Menjelang Idul Adha, Inilah 6 Perbedaan Kurban dan Akikah

Perbedaan Kurban dan Akikah
Perbedaan Kurban dan Akikah

Dalam ajaran Islam, setidaknya ada dua jenis ibadah yang dilakukan dengan cara menyembelih hewan kurban (dzabihah). Yang pertama adalah ibadah kurban, yakni menyembelih hewan kurban pada tanggal 10 hingga 13 Dzulhijjah dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah Swt. Yang kedua adalah akikah, yakni kegiatan menyembelih hewan ternak pada hari ke tujuh setelah bayi dilahirkan.

Meskipun ibadah kurban dan akikah terlihat serupa atau mirip, namun sebenarnya keduanya memiliki perbedaan signifikan. Hanya saja, sebagian masyarakat – terutama orang awam – tidak mengetahui perbedaan kurban dan akikah. Oleh karena itu, dalam artikel ini penulis akan membahas secara singkat-padat mengenai enam perbedaan kurban dan akikah, yaitu sebagai berikut:

1. Perbedaan dari segi pengertian

Perbedaan kurban dan akikah yang pertama terdapat pada pengertian keduanya. Secara etimologis qurban berasal dari kata qaruba-yaqrubu-qurbanan yang bermakna mendekat. Secara istilah, kurban berarti menyembelih hewan tertentu dengan niat mendekatkan diri kepada Allah swt pada waktu yang telah ditentukan, yakni 10, 11, 12, dan 13 Dzulhijjah (al-shihah fi al-Lughah).

Baca Juga: Surah Al-Hajj [22] Ayat 36-37: Dua Tujuan Ibadah Kurban

Adapun akikah secara bahasa berasal dari kata aqiq bermakna rambut bayi yang baru lahir, karena itulah akikah sering kali diartikan sebagai mengadakan selamatan terhadap kelahiran seorang bayi sebagai bentuk rasa syukur. Menurut terminologi, akikah adalah menyembelih ternak pada hari ketujuh dari kelahiran anak, yang pada hari itu anak diberi nama dan rambutnya di potong (Fiqih Islam Lengkap).

2. Sumber hukum

Perbedaan kurban dan akikah yang kedua adalah sumber hukum. Ajaran tentang kurban dapat ditemukan dalam sumber utama hukum Islam, yakni Al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad saw. Keduanya sama-sama menyebutkan secara eksplisit perihal syariat kurban. Hal ini dapat dilihat dalam firman Allah swt pada surah al-Kausar ayat 2 yang berbunyi:

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ ٢

Maka laksanakanlah salat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah).”

Sedangkan akikah tidak pernah disebutkan secara eksplisit oleh Al-Qur’an. Mayoritas dalil akikah berasal dari hadis dan atsar. Yang paling masyhur adalah hadis dari Samurah dari nabi Muhammad saw, beliau bersabda, “Setiap anak tergadai dengan akikahnya, maka hendaklah disembelihkan untuknya pada hari ketujuh, dicukur rambutnya, dan diberi nama.” (HR Ibnu Majah).

3. Tujuan ibadah

Perbedaan kurban dan akikah yang ketiga terdapat pada aspek tujuan. Meskipun secara umum keduanya dilakukan dalam rangka mematahi perintah Allah swt, namun ada spesifik antara keduanya, yakni: ibadah kurban dilakukan sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah. Sedangkan akikah dilakukan sebagai bentuk rasa syukur atas kelahiran buah hati (baca: anak).

4. Jumlah hewan yang disembelih

Perbedaan kurban dan akikah selanjutnya adalah jumlah hewan yang disembelih. Dalam ibadah kurban seseorang, baik laki-laki maupun perempuan, dapat menggunakan 1 ekor unta, sapi, kambing atau domba. Tidak ada ketentuan harus dua atau tiga ekor. Masing-masing orang dapat berkurban meskipun hanya satu ekor hewan kurban. Bahkan, 1 ekor sapi – menurut para ulama – bisa diperuntukkan bagi 7 orang (al-Umm: 392).

Adapun dalam ibadah akikah, bayi laki-laki dan perempuan memiliki ketentuan masing-masing berkenaan jumlah hewan yang disembelih. Jika bayi laki-laki yang lahir, maka disunahkan menyembelih 2 ekor kambing. Jika bayi perempuan yang lahir, maka jumlah hewan yang disembelih cukup satu ekor kambing. Selain berkenaan kuantitas, pelaksanaan akikah laki-laki dan perempuan sama saja.

