BerandaTafsir TematikMenyoal Letak Jannah Tempat Tinggal Nabi Adam

Menyoal Letak Jannah Tempat Tinggal Nabi Adam

Sebagian dari kandungan Alquran berisi beberapa kisah. Di antaranya adalah kisah umat-umat terdahulu, kisah para Nabi, kisah atau peristiwa di alam nyata maupun peristiwa yang berkaitan dengan alam ghaib, seperti kisah seputar surga (jannah), neraka, padang mahsyar dan lain-lainnya.

Termasuk kisah yang menyinggung tentang surga adalah kisah nabi Adam dan Hawa. Kisah ini di sebutkan secara terpisah dalam beberapa surah, seperti al-Baqarah dan al-A’raf.

Alquran menyebutkan bahwa setelah Nabi Adam ‘alaihissalam diciptakan, beliau di’pamer’kan oleh Allah swt. di hadapan para malaikat dengan pengetahuan yang Allah berikan kepadanya. Berdasarkan keunggulan tersebut, Nabi Adam mendapat sujud penghormatan dari para malaikat atas perintah Allah swt.

Di antara para malaikat itu, dijelaskan bahwa hanya iblis yang menolak memberi penghormatan kepada Nabi Adam disebabkan oleh keangkuhannya. Ia kemudian diusir oleh Allah swt. Setelah pengusiran iblis, Nabi Adam ditempatkan di jannah oleh Allah. Iblis yang mempunyai dendam kepada Adam berupaya untuk menjatuhkannya juga istrinya, Hawa.

Di bagian ini lahir suatu diskusi di kalangan para ulama mengenai letak jannah yang ditempati oleh Adam. Apakah jannah yang ditempati tersebut adalah jannah yang sama dengan tempat yang kelak akan dituju manusia? Ulama berbeda pendapat dalam hal ini.

Baca Juga: Syekh al-Sya’rawi; Tempat Persinggahan Nabi Adam a.s Bukan Surga

Makna Jannah

Merujuk kepada Maqāyīs Al-Lughah karya Ibnu Faris, kata jannah memiliki akar kata yang sama dengan kata jinn, yaitu جن yang bermakna الستر tertutup. Dari kata ini lahir juga kata جنين yang bermakna anak dalam kandungan; disebut janin karena ia tertutup oleh perut yang mengandungnya. Dari kata tersebut muncul pula kata junnah (جنة) bermakna perisai. Dikatakan demikian karena ia menutup atau menghalangi serangan.

Demikian juga dengan jinn, yaitu makhluk ghaib yang hidup berdampingan dengan manusia, mereka disebut demikian karena mereka tertutup dari pandangan manusia. Sedangkan jannah bermakna kebun, karena dedaunan pohonnya menutupinya. Sedangkan surga disebut dengan jannah karena menyerupai kebun di bumi dan karena hari ini, nikmatnya tidak tampak dari pandangan.

Baca Juga: Benarkah Malaikat Sujud Kepada Nabi Adam? Begini Pendapat Mufassir

Jannah dalam Alquran

Kata jannah dalam Alquran berkisar pada makna kebun dan surga. Namun dalam al-Baqarah ayat 221, sebagian mufasir memaknai jannah dalam ayat tersebut dengan ‘iman’.

kata jannah untuk menyebut ‘kebun’ setidaknya terdapat dalam dalam al-Baqarah: 265, 266, al-Isra’: 91, al-Kahfi: 32, 35, 39, 40, al-Mu’minun: 19, al-Furqan: 8, 10, as-Syuara’: 57, 134, 147, Saba’: 15, 16, Yasin: 34, ad-Dukhan: 25, Qaf: 9, an-Naba’: 16. Selan di beberapa surah dan ayat tersebut, kata jannah memuat makna surga.

Jannah-nya Nabi Adam

Kisah nabi Adam yang ditempatkan di jannah ini dapat dijumpai dalam al-Baqarah: 35,

 وَقُلۡنَا يَٰٓـَٔادَمُ ٱسۡكُنۡ أَنتَ وَزَوۡجُكَ ٱلۡجَنَّةَ وَكُلَا مِنۡهَا رَغَدًا حَيۡثُ شِئۡتُمَا وَلَا تَقۡرَبَا هَٰذِهِ ٱلشَّجَرَةَ فَتَكُونَا مِنَ ٱلظَّٰلِمِينَ

Dan Kami berfirman, ‘Wahai Adam! Tinggallah engkau dan isterimu di dalam surga, dan makanlah dengan nikmat (berbagai makanan) yang ada di sana sesukamu. (Tetapi) janganlah kamu dekati pohon ini,nanti kamu termasuk orang-orang yang zalim!”

Dapat pula dijumpai dalam surah Al-A’raf: 19,

 وَيَٰٓـَٔادَمُ ٱسۡكُنۡ أَنتَ وَزَوۡجُكَ ٱلۡجَنَّةَ فَكُلَا مِنۡ حَيۡثُ شِئۡتُمَا وَلَا تَقۡرَبَا هَٰذِهِ ٱلشَّجَرَةَ فَتَكُونَا مِنَ ٱلظَّٰلِمِينَ

Dan (Allah berfirman), “Wahai Adam! Tinggallah engkau bersama istrimu dalam surga dan makanlah apa saja yang kamu berdua sukai. Tetapi janganlah kamu berdua dekati pohon yang satu ini. (Apabila didekati) kamu berdua termasuk orang-orang yang zalim.”

Thahir bin Asyur dalam tafsirnya, at-Tahrīr wa at-Tanwīr menyebutkan perbedaan di kalangan ulama salaf terkait letak jannah yang dimaksud dalam ayat di atas. Beliau menjelaskan tentang pendapat mayoritas ulama salaf yang memahami bahwa jannah yang dimaksud adalah surga yang Allah janjikan bagi orang-orang beriman.

Pendapat inilah yang diikuti oleh para ulama ahli kalam dari kalangan ahlussunnah yang juga dipegang oleh Abu Ali Al-Jubbai (tokoh muktazilah). Landasan pendapat ini berdasarkan pada zahir teks ayat dan beberapa khabar yang diriwayatkan dari Rasulullah saw.

Selain pendapat di atas, Ibnu Asyur menyebutkan pendapat lain dari Abu Muslim al-Asfihani, Abu Qasim Al-Balkhi, dan penganut muktazilah selain Al-Jubbai. Mereka berpendapat bahwa jannah tersebut adalah sebuah kebun di bumi yang Allah ciptakan untuk menempatkan Adam dan Istrinya. al-Baidhawi mengutip bahwa kebun yang dimaksud adalah suatu tempat yang terletak di Palestina. Menurut Ibnu Asyur, pendapat ini muncul dari kitab Taurat yang menyebut tempat tersebut dengan Eden.

Baca Juga: Ibrah Kisah Nabi Adam Memakan Buah dan Bencana dari Kerusakan Alam

al-Qurthubi mengutip dalam tafsirnya bahwa kelompok yang kedua ini berpendapat jika jannah yang dimaksud adalah surga yang kekal, maka tentu iblis tidak akan sampai ke sana untuk menggoda Adam dan istrinya. Selain itu, dalam Alquran juga disebutkan bahwa di dalam surga tidak ada perkataan yang sia-sia dan perbuatan dosa (QS. At-Thur: 23, QS. An-Naba’: 35, QS. Al-Waqiah: 25-26). Alquran juga menegaskan bahwa penduduknya tidak akan keluar darinya (QS. Al-Hajar: 48).  Dengan demikian maka tentu Adam tidaklah berada pada surga yang dimaksud.

Meski terdapat perbedaan pendapat, pada dasarnya para mufasir percaya bahwa surga itu ada. Dengan begitu berarti beriman kepada hal-hal yang ghaib. Untuk perbedaan pendapat tentang letak jannah Nabi Adam, mayoritas ulama memegang pendapat yang pertama. Adapun dari kalangan mufassir kontemporer yang memegang pendapat kedua adalah Syaikh Mutawalli As-Sya’rawi dalam Al-Fatâwâ Kullu Ma Yuhimmu al-Muslimu fi Hayatihi wa Yaumihi wa Ghadih.  Wallahu a’lam.

Maksum H Hubaeib
Maksum H Hubaeib
Mahasiswa Sekolah Tinggi Kulliyatul Quran Depok, Minat Kajian Ilmu Al-Quran dan Tafsir
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Larangan di Bulan Haram

Maksud Larangan Menzalimi Diri Sendiri pada Bulan-Bulan Haram

0
Asyhurul hurum (bulan-bulan haram) merupakan bulan-bulan yang dimuliakan dan memiliki keutamaan tersendiri dalam Islam. Dari dua belas bulan terdapat empat bulan haram; Zulkaidah, Zulhijah,...