BerandaUlumul QuranPeran Ilmu Isytiqaq dalam Kajian Al-Qur'an

Peran Ilmu Isytiqaq dalam Kajian Al-Qur’an

Berdasarkan historisnya, beberapa ulama klasik telah melakukan konstruksi terhadap kualifikasi intelektual Mufassir. Semua keilmuan yang masuk ke dalam kualifikasi tersebut kemudian menjadi tema-tema pokok dalam kajian yang disebut sebagai Ulumul Qur`an. Hanya saja, ada satu kajian yang minim mendapatkan perhatian dalam perkembangan kajian Ulumul Qur`an, yaitu Ilmu Isytiqaq.

Ilmu Isytiqaq ialah cabang studi Bahasa Arab yang berfokus pada akar kata dan pengembangannya. Ada beberapa ulama yang menjadikan ilmu ini sebagai syarat khusus dalam mengkaji al-Qur`an, diantaranya ialah Jalaluddin Al-Suyuthi dalam Al-Itqan fī ‘Ulūm al-Qur`an, Manna’ Khalil al-Qattan dalam Mabāḥīṡ fī ‘Ulūm al-Qur`an, dan Ibn Taimiyyah dalam Muqaddimah fī Uṣūl al-Tafsīr. Namun dalam perkembangannya, ilmu ini kurang mendapat “wadah” dalam kajian Ulumul Qur`an.

Baca juga: Tafsir Surat Al-Furqan Ayat 52: Jihad itu Memerangi Hawa Nafsu

Saat ini, Isytiqaq dan Tafsir seakan merupakan dua hal yang berbeda. Kajian isytiqaq di Indonesia dewasa ini lebih banyak dikembangkan dalam kajian bidang Bahasa dan Sastra Arab, juga kajian Pendidikan Bahasa Arab, sedangkan sedikit sekali digunakan dalam kajian al-Qur`an dan Tafsir.

Padahal dalam sejarah literatur Tafsir al-Qur`an, metode Isytiqaq masih digunakan seperti dalam Tafsīr Rāghib al-Aṣfahānī karya Rāghib Al-Aṣfahānī, Tafsīr al-Baiḍāwī karya Muḥammad al-Syirāzī al-Syāfi’ī al-Baiḍāwī, bahkan Tafsir Al-Mishbah karya seorang mufassir populer Indonesia, M. Quraish Shihab.

Penerapan Metode Istyqaq dalam kata Abrar

Salah satu model penafsiran M. Quraish Shihab yang menggunakan metode Isytiqaq ialah  ketika menafsirkan kata Abrār dalam QS. Al-Infiṭār [82]: 13:

“Kata al-abrâr adalah bentuk jamak dari kata al-bârr (البارّ). Menurut para pakar bahasa, ada beberapa makna yang dirangkum oleh kata yang terdiri dari 3 huruf; ba’-ra’-ra’, antara lain berarti kebenaran. Dari sini, lahir ketaatan karena yang taat membenarkan siapa yang memerintahnya dengan tingkah laku, juga bermakna menepati janji karena yang menepati janjinya membenarkan ucapannya, berarti juga kejujuran dalam cinta. Makna lainnya adalah daratan, dari sinilah lahir kata bariyyah (بريّة) yang berarti padang pasir, luas, dan masyarakat manusia, karena daratan atau padang pasir sedemikian luas, dan karena masyarakat manusia pada umumnya hidup di daratan… ”

Dari sini, diketahui bahwasanya dalam sejarahnya sudah ada beberapa literatur tafsir yang menggunakan metode isytiqaq sebagai pendekatan kebahasan al-Qur`an.

