Selama ini mungkin kita tidak tahu parsis apa mutiara-mutiara ilahiah yang terdapat di dalam taawuz. Atau mungkin kita memandang remeh bacaan ini. Taawuz adalah bacaan yang sangat pendek, yang hanya terdiri atas 6 kata, tetapi mutiara-mutiara ilahiah di dalamnya sangat banyak.
Bacaan ini sangat familiar dengan kita karena selalu membacanya, apalagi ketika kita ingin membaca ayat Alquran. Kita memulai membaca Alquran dengan memulainya dengan membaca Audzu billah terlebih dahulu.
Dengan kalimat taawuz, kita memohon perlindungan kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk. Setan itu menyandang sifat terkutuk dari Allah. Setan yang kita perlindungan kepada Allah itu bukanlah suatu makhluk tertentu, yang memiliki bentuk seperti manusia dan jin.
Tetapi, setan adalah sifat jelek atau sifat buruk yang melekat pada diri manusia dan jin, yang senantiasa membisikkan ke dalam hati manusia dan mendorongnya untuk melakukan tindakan-tindakan kejahatan. Setan selalu mencari celah dan kesempatan untuk mengajak dan membawa manusia kepada kejahatan, di mana pun dan kapan pun.
Baca Juga: Keutamaan dan Perintah Memberi dalam al-Quran
Oleh sebab itu, manusia harus selalu waspada dan hati-hati terhadap godaan setan itu. Dalam kaitan itu, Allah memerintahkan kepada manusia untuk melindungi dirinya kepada Allah swt dari godaan setan.
Ketika anda membaca أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ pada hakikatnya Anda menyatakan kepada Allah: “Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk.” Ketika Anda membaca kalimat ini pada hakikatnya Anda memohon perlindungan kepada Allah.
Memohon perlindungan itu di dalam bahasa Arab disebut dengan istilah al-isti’azdah (الإستعاذة) selain kata taawuz yang sudah diserap dalam Bahasa Indonesia. Kata الإستعاذة adalah suatu bentuk dasar yang berasal dari kata kerja اسْتَعَاذَ – يَسْتَعِيْذُ- اِسْتِعَاذًا وَ اسْتِعَاذَةً.
Kata kerja ini mengandung makna “memohon atau meminta perlindungan kepada Allah”. Permohonan pelindungan ini diperintahkan oleh Allah kepada orang-orang yang beriman agar terlindung dan terjaga dari godaan-godaan setan.
Ada dua format kalimat permohonan perlindungan yang dapat digunakan, yaitu sebagai berikut:
- Format pertama yaitu أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ (Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk). Format yang ini adalah format yang sangat populer di kalangan kita. Format yang ini yang biasa kita baca ktika kita hendak membaca Al-Qur’an.
- Ada format lain yang juga bisa digunakan, yaitu format أَعُوْذُ بِاللهِ السَّمِيْعِ الْعَلِيْمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. Dalam format ini ditambahkan beberapa dua sifat Allah sebagai yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui. Makna dari format ini adalah: “Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui dari setan yang terkutuk.”
Kemudian apa makna dari kata-kata yang terdapat di dalam kalimat taawuz? Mari kita lihat uraiannya sebagai berikut: lafaz-lafaz taawuz dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pertama, kata أعوذ بـ. Kata ini dengan bentukan-bentukannya (derivasinya) selalu digandengkan dengan kata بـ. Kata أعوذ dan kata بــ tidak dapat dipisahkan satu sama lain, karena keduanya merupakan satu kesatuan. Kedua kata tersebut mengandung satu kesatuan makna, yang berarti “Aku berlindung kepada”, bukan “Aku berlindung dengan”. Memang, kata بـ kalau berdiri sendiri dan bukan merupakan satu kesatuan dengan kata lainnya, maka kata itu diartikan “dengan”. Seperti أَكْتُبُ بِالْقَلَمِ (Saya menulis dengan pena). Kata بـ di sini bukanlah merupakan satu kesatuan dengan kata أكتب. Sinonim kata أعوذ بـ di dalam bahasa Arab adalah أَسْتَجِيْرُ dan أَلْجَأُ yang keduanya sama mengandung makna “berlindung”.
