Para pembaca yang budiman barangkali sudah tidak asing lagi dengan pernyataan bahwa orang yang memakai pakaian yang melewati mata kaki (Isbal) dikategorikan sebagai orang yang bersifat sombong. Cerita tersebut dapat kita temukan dalam riwayat Sebagaimana kutipan salah satu hadits dibawah ini.,
عن ابن عمر أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال: لا ينظر الله إلى من جر ثوبه خيلاء
“ Dari Ibnu Umar, Sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda: ‘ Allah tidak akan memandang orang yang menyeret pakaiannya karena sombong” (HR. Al-Bukhari)
Asbab al-wurud dari Hadits diatas mengarah pada kondisi masyarakat arab yang ketika itu para bangsawan dari pihak kerajaan dan para pembesar suku merasa bangga apabila pakaiannya terseret diatas tanah. Hal tersebut dianggap sebagai lambang kebesaran sekaligus peremehan pada pihak kesukuan yang lain. Hadits ini kemudian menjadi hujjah untuk menjustifikasi seseorang sebagai pribadi yang bersifat sombong.
Baca juga: Inilah Rambu-Rambu Toleransi Beragama Menurut Al-Quran: Perbedaan Adalah Keniscayaan
Padahal, Rasulullah Saw mendapat respon pertanyaan dari sahabat Abu Bakkar As-Siddiq, yang kebetulan pada saat itu ia menggunakan pakaian yang longgar sehingga pakaiannya sedikit terseret diatas tanah. Ketika hal itu ditanyakan kepada Rasulullah Saw, beliau bersabda,
لست ممن يصنعه خيلاء
“..Kamu tidak melakukannya atas dasar kesombongan..”
Respon Rasulullah Saw ini menjadi penjelas kepada kita bahwa “sombong” yang dimaksud dalam hal berpakaian tersebut merujuk kepada niat berpakaian yang cenderung merasa bangga dan merasa lebih besar dari orang lain, sehingga walaupun pakaian Abu Bakar As-Siddiq masuk dalam kategori sombong, tetapi beliau tidak termasuk orang sombong seperti yang dimaksudkan Rasulullah Saw. Sifat sombong ini dijelaskan lagi oleh Rasulullah dalam sabda beliau,
“sesungguhnya diantara sifat cemburu itu ada yang disenangi Allah, dan ada pula yang dibenci Allah, dan diantara sifat sombong itu ada yang disenangi Allah, dan juga ada yang dibenci Allah. Kecemburuan yang disenangi Allah adalah kecemburuan dalam masalah riba, sedangkan kecemburuan yang dibenci oleh Allah adalah kecemburuan selain masalah riba. Dan kesombongan yang dicintai Allah adalah kesombongan seorang hamba terhadap dirinya karena Allah ketika dalam peperangan, dan kesombongannya dalam bersedekah. Sedangkan kesombongan yang dibenci oleh Allah adalah kesombongan dalam hal membanggakan (diri) dan menganggap (diri) besar” (HR. Sunan An-Nasa’i)
Baca juga: Viral Aksi Meludahi Al Quran, Ini Cara Pilih Sikap menurut Al Quran!
Setelah mengutip dua hadits diatas, coba kita pahami bagaimana pemaknaan sombong menurut para ulama. Sombong dalam kata bahasa arab disebut al kibru yang berarti menghargai diri secara berlebihan, pongah, dan congkak. Sedangkan dalam pengertian secara istilah Al-Asfahani dalam kitab Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan al kibru adalah menganggap dirinya lebih besar dari selainnya.
Sementara itu, imam al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin, memaknai sombong sebagai suatu sifat yang ada dalam jiwa, yang tumbuh dari penglihatan nafsu, dan tampak dalam perbuatan lahir. Dalam Al-Qur’an disebutkan paling tidak ada dua kriteria yang paling urgen dari sifat sombong, yaitu.
