BerandaTafsir TematikOpen Minded Kuno tentang LGBT dalam Surah Al-A’raf Ayat 80-81

Open Minded Kuno tentang LGBT dalam Surah Al-A’raf Ayat 80-81

LGBT yang kini kian mempublikasikan komunitasnya terlebih di media sosial menjadi sebuah problema yang ditanggapi dengan berbagai persepsi oleh masyarakat. Ada kelompok yang mendukung, tetapi ada pula kelompok yang menolak dengan tegas keberadaan komunitas tersebut.

Baru-baru ini jagat maya dan media televisi diramaikan oleh pemberitaan tentang penyambutan seorang artis berinisial SJ yang baru saja bebas dari penjara. Ia merupakan seorang mantan narapidana yang tersandung kasus pelecehan seksual (pencabulan) kepada sesama jenis (laki-laki kepada laki-laki) yang membuatnya terkurung di dalam sel dari 2016 hingga bebas 2021 ini.

Namun yang menjadi persoalan bukanlah perkara kasusnya yang telah lama berlalu, tetapi yang kembali mencuat adalah tentang penyambutan kebebasan SJ yang dinilai terlalu berlebihan. Terlihat dalam penyambutannya, SJ dipakaikan kalung bunga bak seorang pahlawan yang pulang dari medan perang.

Padahal kita sama-sama tahu bahwa ia merupakan seorang pelaku pencabulan terlebih pencabulan tersebut dilakukan kepada sesama laki-laki. Fenomena ini cukup memancing berbagai komentar para tokoh terkemuka di negeri ini yang sangat menyayangkan hal tersebut bisa terjadi.

Baca Juga: Surah Al-Mu’minun Ayat 12 -14: Darah Haid Bukan Darah Kotor

Terlepas dari pro kontra yang ada, penulis menyoroti fenomena dualisme masyarakat yang kadang membingungkan. Satu sisi, masyarakat takut akan kegiatan-kegiatan komunitas LGBT yang ramai dilakukan di media sosial maupun di dunia nyata. Mereka takut keluarga, teman, atau orang-orang terdekatnya terjerumus dan bahkan menjadi korban seperti yang terjadi pada kasus SJ.

Namun pada sisi lain, sebagian masyarakat juga mendukung kebebasan Hak Asasi Manusia yang terlalu berlebihan termasuk penyimpangan orientasi seksual seperti komunitas LGBT tersebut. Sebagian kelompok menganggap bahwa pada zaman modern ini, open minded harus digaungkan pada berbagai aspek termasuk kebebasan dalam urusan seksual. Tidak ada orang yang berhak menghakimi hak masing-masing orang untuk memilih orientasi seksualnya.

Berdasar kepada HAM itulah kemudian kelompok yang pro terhadap LGBT menuduh bahwa mereka yang menghakimi kaum LGBT memiliki pemikiran yang kolot atau tidak open minded. Lagi-lagi perubahan zaman yang dipersoalkan, karena kelompok pro menyebut era sekarang adalah era kebebasan.

Padahal tanpa disadari, sesungguhnya open minded terhadap LGBT yang mereka agung-agungkan justru merupakan pemikiran gila dan kolot yang telah ada sejak dulu. Hanya saja mereka merubah redaksi penyebutan atas identitas tersebut. Hal ini dibuktikan dalam Al-Qur’an sebagaimana terdapat dalam QS. Al-A’raf [7]: 80-81 berikut.

وَلُوطًا إِذۡ قَالَ لِقَوۡمِهِۦٓ أَتَأۡتُونَ ٱلۡفَٰحِشَةَ مَا سَبَقَكُم بِهَا مِنۡ أَحَدٖ مِّنَ ٱلۡعَٰلَمِينَ إِنَّكُمۡ لَتَأۡتُونَ ٱلرِّجَالَ شَهۡوَةٗ مِّن دُونِ ٱلنِّسَآءِۚ بَلۡ أَنتُمۡ قَوۡمٞ مُّسۡرِفُونَ

Terjemah: “80.  Dan (Kami juga telah mengutus) Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya, “Mengapa kamu melakukan perbuatan keji, yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun sebelum kamu (di dunia ini). 81.  Sungguh, kamu telah melampiaskan syahwatmu kepada sesama lelaki bukan kepada perempuan. Kamu benar-benar kaum yang melampaui batas.” (QS. Al-A’raf [7]: 80-81)

Tafsir Ayat

Syaikh Ali Ash-Shabuni (2011: 330) menjelaskan kata fakhisyah dalam ayat tersebut bermakna menyetubuhi laki-laki di duburnya. Maksudnya adalah pada masa Nabi Luth terdapat masyarakat yang menyukai pasangan sesama jenis seperti lelaki suka dengan lelaki sehingga mereka bersetubuh melalui dubur.