5. Waktu pelaksanaan

Di atas telah dijelaskan bahwa pelaksanaan ibadah kurban dilakukan pada tanggal 10 sampai 13 Dzulhijjah. Di luar tanggal tersebut, sebelum atau sesudahnya, penyembelihan hewan kurban tidak bisa dianggap sebagai ibadah kurban, melainkan hanya sembelihan biasa. Pada tanggal 10 Dzulhijjah pun diberi ketentuan waktu tertentu, yakni selepas shalat idul adha (al-Lu’lu wa al-Marjan).

Sedangkan akikah dilaksanakan pada hari ketujuh setelah seorang bayi dilahirkan. Hari pertama keluarnya si bayi masuk dalam hitungan. Kalau belum sempat di hari ketujuh karena beberapa uzur seperti tidak ada uang, dalam perjlanan atau kondisi yang tidak memungkinkan, akikah boleh dilakukan pada hari keempat belas, dua puluh satu, dan kelipatan tujuh berikutnya.

6. Jumlah pelaksanaan

Perbedaan kurban dan akikah yang keenam adalah jumlah pelaksanaanya. Akikah hanya disunahkan sekali seumur hidup. Artinya, jika seseorang sudah melakukan akikah ketika bayi atau remaja, maka ia tidak disunahkan lagi untuk melakukannya sekalipun ia kaya. Namun, jika ia belum pernah melakukannya sewaktu kecil, maka ia boleh saja melaksanakan akikah walaupun sudah dewasa (Tausyih ala Fathil Qaribil Mujib).

Berbeda dengan akikah yang hanya dilaksanakan satu kali seumur hidup, ibadah kurban dapat dilaksanakan setiap tahun selama waktu yang ditentukan, khususnya orang yang memiliki kelapangan harta. Nabi Muhammad bahkan pernah bersabda, “Barangsiapa yang berkelapangan harta namun tidak mau berkurban maka jangan sekali-kali mendekati tempat shalat kami.” (HR. Ibnu Majah)

Selain enam perbedaan di atas, sebenarnya ada beberapa perbedaan kurban dan akikah yang lain seperti jenis hewan dan penyerahan daging. Namun setelah penulis amati,  para ulama juga berbeda pendapat mengenai keduanya. Apa yang selama ini dianggap berbeda dari ibadah kurban dan akikah berkenaan jenis hewan dan penyerahan daging, sebenarnya bisa dianggap serupa.

Sebagai contoh, menurut sebagian orang hewan yang dibolehkan untuk kurban adalah unta, sapi, kambing, dan domba. Sedangkan hewan yang digunakan dalam akikah hanyalah kambing ataupun domba. Namun sebenarnya – sebagaimana disebut dalam Kifayat al-Akhyar fi Halli Ghayatil Ikhtishar – akikah juga boleh menggunakan unta atau sapi, tidak hanya kambing.

Contoh lainnya adalah persoalan penyerahan daging. Masyarakat pada umumnya mengetahui bahwa seluruh daging kurban wajib diserahkan dalam keadaan mentah dan seluruh daging akikah harus diserahkan dalam keadaan matang. Padahal sebenarnya, sebagian daging kurban boleh diserahkan dalam keadaan masak dan daging akikah boleh diberikan dalam keadaan mentah.

Namun, hanya saja daging kurban sebaiknya diserahkan dalam keadaan mentah. Jika daging dianggap berlebih – demi kemaslahatan – maka itu boleh diawetkan dan dibagikan dalam keadaan matang. Hal ini pernah dilakukan oleh pemerintah Arab Saudi karena daging yang mereka miliki melimpah ruah. MUI juga pernah mengeluarkan yang membolehkan pembagian daging kurban dalam keadaan matang.

Baca Juga: Surah Al-Hajj [22] Ayat 34: Berkurban Adalah Syariat Agama Samawi

Serupa dengan daging kurban, daging akikah juga tidak mesti diserahkan seluruhnya dalam keadaan matang. Ia boleh diserahkan kepada penerima dalam keadaan mentah. Syekh Sulaiman al-Bujraimi menyebutkan dalam Hasyiyatul Bujarimi ala syarh al-Manhaj, “orang yang berakikah boleh memilih antara menyedekahkan dagingnya dalam keadaan mentah atau dalam kondisi matang.

Demikian penjelasan terkait perbedaan kurban dan akikah. Pada hakikatnya keduanya merupakan bentuk ibadah kepada Allah dan ungkapan rasa syukur padanya. Kurban adalah manifestasi rasa syukur atas segala nikmat dan karunia Allah secara umum. Sedangkan akikah adalah ungkapan rasa terima kasih kepada-Nya atas karunia buah hati (anak). Wallahu a’lam.