Kedua, kata الله . Kata الله adalah lafal untuk zat yang sangat mulia dan agung. Karena itu الله selalu disebut sebagai lafazh al-jalalah (lafal atau kata yang agung). Ada yang berpendapat bahwa kata الله dilihat dari sisi bahasa adalah sebuah kata yang mendapat tambahan ال (alif dan lam). Kata dasarnya adalah إِلَهٌ yang berarti “tuhan”. Setelah ditambah ال, maka kata itu menjadi الله, yang berarti “Tuhan (itu)”. Pendapat ini tidak terlalu kuat, sehingga ulama lain tidak menyetujui kata الله diuraikan seperti itu. Tetapi, kata الله itu, menurut pendapat mereka, adalah nama dari sebuah zat yang maha suci, yang maha tinggi dan agung, wajib adanya, dan tidak bersekutu dengan sesuatu apa pun.
Ibn Katsir, seorang pakar tafsir, berpendapat bahwa الله merupakan nama bagi Tuhan Yang Maha Agung dan Tuhan Yang Maha Tinggi, yang memiliki segala sifat yang sempurna, seperti yang digambarkan di dalam Al-Qur’an, S. Al-Hasyr [59]: 23 yang menyatakan:
هُوَ ٱللَّهُ ٱلَّذِي لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلۡمَلِكُ ٱلۡقُدُّوسُ ٱلسَّلَٰمُ ٱلۡمُؤۡمِنُ ٱلۡمُهَيۡمِنُ ٱلۡعَزِيزُ ٱلۡجَبَّارُ ٱلۡمُتَكَبِّرُۚ سُبۡحَٰنَ ٱللَّهِ عَمَّا يُشۡرِكُونَ ٢٣
“Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, yang Maha Suci, yang Maha Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha perkasa, yang Maha Kuasa, yang memiliki segala Keagungan, Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.”
Al-Qurthubi, juga pakar tafsir lainnya, menyatakan bahwa Allah itu adalah nama yang paling besar dari nama-nama Allah. Ia adalah nama bagi wujud yang maha benar, yang menghimpun segala sifat ketuhanan, yang tidak ada Tuhan selain Dia.
Pengertian kata الشَّيْطَانِ. Kata ini berasal dari kata kerja شَطَنَ yang berarti “menjauh”. Setan disebut setan karena ia menjauh dari kebenaran dan kebaikan. Arti lain dari kata setan ialah sombong dan melampaui batas. Oleh sebab itu, segala sesuatu yang menjauh dari kebenaran, sombong, dan melampaui batas, baik jin maupun manusia, disebut setan.
Baca Juga: Kenikmatan Malam dan Manfaatnya bagi Manusia dalam Al-Quran
Makhluk yang berwujud yang diciptakan oleh Allah di atas dunia ialah malaikat, jin, manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda lainnya. Setan itu tidak berwujud sebagaimana malaikat, jin, dan manusia. Setan hanyalah sifat-sifat jelek yang terdapat di dalam diri manusia dan jin. Oleh sebab itu, dalam kaitan pengertian ini, manusia bisa menjadi setan apabila ia memiliki sifat menjauh dari kebenaran, sombong, dan melampaui batas. Demikian pula jin. Teman kita boleh jadi menjadi setan kalau kawan itu selalu mendorong dan mengajak kita untuk berbuat kejahatan, menjauh dari kebenaran, bersikap sombong, dan melakukan tindakan melampaui batas.
Pengertian kata الرَّجِيْمِ adalah bentuk kata sifat. Bentuk kata sifat seperti ini pada hakikatnya mengandung makna aktif. Jika dilihat dari sisi ini, maka kata الرجيم itu seharusnya diartikan dengan “yang mengutuk”. Akan tetapi, kata ini tidak dipahami sebagai kata sifat yang mengandung makna aktif, tetapi makna pasif. Oleh sebab itu, kata الرجيم diartikan dengan الْمَرْجُوْمِ yang berarti “dikutuk”. Banyak sekali bentuk aktif yang digunakan di dalam Al-Qur’an yang tidak mengandung makna aktif, tetapi diartikan dalam bentuk pasif.
Imam Al-Qurthubi menjelaskan bahwa kata sifat الرجيم itu berasal dari kata kerja رَجَمَ , yang arti asalnya adalah “melempar dengan batu”. Lalu kata itu berkembang maknanya sehinga berarti “membunuh, melaknat, mengusir, mencaci, mengutuk”. Dalam kaitan dengan makna ini, maka kata الرجيم itu mengandung makna terlaknat, terusir, tercaci, dan terkutuk”. Wallahu A’lam.