BerandaTafsir TematikPemeliharaan Al-Quran dari Zaman Nabi Hingga Masa Kini

Pemeliharaan Al-Quran dari Zaman Nabi Hingga Masa Kini

Sejak Al-Quran diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad, Al-Quran masih terjaga sampai hari ini. Menjadi pedoman dan panduan hidup ummat Islam. Sayangngnya, acapkali kita melupakannya. Kalau kita menengok jauh kebelakang, bagaimana Nabi Muhammad membacakan Al-Quran di depan para sahabat serta memerintahkan untuk dicatat sebagai sebuah proses penjagaan.

Al-A’zami mencatat, memang, Al-Quran diwahyukan secara lisan. Akan tetapi, secara konsisten, Al-Quran menyebut dirinya sebagai kitab yang tertulis. Sebagaimana disebutkan dalam QS. At-Thur [52]:2. Sejatinya, pencatatan Al-Quran dimulai sejak awal perkembangan Islam. Hal tersebut dapat kita lihat dari bukti-bukti sejarah. Periode Makkah, misalnya, terdapat shahifah yang berisi surah Thaha yang dipegang oleh Fatimah. Begitupula dengan periode Madinah, Nabi Muhammad mengutus para sahabat tidak kurang dari enam puluh lima sahabat untuk bertindak sebagai pencatat Al-Quran. (The History of The Qur’anic Text, 2005: 72)

Hal tersebut menandakan bahwa proses pemeliharaan Al-Quran telah berlangsung sejak zaman Nabi hingga kini. Sejalan dengan hal tersebut, dalam QS. Al-Hijr [15]: 9, Allah SWT menjelaskan garansi keaslian kitab suci Al-Quran. Ayat tersebut berbunyi:

اِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَاِنَّا لَهٗ لَحٰفِظُوْنَ

Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Quran dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya (QS. Al-Hijr [15]: 9)

Baca Juga: Pemeliharaan Al-Quran Pada Masa Nabi Muhammad Saw

Penjelasan Ayat

At-Thabari dalam Tafsir Jami’ al-Bayan mengatakan bahwa yang dimaksud dengan az-zikr adalah Al-Quran. Sedangkan wainna lahu lahafidzun yakni kami menjaga Al-Quran dan melindungi dari syaitan yang ingin menambahkan kebathilan atau pun menghilangkanny, sebagaimana yang dikatan oleh Qatadah.  (Jami’ Al-Bayan, Juz. 14, hlm. 19)

Abu Hayyan al-Andalusi dalam Tafsir al-Bahr al-Muhith menyebutkan makna dari wainna lahu lahafidzun ada tiga: pertama, Allah menjaganya dari syetan. Kedua, sebagaimana dikatakan oleh Hasan al-Bashri, Allah menjaganya dengan cara mengekalkan syariat Islam sampai hari kiamat. Terakhir, ketiga, Allah menjaganya di dalam hati orang-orang yang menginginkan kebaikan dari al-Quran sehingga jika ada satu huruf saja yang berubah dari al-Quran, maka seorang anak kecil akan mengatakan “anda telah berdusta, dan yang benar adalah demikian.” Adapun kata “Lahu” itu kembali kepada az-Zikr atau al-Quran sebagaimana yang dikatakan oleh Qatadah, Mujahid yang selain keduanya. (al-Bahr al-Muhith, Juz. 5, hlm. 435)

Ayat di atas menurut M. Quraish Shihab adalah bantahan atas ucapan kepada siapapun (khususnya kepada orang-orang kafir) yang meragukan sumber datangnya Al-Quran. Betapa tidak, Al-Quran dan nilai-nilainya tidak akan punah tetapi akan tetap bertahan. Itu menandakan bahwa kepercayaan yang bertentangan dengannya, pada akhirnya, cepat atau lambat, pasti akan dikalahkan oleh ajaran Al-Quran. Sehingga, tidak ada gunanya bagi mereka meragukannya. (al-Misbah, Vol. 6, 421-422)

Penggunaan jamak nahnu nazzalna dalam ayat ini, lanjut Shihab, mengisyarakatkan adanya keterlibatan selain Allah SWT dalam pemeliharaan Al-Quran, yakni Jibril, dalam menurukannya dan kamu muslimin dalam pemeliharaannya. Kaum muslimin juga ikut andil dalam memelihara otentisitas Al-Quran dengan berbagai cara. Baik dengan menghafalkannya, menulis, membukukan, merekam dalam berbagai alat seperti piringan hitam, kaset, CD, dan lain-lain. Sehingga bila ada kekeliruan, baik dalam menghafal ataupun menafsirkannya, akan tampil sekian banyak orang yang meluruskan kesalahan dan kekeliruan tersebut.

