Perjanjian Manusia dengan Allah Sebelum Lahir ke Dunia

Perjanjian manusia dengan Allah
Perjanjian manusia dengan Allah

Jauh sebelum dilahirkan ke dunia, manusia terikat perjanjian dengan Allah. Perjanjian tersebut adalah tentang keberimanan mereka kepada Allah. Para rasul pun juga tak lepas dari perjanjian kepada Allah. Seluruh rasul yang diturunkan Allah ke dunia, diutus untuk mengingatkan janji tersebut. Perjanjian manusia dengan Allah tersebut direkam oleh Allah di dalam Al-Quran. Ayat-ayat yang turut mencatat janji tersebut terdapat dalam surah Al-A’raf ayat 172, dan Al-Hadid ayat 8. Sedangkan perjanjian yang diambil oleh para rasul terdapat dalam surah Al-Ahzab ayat 7.

Janji manusia ketika keluar dari sulbi Adam

Perjanjian manusia kepada Allah terekam dalam surah Al-A’raf ayat 172:

وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِن بَنِى ءَادَمَ مِن ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَىٰ شَهِدْنَا أَن تَقُولُوا يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَٰذَا غَٰفِلِينَ

“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)””

Ayat ini menurut Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah merupakan sebuah peringatan dan pengingatan kepada kaum kafir, yang terus menerus tidak mau beriman. Padahal sudah banyak bukti secara nyata dan jelas diungkapkan. Mulai dari ayat-ayat qauliyah hingga ayat kauniyah-Nya telah ditunjukkan. Lalu dalam firman-Nya tersebut Allah berhujjah dengan mengingatkan kembali janji dan kesaksian mereka ketika mereka dikeluarkan dari sulbi Adam.

Baca juga: Kisah Pelanggaran Ashabus Sabti dalam Al-Quran

Beberapa riwayat hadis mengungkapkan mengenai janji manusia ketika keluar dari sulbi Adam seperti dari riwayat Anas bin Malik, Umar bin Khattab, dan Ibnu Abbas. Namun Ibnu Katsir dalam Tafsir al-Quran al’Adhim mengambil hadis riwayat Ibnu Abbas karena paling sahih “Sungguh, Allah mengambil perjanjian dari punggung (sulbi) Adam di Nu’man pada hari Arafah, lalu dari tulang punggungnya Allah mengeluarkan seluruh keturunan yang Ia ciptakan, lalu Allah tebarkan di hadapannya kemudian Allah berbicara langsung ‘Bukankah Aku ini Rabbmu?’ Mereka menjawab ‘Betul (Engkau Rabb kami), kami bersaksi.” (HR Ahmad)

Kesaksian manusia yang telah dijadikan perjanjian oleh Allah ini berlaku selama di dunia hingga datangnya kiamat. Meskipun perjanjian itu terjadi ketika manusia keluar dari sulbi Adam, perjanjian ini berlaku bagi semua keturunannya secara individu, sesuai dengan keterangan Muhammad Sahl dalam Tafsir al-Tasturi bahwa tidak akan berdiri kiamat sebelum semua keturunan yang telah diambil sumpah, kesaksian, dan janjinya itu terlahir ke dunia.

Perjanjian untuk beriman kepada Allah

Dalam surah Al-Hadid ayat 8 dijelaskan mengenai keberimanan kepada Allah. Berikut bunyi ayatnya:

وَمَا لَكُمْ لَا تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلرَّسُولُ يَدْعُوكُمْ لِتُؤْمِنُوا بِرَبِّكُمْ وَقَدْ أَخَذَ مِيثَٰقَكُمْ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ

“Dan mengapa kamu tidak beriman kepada Allah padahal Rasul menyerumu supaya kamu beriman kepada Tuhanmu. Dan sesungguhnya Dia (Allah) telah mengambil perjanjianmu, jika kamu adalah orang yang beriman.”

Menurut penafsiran Al-Mahalli dan As-Suyuthi dalam Tafsir Jalalayn ayat tersebut menyatakan bahwa Allah telah mengambil janji manusia ketika di alam arwah. Janji mengenai persaksian manusia atas Rabbnya yang telah diterangkan sebelumnya pada surah Al’A’raf. Isi perjanjian tersebut adalah menyangkut keimanan mereka kepada Allah. Persaksian manusia ketika di alam arwah ini membawa akibat untuk terus beriman kepada Allah. Namun kareana sifat manusia yang lupa, ketika di mereka berada di dunia yang penuh kemewahan semu, mereka menjadi ingkar.

Baca juga: Kisah Masa Kecil Nabi Isa as dan Awal Mula Wahyu Turun Kepadanya

Wahbah Zuhayli dalam Tafsir Al-Wajiz memberikan penjelasan bahwa perjanjian manusia kepada Allah sejak dalam sulbi dan ketika di alam arwah menjadikan sebab mereka untuk beriman kepada Allah di dunia. Pada hari kiamat nanti manusia akan ditagih tentang janji beriman ini. Namun, kebanyakan mereka lengah akan janji tersebut dan sangat menyesali kealpaannya. Tapi naasnya sudah terlambat, pada hari tersebut penyesalan mereka sudah tidak berlaku lagi.

Janji para rasul

Selain janji manusia pada umumnya mengenai persaksian dan keberimanan, Allah pun mengambil janji kepada para rasul. Janji para rasul ini direkam Al-Quran dalam surah Al-Ahzab ayat 7:

وَإِذْ أَخَذْنَا مِنَ ٱلنَّبِيِّۦنَ مِيثَٰقَهُمْ وَمِنكَ وَمِن نُّوحٍ وَإِبْرَٰهِيمَ وَمُوسَىٰ وَعِيسَى ٱبْنِ مَرْيَمَ وَأَخَذْنَا مِنْهُم مِّيثَٰقًا غَلِيظًا

“Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari nabi-nabi, dari kamu (sendiri) dan dari Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa putra Maryam, dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang teguh.”

Dalam menerangkan ayat tersebut, Wahbah Zuhayli menyatakan bahwa janji para rasul tersebut merupakan akibat dan efek domino dari sebab sebelumnya. Persaksian manusia sejak dulu menjadikan sebab perjanjian keberimana kepada Allah. Dan oleh karena sebab tersebut, para rasul ini hadir di dunia. Namun, sebelum mereka di utus Allah ke dunia, mereka telah terlebih dahulu dijanji oleh Allah, dan janji mereka sangatlah teguh.

Baca juga: Kisah Kesabaran Nabi Yusuf Yang Membuat Kagum Nabi Muhammad

At-Thabari dalam Tafsir Thabari menjelaskan perjanjian para nabi pada ayat tersebut bukan berkenaan mengenai keimanan seperti janji manusia pada umumnya. Janji para rasul tersebut terkait persoalan untuk saling meneguhkan antara satu nabi dengan yang lain, penyampaian risalah, serta tugas-tugas kenabian yang lain. AthThabari megngkapkan riwayat yang lain bahwa  janji tersebut adalah tentang pertama kalinya Nabi Muhammad diciptakan, namun yang paling terakhir diutus.

Sifat manusia yang lupa merupakan pangkal dari ketidakberimanan kepada Allah ketika di dunia. Namun, diutusnya para rasul oleh Allah dimaksudkan untuk mengingatkan kembali akan janji manusia dulu. Begitu sayangnya Allah kepada manusia hingga Ia mengirimkan banyak bukti untuk mengingatkan manusia akan janjinya dulu.

Bukti-bukti tersebut seperti diungkapkan oleh Quraish Shihab dan Wahbah Zuhayli meliputi diutusnya para rasul, diturunkannya ayat-ayat qauliyah, maupun ayat-ayat kauniyah. Belum lagi ditambah kecenderungan hati yang hanif yang ditanamkan Allah kepada manusia. Seharusnya itu semua lebih dari cukup untuk mengingatkan perjanjian manusia dulu dan menjadikannya beriman dan bertaqwa kepada Allah. Jika setelah diingatkan oleh para rasul mereka masih saja ingkar berarti hati mereka telah tertutup dan akan mendapat balasan di akhirat kelak. Wallahu a’lam[]