Mengenal Nu’man ibn Hayyun, Hakim Agung Daulah Fatimiyah Pengarang Asas al-Ta’wil

Nu'man ibn Hayyun
Nu'man ibn Hayyun

Al-Qadi Abu Hanifah al-Nu’man ibn Muhammad ibn Mansur ibn Ahmad ibn Hayyun al-Tamimi al-Maghribi atau yang akrab disebut Nu’man ibn Hayyun merupakan seorang ulama yang menjadi hakim dan berperan penting dalam pengembangan paham Syiah Ismailiyah di Daulah Fatimiyah. Tidak diketahui secara pasti terkait tanggal kelahiran dari Nu’man ibn Hayyun. Namun, Devin J. Stewart dalam The Disagreements of the Jurists: a Manual of Islamic Legal Theory memperkirakan bahwa Nu’man ibn Hayyun lahir sekitar dekade terakhir dari abad ke-9 masehi.

Walaupun dikenal sebagai seorang ulama penting dalam golongan Syiah Ismailiyah, ayah Nu’man yaitu Muhammad ibn Manshur dulunya merupakan seorang pakar hukum fikih mazhab Maliki yang hidup di daerah Qairawan, hingga akhirnya menganut paham Syiah Ismailiyah. Begitu juga dengan putranya, Nu’man, dalam banyak literatur disebutkan bahwa sebelum menganut teologi Syiah Ismailiyah, ia merupakan seorang penganut mazhab Maliki.

Sedikit berbeda dengan pandangan umum, sejarawan Mesir yaitu al-Taghribirdi (w. 1412 M) menyampaikan bahwa sebelum menganut teologi Syiah Ismailiyah, Al-Qadhi Nu’man sempat menjadi penganut madzhab Imam Hanafi. Hal ini dikarenakan pada saat itu lembaga pendidikan berdasarkan madzhab hanafi (Hanafi Legal School) telah mendominasi sebagian besar daerah Afrika Utara.

Mohammad Husen dalam Theologi Kebatinan Nu’man ibn Hayyun Dalam Penafsiran Safinah dan Fulk Pada Kitab Asas Al-Ta’wil (Analisis Hermeneutika Hans Georg Gadamer) menjelaskan bahwa Nu’man menghabiskan masa kecil hingga dewasanya di kota Qairawan, Maroko. Seperti halnya umumnya para ulama, Nu’man remaja memperoleh ilmu-ilmu dasar keislaman dari ayahnya sendiri yaitu Muhammad ibn Manshur.

Baca Juga: Mengenal Muhammad Asad, Tokoh Dibalik Lahirnya The Message of the Qur’an

Tidak diketahui secara pasti nama-nama guru Nu’man ibn Hayyun selain ayahnya. Namun, dapat dipastikan bahwa ia juga melakukan pengembaraan intelektual di beberapa masjid dan majelis-majelis ilmu yang diasuh oleh para ulama di kota tersebut, hingga akhirnya ia diangkat sebagai hakim di pemerintahan Daulah Fatimiyah.

Dalam ringkasan disertasi karya Fejrian Yazdajird Iwanebel yang berjudul The Formation of Ta’wil in the Early Fatimid Caliphate: al-Nu’man b. Hayyun and Ja’far b. Mansur on Prophetology in the Qur’an dijelaskan bahwa hakim Nu’man memulai karir kepemerintahanya pada tahun 925 Masehi sebagai pelayan Abdullah al-Mahdi selama sembilan tahun. Pada masa tersebut, Nu’man ibn Hayyun ditugaskan sebagai pustakawan dan qadi di Tripoli dan Mansuriya.