Baca juga: Jejak Manuskrip Al-Qur’an Nusantara dan Problem Penulisan Rasm Imla’i

Kajian Isytiqaq mempunyai peran penting dalam memahami teks al-Qur`an, karena ia merupakan ilmu fundamental dalam memahami teks-teks Arab, termasuk al-Qur`an, melalui pengamatan struktur huruf-huruf asal (root) dan pengembangan-pengembangan kosa katanya. Ṣadīq ibn Ḥasan al-Qanūjī dalam kitab Abjad al-‘Ulūm menegaskan bahwasanya ilmu isytiqaq bertujuan untuk menghindari kesalahan seseorang dalam mengafiliasikan kosa kata-kosa kata al-Qur`an.

Sebagaimana kasus yang melatarbelakangi kemunculan kitab Mu’jam Mufahras li Alfāẓ al-Qur`an yang dilakukan oleh Fu`ad Abd al-Bāqī dalam mengkoreksi 39 kesalahan kosa kata yang dilakukan oleh Orientalis Jerman abad ke-19, Gustav Leberecht Flügel.

Dalam Ilmu bahasa Arab Klasik, ilmu ini disebut dengan istilah Maqāyīs al-Lughah. Maqāyīs merupakan istilah pembentukan kosa kata baru dari kosa kata yang sudah ada. Istilah tersebut juga  digunakan oleh Ahmad Ibn Fāris sebagai judul kamusnya, karena ia memperhatikan keterkaitan makna antara satu kata dengan kata lain yang mempunyai akar kata yang sama.

Keistimewaan Mempelajari Metode Ilmu Isytiqaq

Isytiqaq kemudian dikembangkan oleh Abu al-Fatḥ ‘Utsmān ibn Jinnī sebagai kajian yang dapat pengetahui perbedaan bahasa (Furūq al-Lughawiyah). Muḥammad Ḥasan Ḥasan Jabal dalam kitabnya, ‘Ilm al-Isytiqaq: Naẓariyyan wa Taṭbiqiyyan menemukan banyak keistimewaan dalam mempelajari Isytiqaq, di antaranya ialah:

  1. Sebagai media untuk mengungkap makna dari kata-kata asing dengan menentukan signifikansi dari suatu kata, seperti kata ism (nama) yang terambil dari kata sumuw (naik, tinggi), karena nama ialah simbol atau tanda dari sesuatu yang kemudian diangkat masuk ke dalam ingatan;
  2. Memberikan pemahaman makna kata secara komprehensif, seperti kata insan (manusia) yang menunjukkan sisi manusia yang uns (jinak) untuk menunjukkan sifat sosialis dan nisyān (lupa) untuk menunjukkan sisi kekurangannya, berupa lalai.
  3. Mengetahui makna generik kosa kata, seperti kata ṣabr (sabar) yang berderivasi dengan kata ṣabir (sejenis tanaman yang sangat keras dan dikenal mampu menjaga air), ṣubrah (batu yang keras), ṣabīr (gunung), ṣabbār (sikap berjalan dengan tidak berlagak sombong). Titik temu derivasi tersebut ialah ṡabāt (tetap), ṣumūd (kekal), tamāsaka (bertahan) dan konsisten menunjukkan pada makna positif.

Baca juga: 5 Keutamaan Surah Ad-Dukhan Menurut Riwayat Hadis dan Tafsir

Melihat cara kerjanya, Ilmu Isytiqaq merupakan ilmu yang berfokus pada tataran etomologi, dengan melalui pelacakan titik temu (konvergensi) dan titik pisah (divergensi) antar kosa kata yang berkaitan. Kajian ini dirasa dapat menjadi ruang segar dalam kajian kebahasaan al-Qur`an dewasa ini, selain stilistika al-Qur`an, juga semantik al-Qur`an. Wallahu a’lam[]

Salman Al Farisi
Salman Al Farisi
Mahasiswa pasca (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Aktif kajian Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Belajar parenting dari dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

Belajar ‘Parenting’ dari Dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

0
Dalam hal parenting, Islam mengajarkan bahwa perhatian orang tua kepada anak bukan hanya tentang memberi materi, akan tetapi, juga pendidikan mental dan spiritual yang...