Adapun Prof. Quraish Shihab (2009: 190) dalam tafsirnya juga menjelaskan bahwa perbuatan fakhisyah merupakan perbuatan yang sangat buruk, karena bertentangan dengan fitrah manusia. Mereka melakukan perbuatan yang disebut dengan homoseksual, yakni laki-laki mendatangi jenis laki-laki itu sendiri untuk memuaskan hawa nafsunya.

Imam Asy-Syaukani (2010: 145) menambahkan bahwa kaum sodom tersebut telah melewatkan para wanita yang seharusnya menjadi tempat untuk memenuhi syahwat dan mencari kenikmatan.

Bahkan Nabi Muhammad pernah menyatakan bahwa: ‘Tidak merajalela fakhisyah dalam suatu masyarakat sampai mereka terang-terangan malakukannya kecuali tersebar pula wabah dan penyakit di antara mereka yang belum pernah dikenal oleh generasi terdahulu (Quraish Shihab, 2009: 191).

Ibrah Ayat

Mengacu kepada pendapat para mufassir di atas terlihat jelas bahwa fenomena komunitas LGBT ini sejatinya sudah ada sejak zaman Nabi Luth. Hanya saja kala itu tidak ada penyebutan Gay atau Lesbian. Namun pemikiran masyarakatnya kala itu seakan membenarkan perbuatan fakhisyah tersebut.

Lalu kemudian yang menjadi pertanyaan adalah apakah terdapat perbedaan open minded masyarakat yang ada pada zaman sekarang dengan masyarakat Nabi Luth kala itu? Tentu jawabannya adalah tidak ada bedanya. Sebab sejatinya komunitas LGBT yang berkembang sekarang hanyalah mengulang sejarah kelam masa lalu pendahulu mereka.

Bahkan dalam tafsir ayat di atas juga telah disebutkan tentang penyakit-penyakit aneh yang belum pernah ditemui pada zaman sebelumnya. Dapat dilihat pada zaman sekarang penyakit HIV/AIDS yang semakin merebak terutama pada komunitas-komunitas LGBT. Maka apa yang dikatakan Al-Qur’an sejatinya diulang kembali pada zaman sekarang.

Selain itu, adanya budaya open minded yang berlebihan ini juga menyebabkan fenomena dualisme persepsi masyarakat yang semakin marak terjadi. Hal ini didukung dengan banyak akun-akun media sosial komunitas LGBT yang diramaikan ataupun industri perfilm-an yang juga memproduksi genre film berbau LGBT.

Baca Juga: Tafsir Surah Ali Imran Ayat 134-135 : Empat Perilaku Orang Yang Bertakwa

Pada akhirnya, terjadi dilema yang begitu besar pada masyarakat. Ada orang-orang yang takut akan kehadiran komunitas tersebut, tetapi disisi lain ada sejumlah orang yang begitu aktif mendukung mereka.

Simpulan

Open minded yang berdalih hak asasi manusia hanyalah pemahaman dengan segudang fatwa dan dalil yang kadang menyesatkan. Kelompok-kelompok yang mendukung menghalalkan berbagai argumen yang dinilai menguntungkan komunitas mereka belaka. Mereka seakan terhakimi oleh hukum yang jelas-jelas mengandung kebenaran.

Oleh sebab itu, untuk menghentikan dualisme persepsi yang beredar di tengah-tengah masyarakat, diperlukan ketegasan dari pemerintah dan juga masyarakat itu sendiri untuk lebih peduli dalam mengedukasi agar generasi muda yang ada tidak terjerumus ke dalam komunitas LGBT.

Saibatul Hamdi
Saibatul Hamdi
Minat Kajian Studi Islam dan Pendidikan Islam
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU