengan adanya alat kontrasepsi yang disalahgunakan untuk melakukan seks bebas (Giddens, 1992: 66-70).

Godaan dan hawa nafsu tidak hanya datang melalui dimensi fisik seperti ketika dahulu Zulaikha menggoda Yusuf. Namun, gejolak syahwat kini dapat timbul dari layar kaca yang dapat menjerumuskan seseorang dalam perbuatan maksiat.

Tindakan asusila yang bervariasi di media digital dikenal dengan cybersex (Prabowo, 2021: 81). Aktivitas seksual cybersex dilakukan melalui media sosial dengan menggunakan pesan teks, gambar, video, atau komunikasi interaktif lainnya. Fenomena ini berkembang pesat seiring dengan kemajuan teknologi digital dan ketersediaan platform daring seperti media sosial, aplikasi pesan instan, dan situs khusus.

Cybersex dapat dilakukan oleh individu yang saling mengenal atau oleh orang yang belum pernah bertemu secara langsung. Bentuk cybersex bervariasi, mulai dari sekadar bertukar pesan erotis, berbagi foto atau video eksplisit, bermain game erotis, hingga interaksi langsung melalui panggilan video (videocall sex) (Prabowo, 2021: 84-85). Faktor pendorong aktivitas ini meliputi kemudahan akses, anonimitas, dan keinginan untuk mendapatkan kepuasan seksual tanpa keterlibatan fisik langsung.

Untuk menghindari dampak negatifnya, penting bagi setiap muslim untuk menjaga privasi digital, meningkatkan kesadaran akan keamanan siber, serta memahami batasan etika dan hukum terkait aktivitas di media sosial. Oleh karena itu, pendidikan karakter menjadi sangat urgen di seluruh lapisan masyarakat. Selain panduan sosial dan teknologi, ajaran Alquran juga memiliki peran penting sebagai fondasi karakter muslim yang ideal.

Tubuh sebagai Amanah Allah

Tubuh adalah amanah dari Allah yang wajib dipelihara fungsi dan kehormatannya oleh setiap insan, dimulai dari menjaga tata busana dan pergaulan dalam lingkup sosial. Allah senantiasa memperingatkan kita untuk tidak menuruti hawa nafsu dan berusaha mengingat Allah dalam setiap keadaan, sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Kahfi [18] ayat 28 yang berbunyi,

وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَدٰوةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيْدُوْنَ وَجْهَهٗ وَلَا تَعْدُ عَيْنٰكَ عَنْهُمْۚ تُرِيْدُ زِيْنَةَ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۚ وَلَا تُطِعْ مَنْ اَغْفَلْنَا قَلْبَهٗ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوٰىهُ وَكَانَ اَمْرُهٗ فُرُطًا

Bersabarlah engkau bersama orang-orang yang menyeru Tuhannya pada pagi dan petang hari dengan mengharap keridaan-Nya. Janganlah kedua matamu berpaling dari mereka karena mengharapkan perhiasan kehidupan dunia. Janganlah engkau mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami serta menuruti hawa nafsunya dan keadaannya melewati batas.”

Baca juga: Memahami Makna Seksualitas Perempuan Melalui Kisah Yusuf dan Zulaikha dalam Alquran

As-Sa’di (2002: 475) menjelaskan ayat ini dalam tafsirnya bahwa Allah memerintahkan Nabi-Nya, Muhammad dan para sahabatnya (termasuk umatnya) supaya bersabar bersama orang-orang beriman. Serta menjauhi godaan dunia, sebab hal ini merupakan bahaya, tidak bermanfaat, penghancur kemaslahatan agama dan menjadikan hati bergantung dengan dunia. Akibatnya, pikiran dan angan-angan terfokuskan padanya. Kecintaan di hati terhadap akhirat sirna.

Sesungguhnya perhiasan dunia dapat membuat hati lalai untuk mengingat Allah dan lebih tertarik dengan aneka kelezatan dan godaan syahwat. Kemudian dia menjadi orang yang merugi dan menyesal selama-lamanya. Perintah untuk menjaga iffah (kesucian) dengan menahan diri dari yang tidak halal dan tidak bagus juga tertera sebagaimana firman Allah pada surah An-Nur [24] ayat 33.