Kemudian pada tahun 948 Masehi, Nu’man diangkat oleh al-Mansur sebagai hakim tertinggi (highest judicial office). Puncaknya, pada tahun 954 Masehi al-Mu’izz memberikan kepada Nu’man ibn Hayyun sebuah jabatan hakim agung (Qadi al-Qudat) di Daulah Fatimiyah. Sehingga selama hidupnya, sang Hakim melayani empat kepemimpinan Daulah Fatimiyah, mulai dari masa pemerintahan ‘Abdullah al-Mahdi (909-934 M), Qasim Muhammad al-Qaim (934-946 M), Abu Zahir Isma’il al-Mansur Billah (946-953 M), dan Tamim Ma’ad al-Mu’izz li Dinillah (953-975 M). Nu’man wafat pada bulan Jumada al-Saniyah tahun 363 H/973 M. di Mesir.

Baca Juga: Jalaluddin As-Suyuthi: Pemuka Tafsir yang Multitalenta dan Sangat Produktif

Karya-karya Nu’man ibn Hayyun

Asaf A. A. Fyzee dalam karyanya Qadi an-Nu’man The Fatimid Jurist and Author menjelaskan bahwa Nu’man ibn Hayyun merupakan seorang ulama yang sangat produktif. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil penelitian Asaf A. A. Fyzee yang menyebutkan bahwa Nu’man telah menghasilkan kurang lebih 44 karya tulisan dalam berbagai bidang keilmuan, sebagaimana rincian berikut:

pertama, dalam bidang fikih terdapat karya Kitab al-Idah, Mukhtasar al-Idhah, Kitab al-Akhbar, al-Yanbu’, al-Iqtisar, al-Ittifaq wa al-Iftiraq, al-Kitab al-Muqtasir, al-Qasidah al-Muntakhabah, Da’aim al-Islam, Mukhtasar al-Atsar, Kitab Yaum wa Lailah, Kitab al-Taharah, Kaifiyah al-Salah, dan Minhaj al-Faraid.

Kedua, Nu’man ibn Hayyun juga memiliki beberapa karangan yang sifatnya munazarah (perdebatan) seperti al-Risalah al-Misriyah fi al-Radd ‘ala al-Syafi’i, Kitab fihi al-Radd ‘ala Ahmad ibn Shuraih al-Baghdadi, al-Risalah Zat al-Bayan fi al-Radd ‘ala ibn Qutaibah, Ikhtilaf Usul al-Mazahib, dan Damigh al-Mujiz fi al-Radd ‘ala al-’Itki. Ketiga, dalam bidang interpretasi Al-Qur’an terdapat karya Nahj al-Sabil ila Ma’rifah ‘Ilm al-Ta’wil, Ta’wil al-Da’aim, dan karyanya paling monumental yaitu Asas al-Ta’wil.

Keempat, dalam bidang ilmu Haqaiq (filsafat esoteris) terdapat karya Hudud al-Ma’rifah, Kitab al-Tauhid al-Imamah, Kitab Itsbat al-Haqaiq, dan Kitab fi al-Imamah. Kelima, dalam bidang ilmu akidah terdapat karya al-Qasidah al-Mukhtarah, Kitab al-Ta’aqub wa al-Intiqad, Kitab al-Du’a’, Kitab al-Himmah, Kitab al-Hula wa al-Siyab, dan Kitab al-Syurut.

Keenam, dalam bidang ilmu akhbar dan sirah terdapat karya Syarh al-Akhbar, Zat al-Minan, dan Zat al-Mihan. Ketujuh, dalam bidang sejarah terdapat karya Manaqib Bani Hasyim, Iftitah al-Da’wah, Ma’alim al-Mahdi, al-Risalah ila al-Mursyid al-Da’i bi Misr fi Tarbiyah al-Mu’minin, dan Kitab al-Majalis wa al-Musayarat. Kedelapan, terdapat karya Ta’wil al-Ru’ya, Manamat al-Aimmah, Kitab al-Taqri’ wa al-Ta’nif, dan Mafatih al-Ni’mah.

Kita mengenal satu lagi pengkaji Al-Quran yang produktif di berbagai disiplin keilmuan, Nu’man ibn Hayyun. Karya-karyanya tentu menambah warna ragam khazanah keilmuan Islam. Wallahu A’lam