Dalam tafsir Kementrian Agama disebutkan setidaknya ada tiga faktor yang membantu menjaga kelestarian tulisan dan bacaan Al-Quran; pertama, tulisan atau naskah yang ditulis para penulis wahyu. Kedua, Hafalan dari para sahabat yang sangat antusias menghafalnya. Terakhir, ketiga,  Tulisan atau naskah pribadi yang ditulis oleh para sahabat yang sudah lebih dulu pandai baca tulis seperti ‘Abdullāh bin ‘Umar, ‘Abdullāh bin Mas‘ūd, Ali bin Abi Ṭālib, dan lain-lain.

Selain tiga faktor di atas, Malaikat Jibril selalu mengecek bacaan Al-Quran Rasulullah setiap tahun. Ketika pengecekan, Rasulullah disuruh mengulang bacaan Al-Quran yang telah diturunkan. Bahkan sebelum wafat, Malaikat Jibril mengecek dua kali.

Baca Juga: Berbagai Cara Allah Menjaga Al-Quran dalam Tafsir Surah Al-Hijr Ayat 9

Usaha-Usaha yang dilakukan Kementrian Agama RI

Sebagaimana disebutkan dalam Tafsir Kementerian Agama RI, untuk menjaga kemurnian Al-Quran itu, dilakukan dalam bermacam-macam usaha. Beberapa point disebutkan di dalamnya: pertama, Kementerian Agama RI membentuk “Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran” yang bertugas antara lain meneliti semua mushaf yang akan dicetak sebelum diedarkan ke masyarakat. Tim berada di bawah pengawasan Menteri Agama. Artinya, di bawah LPMQ ini dipastikan bahwa Al-Quran yang akan beredar telah melakukan pengecekan, verifikasi, dan mendapat tanda tashih.

Kedua, pemerintah telah mempunyai naskah Al-Quran yang menjadi standar dalam penerbitan Al-Quran di Indonesia, yang telah disesuaikan dengan Mushaf al-Imām atau Mushaf Ustmani. Tujuan tersebut agar supaya naskah Al-Quran seusai dengan standar dan tidak lagi terdapat perbedaan yang membingungkan bagi para pembacanya.

Ketiga, mengadakan Musabaqah Tilawatil Qur’an setiap tahun yang ditangani dan diurus oleh negara. Pengadaan MTQ tersebut tidak lain untuk meotivasi para pembaca atau pun pendengar untuk selalu membaca, menghayati, dan mengamalkan isi Al-Quran. Sehingga ia menjadi laku-lelampah dalam kehidupan sehari-hari.

Terakhir, keempat, usaha-usaha lain yang dilakukan oleh masyarakat muslim, seperti membentuk lembaga pendidikan, kajian, dan tahfiz Al-Quran. Tujuannya adalah untuk mencetak para generasi yang, tidak hanya hafal, tapi juga dapat meneruskan perjuang para ulama dalam menyebarkan luaskan nila-nilai yang terkadung dalam Al-Quran.

Demikianlah usaha sejak zaman Nabi Muhammad saw dan kaum Muslimin memelihara dan menjaga Al-Quran dari segala macam campur tangan manusia, sehingga Al-Quran yang ada pada tangan kaum Muslimin pada masa kini, persis sama dengan Al-Quran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Ini merupakan bukti dari jaminan Allah yang akan tetap memelihara Al-Quran untuk selamanya.

Terakhir, semoga kita digolongkan orang-orang yang hamilul Qur’an, melalui apa yang dijanjikan oleh baginda Nabi yakni belajar dan mengajarkan Al-Quran, sehingga menjadi sebaik-baik diantara kalian. Allahumarhamna bil Qur’an. Wallahu’alam bish-Showab.

Abdus Salam
Abdus Salam
Alumni STAI Sunan Pandanaran Yogyakarta. Penikmat kopi dan kisah nabi-nabi.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Belajar parenting dari dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

Belajar ‘Parenting’ dari Dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

0
Dalam hal parenting, Islam mengajarkan bahwa perhatian orang tua kepada anak bukan hanya tentang memberi materi, akan tetapi, juga pendidikan mental dan spiritual yang...