Menjadi Generasi Yusuf di Era Digital

Kisah Nabi Yusuf memberikan teladan tentang bagaimana menjaga kehormatan dari hawa nafsu. Kisah tersebut termaktub dalam surah Yusuf [12] ayat 23-24:

وَرَاوَدَتْهُ الَّتِيْ هُوَ فِيْ بَيْتِهَا عَنْ نَّفْسِهٖ وَغَلَّقَتِ الْاَبْوَابَ وَقَالَتْ هَيْتَ لَكَ ۗقَالَ مَعَاذَ اللّٰهِ اِنَّهٗ رَبِّيْٓ اَحْسَنَ مَثْوَايَۗ اِنَّهٗ لَا يُفْلِحُ الظّٰلِمُوْنَ (۲٣) وَلَقَدْ هَمَّتْ بِهٖۙ وَهَمَّ بِهَا ۚ لَوْلَآ اَنْ رَّاٰ بُرْهَانَ رَبِّهٖۗ كَذٰلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوْۤءَ وَالْفَحْشَاۤءَۗ اِنَّهٗ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِيْنَ (۲۴)

“Perempuan, yang dia (Yusuf) tinggal di rumahnya, menggodanya. Dia menutup rapat semua pintu, lalu berkata, “Marilah mendekat kepadaku.” Yusuf berkata, “Aku berlindung kepada Allah. Sesungguhnya dia (suamimu) adalah tuanku. Dia telah memperlakukanku dengan baik. Sesungguhnya orang-orang zalim tidak akan beruntung (23). Sungguh, perempuan itu benar-benar telah berkehendak kepadanya (Yusuf). Yusuf pun berkehendak kepadanya sekiranya dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, Kami memalingkan darinya keburukan dan kekejian. Sesungguhnya dia (Yusuf) termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih (24).”

Ayat tersebut menunjukkan isyarat bahwa memang ketika seseorang hendak bermaksiat akan “menutup semua pintu”, sama halnya ketika melakukan tindakan cybersex diam-diam tanpa diketahui orang lain. Menurut Hamka, alih-alih menuruti hawa nafsunya, Nabi Yusuf menunjukkan keteguhan iman dan ihsan dalam situasi seperti ini yang ditandai dengan dua hal.

Baca juga: Menjadi Seorang Asketis di Era Media Sosial

Pertama, Nabi Yusuf meminta perlindungan pada Allah dari godaan nafsu dengan kalimat ta’awudz. Merasakan kehadiran dan pengawasan Allah merupakan ciri-ciri ihsan, meskipun seorang hamba tidak dapat melihat tuhannya. Kedua, terdapat burhan (tanda dari Allah) saat Nabi Yusuf menghadapi godaan Zulaikha. Tanda yang dimaksud adalah Yusuf ingat dirinya adalah utusan Allah, begitu pula ayahnya Nabi Ya’kub, anak dari Nabi Ishak dan anak dari Ibrahim. Kemudian sekilas Nabi Yusuf mengingat masa kecilnya dengan adiknya Bunyamin dan saudara-saudaranya yang menjatuhkannya ke sumur. Peristiwa itu membentuk karakter dan jiwa Yusuf untuk bertahan dan melawan cobaan kehidupan (Hamka, 1990: 3629).

Pemuda pemudi yang belum mampu melangsungkan pernikahan hendaknya menjauhi softporn (pemicu hawa nafsu) dan perilaku cybersex yang dapat menjerumuskan pada kemaksiatan. Dengan mengingat identitas sebagai muslim, menguatkan iman dan ihsan, serta mengingat jasa orang tua yang telah membesarkan setiap insan, semoga langkah-langkah ini dapat menjadi solusi bagi umat muslim untuk menjauhi maksiat dan godaan syahwat yang tersebar di media sosial.

Wallahu a’lam.

Diaz Ataya Larsen Wijaya
Diaz Ataya Larsen Wijaya
Mahasiswa Prodi Ilmu Alquran dan Tafsir IAIN Pontianak
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Linguistik dalam Alquran: Menjawab Tuduhan Orientalis

0
Ada banyak serangan dari orientalis pada Alquran. Salah satu bentuk serangan mereka adalah dengan mengatakan bahwa dalam mushaf Alquran terdapat kesalahan yang nyata, kekeliruan...