Menjadi seorang guru itu profesi yang mulia. Kemuliaan seorang guru datang karena ia merupakan sosok yang berperan dalam membawa masa depan peserta didiknya. Tugas seorang guru sangatlah berat, selain berperan mengajarkan ilmu pengetahuan, ia bertanggungjawab dalam menanamkan aspek nilai-nilai luhur kepada peserta didiknya. Sangking mulianya, Allah swt melukiskan pentingnya menjadi seorang guru yang ikhlas lillahi ta’ala dalam firman-Nya Q.S. Ali Imran [3]: 79,
مَا كَانَ لِبَشَرٍ اَنْ يُّؤْتِيَهُ اللّٰهُ الْكِتٰبَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُوْلَ لِلنَّاسِ كُوْنُوْا عِبَادًا لِّيْ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ وَلٰكِنْ كُوْنُوْا رَبَّانِيِّيْنَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُوْنَ الْكِتٰبَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُوْنَ ۙ
Tidak mungkin bagi seseorang yang telah diberi kitab oleh Allah, serta hikmah dan kenabian, kemudian dia berkata kepada manusia, “Jadilah kamu penyembahku, bukan penyembah Allah,” tetapi (dia berkata), “Jadilah kamu pengabdi-pengabdi Allah, karena kamu mengajarkan kitab dan karena kamu mempelajarinya!” (Q.S. Ali Imran [3]: 79)
Baca juga: Inilah Keutamaan Shalat Menurut Al-Quran: Tafsir QS. Al-Ankabut [29] Ayat 45
Tafsir Surat Ali Imran Ayat 79
Dalam Kitab Lubab al-Nuqul fi Asbab al-Nuzul karangan al-Suyuthi dijelaskan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan orang-orang Yahudi dan Nasrani Najran. Menurut Ibnu Ishaq dan al-Baihaqi dari Ibnu Abbas bahwa pada satu kesemoatan orang-orang Yahudi dan Nasrani Najran berkumpul di hadapan Rasulullah saw.
Ketika Rasul mengajak mereka memeluk Islam, seseroang bernama Abu Rafi’ al-Quradzi berkata, “Ya Muhammad an na’budaka kama ta’buda an-Nashara ‘Isa?” (Wahai Muhammad, Apakah engkau mau jika kami menyembahmu sebagaimana orang-orang Nashrani menyembah Isa?). Rasulullah saw menjawab, “Aku berlindung kepada Allah Ta’ala dari hal itu.” Lantas, Allah swt menurunkan ayat ini.
Adapun dalam riwayat yang lain, Abdurrazaq dalam kitab Tafsirnya menyebutkan bahwa al-Hasan dan dalam kitab al-Kasyaf menyampaikan telah datang kepadanya seorang laki-laki kepada Rasulullah saw dan berkata, “Wahai Rasulullah, ucapan salam kami kepada engkau sama dengan ucapan salam kami kepada teman-teman kami. Bagaimana jika kami (memuliakanmu dengan) bersujud kepada engkau?” Beliau menimpali, “Jangan! Cukuplah kalian menghormati Nabi kalian dan ketahuilah hak-hak keluarganya. Karena, sungguh tak pantas seseorang bersujud kepada selain Allah swt.”
Muhammad ‘Ali al-Shabuny dalam Shafwah at-Tafasir menjelaskan tidak sah, tidak elok bagi seorang manusia yang telah diberikan kitab Allah dan nubuwwah (tanda kenabian), lantas mengatakan kepada manusia “u’buduni min duunillah (sembahlah aku selain Allah swt)”. Akan tetapi ia mengatakan sebagaimana Ibnu Abbas menafsirkan kata rabbaniyyina dengan hukama (ahli hukum), ulama (ahli ilmu), dan hulama (ahli bijaksana).
Artinya, ia hanyalah seorang fuqaha yang taat kepada Allah swt, tidak lebih dari itu. Sedangkan Ibnu Asyur memaknai rabbaniyyina dengan mukhlisina lillahi duna ghairihi (orang-orang yang ikhlas karena Allah swt). Abu Sa’ud al-Imadiy mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kata rabbani adalah seorang yang sempurna dalam ilmu dan mengamalkannya serta berpegang kuat pada ketaatan kepada Allah Swt dan agama-Nya.
Baca juga: Ini Cara Berdialog dengan Allah Melalui Al-Quran
Pentingnya Berprofesi Sebagai Guru
Ayat di atas merujuk pada pentingnya berprofesi sebagai guru. Hal ini tercermin dalam kata rabbaniyyina. Apabila seseorang telah dikaruniai ilmu pengetahuan, hendaklah ia mau mengajarkan apa yang telah diperolehnya kepada masyarakat agar masyarakat mendapatkan manfaat dari ilmu yang diperolehnya. Selain itu, penggunaan kara rabbani oleh ayat tersebut mengindikasikan bahwa pentingnya kualifikasi yang mesti dimiliki oleh seorang pendidik yakni ahli hukum, bijaksana, sikap ikhlas, dan sejenisnya.
Inilah betapa pentingnya berprofesi sebagai guru. Sebab suatu pahala tetap mengalir kepada seseorang melainkan tiga hal, salah satunya ialah ilmu yang bermanfaat. Ilmu yang bermanfaat ialah ilmu yang terus senantiasa diajarkan, dan diamalkan dalam praktik kehidupan sehari-hari. Wallahu A’lam.
Artikel terkait: