Mempunyai keluarga bahagia merupakan dambaan semua orang. Selama masih di dunia, mereka berkesempatan menjadi orang tua yang menyayangi dan mengasihi anak-anaknya tanpa henti. Termasuk di antaranya, memiliki keturunan yang baik, berbakti dan selalu mendoakan orang tuanya sehingga mereka menjadi anak yang saleh dan salehah. Namun, di balik taraf kebahagiaan yang mereka dapat, ada kewajiban dan tanggung jawab yang harus diemban, yakni menjaga diri dan keluarga agar senantiasa dalam kondisi taat dan bertakwa. Semua itu agar terhindar dari kejamnya api neraka. Tugas tersebut telah dijelaskan dalam al-Qur’an surah At-Tahrim [66] ayat 6:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ
Wahai orang-orang yang beriman. Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. At-Tahrim [66]: 6)
Ayat tersebut memperlihatkan gambaran api neraka yang sangat mengerikan, dijaga oleh beberapa malaikat “killer” dan galak, tugasnya tidak lain adalah patuh kepada semua perintah Allah, tidak sedikitpun mereka durhaka dari titah-Nya. Sedangkan manusia dan bebatuan menjadi bahan bakar neraka yang membara. Barang siapa yang dapat mengamalkan perintah al-Qur’an dalam ayat tersebut maka mereka termasuk orang-orang yang beriman.
Baca juga: Kriteria Perempuan Salihah dalam Surah At-Tahrim Ayat 11-12
Al-Mahalli dalam tafsirnya menjelaskan maksud “qū anfusakum wa ahlīkum” adalah menjaga diri dan keluarga agar senantiasa dalam kondisi taat kepada Allah swt. Kata “wa qụduhan-nāsu wal-ḥijāratu” bermakna bahan bakar neraka adalah manusia yang kafir dan bebatuan termasuk berhala-berhala sesembahan mereka. Maksudnya api neraka dapat membara dengan hal-hal tersebut, lain halnya dengan api dunia yang dapat membara dengan kayu dan lainnya.
Lanjut Al-Mahalli, menafsiri kata “’alaihā malā`ikatun” dengan arti sembilan belas malaikat penjaga neraka termaktub dalam ayat “’alaihā tis’ata ‘asyar” yang dijelaskan dalam surah Al-Muddassir [74] ayat 30. (Tafsir Al-Jalalain/1/752)
Kewajiban memperbaiki diri dan keluarga, menurut Al-Qurthubi, terbagi menjadi tiga klasifikasi, di antaranya:
-
Diri sendiri
Wajib bagi seseorang agar memperbaiki dirinya agar senantiasa dalam kondisi taat, sebagaimana seorang pemimpin yang berbuat baik kepada rakyatnya. Dalam hadis sahih, Nabi saw berkata,
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: (كُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالمَرْأَةُ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا رَاعِيَةٌ وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا، وَالخَادِمُ فِي مَالِ سَيِّدِهِ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ)، قَالَ: وَحَسِبْتُ أَنْ قَدْ قَالَ: (وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي مَالِ أَبِيهِ)
Setiap dari kalian adalah pemimpin dan akan ditanyai perihal kepemimpinannya. Seorang imam adalah pemimpin dan akan ditanyai perihal kepemimpinannya. Seorang laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan akan ditanyai perihal kepemimpinannya. Setiap perempuan adalah pemimpin di rumah suaminya dan akan ditanyai perihal kepemimpinannya. Setiap pembantu adalah pemimpin dalam menjaga harta majikannya dan akan ditanyai perihal kepemimpinannya. Setiap laki-laki juga pemimpin pada harta orangtuanya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya. (HR. Al-Bukhari) (Sahih Al-Bukhari/4/5)
Baca juga: Tafsir Surah Al-Isra Ayat 72: Balasan di Akhirat bagi Orang yang Buta Hatinya
-
Anak-anak
Al-Hasan menyatakan ayat tersebut bermakna “Perintahkan dan laranglah mereka”. Sebagian ulama mengatakan anak-anak termasuk yang harus dijaga karena mereka merupakan bagian dari keluarga. Ajari mereka membedakan mana perkara yang halal dan haram, menjauhkan mereka dari kemaksiatan dan perbuatan dosa dan sebagainya.