Merasa lebih mulia daripada yang lain
Allah Swt berfirman
وَاِذْ قُلْنَا لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ اسْجُدُوْا لِاٰدَمَ فَسَجَدُوْٓا اِلَّآ اِبْلِيْسَۗ اَبٰى وَاسْتَكْبَرَۖ وَكَانَ مِنَ الْكٰفِرِيْنَ
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu kepada Adam!” Maka mereka pun sujud kecuali Iblis. Ia menolak dan menyombongkan diri, dan ia termasuk golongan yang kafir”. (QS. Al-Baqarah:34)
Menurut As-Suyuti, sujud yang dimaksud pada ayat diatas adalah bermakna menghormati dan memuliakan nabi Adam a.s, bukan berarti menghambakan diri. Sebab, sujud yang menghambakan diri adalah semata-mata hanya kepada Allah swt. Semua malaikat bersujud ketika diperintahkan oleh Allah, kecuali iblis yang tidak mau bersujud seraya berkata bahwa dia lebih mulia daripada Nabi Adam (As-Suyuti, 1990:20).
Dari penafsiran ini kita bisa mengartikan bahwa sombong adalah sifat dimana saat kita merasa lebih mulia, lebih terhormat daripada orang lain. Sebagaimana cerita para Raja dan pembesar suku arab pada masa Rasulullah Saw, yang melebihkan pakaiannya hingga terseret ke tanah untuk memperlihatkan bahwa mereka lebih terhormat daripada orang lain. Dalam ayat lain Allah swt berfirman,
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِى الْاَرْضِ مَرَحًاۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُوْرٍۚ
“Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.” (QS. Luqman : 18)
Baca juga: Tafsir Surat al-Ma’arij Ayat 19 – 21: Sifat Buruk Manusia
Al-Maraghi dalam tafsirnya menjelaskan, Ayat ini turun berkenaan dengan wasiat Luqman kepada anaknya agar jangan bersikap sombong serta jangan meremehkan orang lain dengan memalingkan wajah terhadap orang-orang yang berbicara dengannya.
Merasa paling benar daripada orang lain
Allah Swt berfirman dalam Al-Qur’an
ۨالَّذِيْنَ يُجَادِلُوْنَ فِيْٓ اٰيٰتِ اللّٰهِ بِغَيْرِ سُلْطٰنٍ اَتٰىهُمْۗ كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللّٰهِ وَعِنْدَ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا ۗ كَذٰلِكَ يَطْبَعُ اللّٰهُ عَلٰى كُلِّ قَلْبِ مُتَكَبِّرٍ جَبَّارٍ
“(yaitu) orang-orang yang memperdebatkan ayat-ayat Allah tanpa alasan yang sampai kepada mereka. Sangat besar kemurkaan (bagi mereka) di sisi Allah dan orang-orang yang beriman. Demikianlah Allah mengunci hati setiap orang yang sombong dan berlaku sewenang-wenang”. (QS. Al-Ghafir: 35)
Menurut Abdullah bin Muhammad Alu Syaikh dalam kitabnya Tafsir Ibnu Katsir, bahwa orang yang dimaksud dalam ayat ini adalah mereka yang menolak kebenaran dengan kebathilan serta memperdebatkan hujjah tanpa dalil, padahal hujjah yang diberikan kepada mereka berasal dari Allah Swt. Mereka bersikap sombong dan tidak mau mengikuti kebenaran.
Baca juga: Tafsir Surah An-Nisa’ 148-149: Allah Tidak Menyukai Perkataan Buruk
Di sisi lain, Kataالمتكبرpada ayat ini menurut Quraish Shihab bermakna bahwa Allah mengunci mati setiap hati mereka yang enggan menerima kebenaran, dan begitu pula Allah mengunci mati hati orang-orang yang sombong, arogan, sewenang-wenang dan otoriter, memaksakan kehendaknya kepada pihak lain. Sikap ini sering kita temukan pada orang-orang yang baru memahami sedikit dalil lantas menganggap itulah yang paling benar sehingga tidak menerima pendapat selain kebenaran sebagaimana yang dia pahami.
Dari keterangan diatas, cukup jelas bahwa sombong yang dimaksud oleh Rasulullah Saw dalam hadits pakaian Isbal seperti yang telah kita kemukakan diatas, adalah bukan karena pakaiannya yang terseret atau melebihi mata kaki, tetapi sifat yang timbul ketika mengenakan pakaian tersebut, yakni merasa diri lebih tinggi daripada orang lain, sehingga merasa bangga bahkan merendahkan mereka.
Penulis meyakini, tak elok rasanya jika hanya karena melihat pakaian (isbal) orang lain lantas dengan gampangnya kita menjustifikasi orang itu bersifat sombong. Apalagi yang kita cap sebagai orang sombong itu adalah saudara kita yang masih seiman, sekeyakinan. Setega itukah kita memfitnah saudara muslim yang lain?