BerandaUlumul QuranMufasir Nusantara: Biografi KH. Mudjab Mahalli Al-Jogjawy

Mufasir Nusantara: Biografi KH. Mudjab Mahalli Al-Jogjawy

Sekilas nama Mahalli mengigatkan kita pada salah seorang ulama yang kondang di seantero pesantren nusantara, ialah pengarang kitab Tafsir Jalalain, Jalaluddin al-Mahalli. Namun yang penulis maksud nama al-Mahalli ini ialah salah satu pesantren di daerah Bantul yang didirikan oleh kiai Muhammad Mahalli bin Abdullah Umar. Pesantren ini mendapat perhatian besar pada masanya hingga estafet kepemimpinan berlanjut pada generasi kedua dari Kiai Mahalli, Kiai Mujab. Beliau merupakan mufasir nusantara yang menulis kitab Tafsir al-Mahalli dan al-Furqan.

Nama Lengkapnya Ahmad Mujab Mahalli. Ia lahir di Bantul pada 25 Agustus 1958, dari pasangan Kiai Muhammad Mahalli dan Nyai Dasimah. Tidak banyak literatur yang menjelaskan kehidupan masa kecil kiai nyentrik ini. Dari sudut pandang akademis kiai Mujab mengenyam pendidikan yang lengkap dari SD, lalu melanjutkan ke SMP, hingga lulus PGA (Pendidikan Guru Agama) Wonokromo (lulus pada tahun 1972). Setelah menyelesaikan PGA, atas saran dari Kiai Hamid, Kajoran, beliau melanjutkan pendidikan ke pesantren Salafiyah Banjarsari, Tempuran, Magelang pimpinan Kiai Muhammad Syuhudi, selama sembilan tahun.

Semangat juang menimba ilmu kiai Mujab diuji saat baru tujuh bulan di pesantren. Ayahnya, Kiai Mahalli bin Abdullah Umar, meninggal dunia. Kondisi ini menjadi duka tersendiri di hati Mujab muda. Namun, karena amanah dari orang tuanya ketika masih hidup, Mujab muda tetap melanjutkan pendidikannya di pesantren dan semakin tekun belajar. Ia menyadari bahwa estafet keulamaan sang ayah harus dilanjutkannya mengingat ia adalah anak pertama.

Baca juga: Brigjen Bakri Syahid : Mufasir Quran Bahasa Jawa

Sepulang dari nyantri (1982), Kiai Mujab memulai proses membangun pesantren yang pernah dicita-citakan sang ayah. Saat itu kiai Mujab dihadapkan kepada dua pilihan, yakni belajar di Timur Tengah atau mendirikan pesantren sebagaimana impian sang ayah. Atas nasihat Kiai Hamid Kajoran, Kiai Mujab memantapkan hati untuk mendirikan peasntren. Berawal dari pengajian selapanan (35 hari) dan pengajian keliling di berbagai desa, dan atas dukungan dari masyarakat sekitar, maka pada tanggal 10 Oktober 1982 resmilah berdirinya Pondok Pesantren Al-Mahalli yang beralamat di dusun Brajan, Wonokromo, Pleret, Bantul, Yogyakarta.

Pesantren ini pada perkembangannya mendirikan banyak lembaga formal untuk mewadahi potensi para santri. Mulai dari madrasan tsanawiyah, LeKPIM (Lembaga Kajian Pengembangan Islam dan Masyarakat, Pos Kesehatan Pesantren, Koperasi, LSM dan lembaga dakwah. Tidak hanya itu kiai Mujab mendirikan pula lembaga Lajnah Ta’lif wan-Nasyr (Penulisan dan Penerbitan) untuk mengembangkan gairah penulisan baik dirinya maupun santri-santrinya.