Nabi saw bersabda, “Di antara hak seorang anak atas orang tuanya adalah memberi nama baik, mengajari baca tulis, dan menikahkan mereka saat sudah balig”. (Al-Birr wa Ash-Shilah li Al-Husain ibn Harab/1/81)
Nabi saw bersabda, “Tidak ada pemberian orang tua kepada anaknya yang lebih utama selain pendidikan yang baik”. (HR. Ahmad) (Musnad Al-Imam Ahmad/27/274)
Diriwayatkan dari Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Nabi saw yang bersabda, “Perintahkanlah anak-anak kalian untuk melaksanakan salat apabila sudah mencapai umur tujuh tahun, dan apabila sudah mencapai umur sepuluh tahun maka pukullah dia apabila tidak melaksanakannya, dan pisahkanlah mereka dalam tempat tidurnya.” (Al-Musnad Al-Maudlu’i Al-Jami’ lil Al-Kutub Al-‘Asyrah/10/261)
Baca juga: Mengenal Kuliner Neraka dalam Al-Quran, dari Buah Zaqqum hingga Shadid
Selain perintah agar melaksanakan salat, juga wajib mengabarkan kepada anak-anak bahwa telah masuk waktu salat, termasuk juga mengingatkan waktu sahur dan waktu berbuka telah tiba. Keduanya itu dilakukan berdasarkan dengan melihat hilal.
-
Istri
Diriwayatkan oleh Muslim, dari ‘Aisyah, bahwa sesungguhnya Rasulullah saw saat telah melakukan salat witir, maka beliau berseru: “Witirlah wahai ‘Aisyah!“. (HR. Muslim) (Sahih Al-Muslim/1/511). Dalam hadis lain yang dikeluarkan Ibnu Majah, bahwa Rasulullah saw. bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (رَحِمَ اللَّهُ رَجُلًا قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ فَصَلَّتْ، فَإِنْ أَبَتْ رَشَّ فِي وَجْهِهَا الْمَاءَ، رَحِمَ اللَّهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّتْ وَأَيْقَظَتْ زَوْجَهَا فَصَلَّى، فَإِنْ أَبَى رَشَّتْ فِي وَجْهِهِ الْمَاءَ)
“Semoga Allah menurunkan rahmat kepada seorang laki-laki yang bangun malam hari kemudian shalat, lalu membangunkan istrinya. Apabila istrinya menolak bangun, ia akan memercikkan air ke wajah istrinya. Semoga Allah juga menurunkan rahmat kepada seorang perempuan yang bangun malam hari kemudian shalat, lalu membangunkan suaminya. Jika suaminya menolak bangun, ia akan memercikkan air ke wajah suaminya.” (HR. Ibnu Majah) (Sunan Ibni Majah/1/424)
Senada dengan perkataan Nabi saw yang lain, “… Bangunkanlah mereka yang ada di dalam kamar”, hadis ini dikeluarkan oleh Malik dalam kitabnya. (Al-Muwatta/5/1340)
Hadis tersebut berdasarkan firman Allah surah Al-Maidah [5] ayat 2, “Wa ta’awanu ‘alal birri wat taqwa …” yang berarti saling menolonglah kalian dalam kebaikan dan takwa.
Baca juga: Tafsir Q.S. Ali Imran [3]: 145: Menyoal Kematian dan Ragam Motif di Balik Amal
Al-Qurthubi dalam tafsirnya menjelaskan, bahwa Al-Qusyairi menyebutkan, bahwa sahabat Umar bertanya kepada Nabi saw saat ayat ini turun, “Ya Rasulallah, kami akan menjaga diri kami, tetapi bagaimana cara kami menghindarinya (api neraka)?”, lalu Nabi saw menjawab, “Laranglah mereka dari perbuatan yang telah dilarang oleh Allah dan perintahkan mereka untuk melakukan perbuatan yang telah diperintahkan Allah”,
Lanjut Al-Qurthubi, mengutip pernyataan Muqatil yang berkata, “Semua hal tersebut diperuntukkan untuk diri sendiri, anak-anak, keluarga, budak laki-laki dan budak perempuan”. Sedangkan menurut Al-Kiya, “Wajib bagi kita untuk mengajari ilmu agama dan hal-hal yang baik kepada anak-anak dan keluarga kita, termasuk mengajari mereka berakhlak yang baik”. (Tafsir Al-Qurthubi/18/194-196)
Wallahu a’lam.