Setelah Iblis diusir dari surga karena kesombongannya, Iblis meminta izin kepada Allah untuk memberi penangguhan atasnya agar bisa menyesatkan manusia. Cara Iblis menyesatkan manusia dengan menghiasi kejahatan seolah terlihat baik sehingga manusia tertipu dengan tampilan itu. Namun demikian, ada orang yang tidak mampu disesatkan Iblis, yaitu orang yang ikhlas. Siapa orang yang ikhlas itu? Simak penjelasannya berikut.
Permintaan izin Iblis kepada Allah untuk mengganggu manusia dan selamatnya orang yang ikhlas dari godaan Iblis tercantum dalam surah Al-Hijr ayat 34-42
قَالَ فَاخْرُجْ مِنْهَا فَإِنَّكَ رَجِيمٌ (34) وَإِنَّ عَلَيْكَ اللَّعْنَةَ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ (35) قَالَ رَبِّ فَأَنْظِرْنِي إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ (36) قَالَ فَإِنَّكَ مِنَ الْمُنْظَرِينَ (37) إِلَى يَوْمِ الْوَقْتِ الْمَعْلُومِ (38) قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الْأَرْضِ وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ (39) إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ (40)قَالَ هَذَا صِرَاطٌ عَلَيَّ مُسْتَقِيمٌ (41) إِنَّ عِبَادِي لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ إِلَّا مَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْغَاوِينَ (42)
Dia (Allah) berfirman “(kalau begitu) Keluarlah dari surga, (karena) sesungguhnya kamu terkutuk. Dan kutukan ini kutukan itu tetap menimpamu hingga hari kiamat”. Ia (Iblis) berkata “Tuhanku, (kalau begitu) berilah aku penangguhan sampai hari (manusia) dibangkitkan”. Allah berfirman “(baikllah) maka sesungguhnya kamu termasuk yang diberi penangguhan sampai hari yang elah ditentukan (kiamat)”. Ia (iblis) berkata “oleh karena Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, aku pasti akan jadikan (kejahatan) terasa indah bagi mereka (manusia) di bumi, dan aku akan menyesatkan mereka semuanya. Kecuali hamba-hamba-Mu yang terpilih di antara mereka. Dia (Allah) berfirman”ini adalah jalan yang lurus (menuju) kepada-Ku. Sesunguhnya kamu (iblis) tidak kuasa atas hamba-hamba-Ku, kecuali mereka yang mengikutimu, yaitu orang-orang sesat.” (QS. Al-Hijr [15]: 34-42)
Baca Juga: Tafsir Surat Al-A’raf Ayat 16-17: Kisah Iblis Mengganggu Manusia
Al-Ṭabari di dalam Jāmi’ al-Bayān (juz 17, halaman 103) menafsirkan bahwa maksud dari ayat adalah orang-orang yang Allah murnikan dengan pertolongan dan hidayah-Nya. Kemudian beliau mengutip dari al-Daḥāk bahwa maksud ayat tersebut adalah orang-orang beriman. Menurut Muqātil ibn Sulaimān mereka adalah ahl al-tauḥīd (orang yang meng-Esa-kan Allah).
Sementara Al-Alusi dalam kitab Rūḥ al-Ma’ānī (juz 7, halaman 294) menafsirkan al-mukhlaṣīn (hamba-hamba yang terpilih) menurut bacaan ulama Kufah, Nafi’, dan al-A’raj adalah orang-orang yang oleh Allah dimurnikan untuk taat kepada-Nya dan disucikan dari segala sesuatu yang menghalangi ketaatan kepada Allah.
Jelas bahwa orang yang penuh keikhlasan dan kemurnian hanya lillāhi ta’ālā (karena Allah semata) adalah orang yang tidak bisa digoda/disesatkan iblis, sebagaimana telah dideklarasikan sendiri oleh Iblis. Sedangkan menurut selain imam tujuh dan jumhur ulama mereka membaca al-mukhliṣīn, yaitu orang-orang yang murni beramal karena Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan siapapun.
Sahl al-Tustāri (Tafsīr al-Tustāri, halaman 88) berkomentar mengenai ayat ini bahwa semua manusia akan meninggal kecuali ulama. Ulama semuanya tertidur kecuali ulama yang mengamalkan ilmunya. Ulama yang mengamalkan ilmunya semuanya akan tertipu kecuali orang yang ikhlas, sedang orang yang ikhlas akan senantiasa dalam bahaya yang besar. Hal ini karena jika sedikit saja sebuah amalan tercampur dengan niat atau motif selain Allah, maka runtuhlah status ikhlas dari amal tersebut.
Baca Juga: Memahami Makna Kata Ikhlas dan Penafsirannya dalam Al-Quran
Dzun Nun menberi penjelasan bahwa ada tiga tanda orang yang ikhlas. Pertama, orang yang ikhlas tidak terpengaruh oleh pujian dan celaan manusia. Kedua, ketika beramal kebajikan dia tidak sadar bahwa dia sedang mengerjakan amal kebaikan. Ketiga, dia tidak lagi berpikir akan mendapat pahala atau tidak karena amal baiknya (Risalah Sufi al-Qusyairi, halaman 184).
Masih di dalam buku yang sama, Al-Junaid mengatakan bahwa keikhlasan adalah rahasia antara Allah dan hamba-Nya. Bahkan malaikat pencatat tidak mengetahui sedikit pun mengenainya, Iblis juga tidak mengetahuinya sehingga tidak bisa merusaknya, bahkan nafsu pun tidak menyadarinya sehingga nafsu tidak mampu mempengaruhinya.
Firman Allah “ini adalah jalan yang lurus (menuju) kepada-Ku” menurut Ibn Ajibah di dalam al-Baḥr al-Madīd fi al-Tafsīr al-Qur’ān al-Majīd (juz 3, halaman 89) merupakan isyarat selamatnya orang-orang yang ikhlas. Lebih lanjut Ibn Ajibah menjelaskan bahwa jalan yang ditempuh orang-orang ikhlas dalam beribadah kepada Allah merupakan jalan menuju Allah sehingga tidak ada jalan bagi iblis untuk menyesatkannya karena jalan ini merupakan jalan yang lurus dan tidak ada bengkok di dalamnya.
Lalu Allah menegaskan lagi bahwa “Sesunguhnya kamu (iblis) tidak kuasa atas hamba-hamba-Ku, kecuali mereka yang mengikutimu, yaitu orang-orang sesat.”. Maksud “hamba-hamba-Ku” menurut al-Qusyairi dalam Laṭā`if al-Isyārāt (juz 2, halaman 271) adalah orang-orang khusus dari yang khusus.
Mereka adalah orang-orang yang oleh Allah sudah dihapuskan syahwatnya, dijaga dari keberpisahan dari sisi Allah. Hal ini karena Allah ada di setiap gerak-gerik hamba-Nya tersebut, menjadikan Allah sebagai prioritas dalam semua perbuatannya dan tenggelam dalam kondisi syahādah kepada-Nya. Maka dari arah mana Iblis bisa menguasai hamba tersebut?
Wallahu a’lam