Sudah sejak muda kiai bertubuh tambun ini rajin menulis. Pada tahun 1979 buku pertamanya, Mutiara Hadis Qudsi, ia tulis yang diterbitkan pada tahun 1980. Ada satu nama yang tidak boleh dilupakan atas kesuksesan Kiai Mudjab dalam dunia kepenulisan, yaitu Mahbub Djunaidi. Mahbub menghadiahi Mudjab muda sebuah mesin ketik, sambil menuliskan surat:

Baca juga: K.H Ahmad Sanusi: Sang Mufasir Asal Bumi Pasundan

“Ke mana sarjana-sarjana kita? Sekarang banyak orang membawa ijazah, melamar pekerjaan. Setiap melamar, setiap itu pula ia ditolak. Padahal ada satu perusahaan besar membutuhkan beribu-ribu karyawan dan karyanya tidak pernah ditolak. Perusahaan mana itu? Dunia tulis menulis. Siapa yang menolak karya tulis? Tidak laku sekarang, kan laku besok. Kamu masih muda, tekuni nulis.” (NU Online, Hamzah Sahal: Mengenang Kiai Mudjib Mahalli)

Tertanggal 23 Februari, pada tahun 1989, Kiai Mujab menikah dengan Nyai Nadhiroh, putra kesembilan Kiai Muslih Zuhdi Mustofa (Rembang). Dari pernikahannya tersebut, Kiai Mujab dikaruniai empat orang anak, semuanya laki-laki. Yaitu Ahmad Firdaus Al Halwani, Ahmad Muhammad Naufal, Muhammad Iqbal dan Hadian Sofiyarrahman. Sebagai kenang-kenangan pernikahannya, kiai Mujab membuatkan satu tafsir yang ia beri nama Tafsir al-Mahalli, li Ma’rifati Ayat al-Qur`an wa Nuzulliha.

Karir Politik dan Penulis

Seperti disebut di atas karir kepenulisan kiai Mujab sudah dimulai sejak ia masih muda. Sejak di PGA (pendiikan Guru Agama, setingkat SMA), ia aktif menulis cerpen di majalah. Cerpen pertamanya berkisah tentang cinta segi tiga dan diterbitkan oleh Majalah Kiblat. Tercatat lebih dari 167 buku ditulisnya. Karyanya tidak hanya karya otentik dari pemikirannya sendiri namun banyak juga karya berupa terjemahan, tafsir maupun saduran dari buku dan kitab lain.

Selain produktif menulis, Kiai Mujab juga mahir berpolitik. Ia sempat merasakan hegemoni poloitik orde baru di partai Golkar. Di awal reformasi, Partai yang dibentuk oleh kalangan Nahdiyyin, PKB dimana dia menjadi ketua tanfidiyah Dewan Perwakilan Wilayah, menjadi tempat singgah kiai Mujab dalam memperjuangkan hak-hak bernegara rakyat Indonesia.

Baca juga: Mufasir-Mufasir Indonesia: Biografi Syekh Nawawi Al-Bantani

Kiprah politik kiai yang mirip Gus Dur ini merupakan suatu langkah untuk memperjuangkan kemaslahatan umat, bukan untuk mencari kepentingan sesaat. Politik baginya merupakan sarana untuk menggapai keadilan, kesejahteraan, dan kemakmuran masyarakat. Beliau memerankan siyasah, aliyah (politik luhur) untuk kepentingan umat, bangsa, dan negara.

Kiai dengan talenta besar ini tidak beumur panjang. Pada usia ke45tahun, Kiai Mujab Mahalli wafat, tepatnya pada tanggal 23 November tahun 2003 pukul 13.30.Ia wafat setelah menjalani perawatan 12 jam lebih di Bangsal Lotus RS. Panti Rapih Jogja. Makamnyaberada di kompleks pemakaman Pondok Pesantren Al Mahalli Brajan, Wonokromo, Pleret, Bantul.

Dengan segenap peninggalan dari buah tafsirnya inilah kiai Mujab dikenang. Walaupun kitab tafsir al-Mahalli yang ia persembahkan untuk istrinya ini tidak ia sebutkan sebagai master piece karya tulisnya, namun suatu karya tafsir tentu memiliki nuansanya sendiri yang perlu untuk dikaji kembali.

Neny Muthi'atul Awwaliyah
Neny Muthi'atul Awwaliyah
Peneliti, dosen di Fakultas Adab dan Humaniora IAIN Salatiga.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian I)

0
Diksi warna pada frasa tinta warna tidak dimaksudkan untuk mencakup warna hitam. Hal tersebut karena kelaziman dari tinta yang digunakan untuk menulis-bahkan tidak hanya...