BerandaKhazanah Al-QuranPerkembangan dan Transmisi Penerjemahan Alquran di Surakarta

Perkembangan dan Transmisi Penerjemahan Alquran di Surakarta

Pemikiran Islam pada awal abad ke-20 di Surakarta diwarnai oleh dinamika pendidikan dan perkembangan penerjemahan Alquran yang sangat intens. Adanya penerjemahan Alquran memang belum tampak secara masif dalam era-era sebelumnya, setidak-tidaknya hingga akhir abad ke-19 M. Hal ini pula yang disampaikan oleh Martin van Bruinessen yang menjelaskan bahwa pada akhir abad ke 19, penerjemahan dan penafsiran Alquran belum direspons secara baik dalam perkembangan masyarakat (Bruinessen 1995: 159). Namun lebih dari itu, hal ini justru menjadi bagian penting dalam kurikulum pesantren termasuk dalam pesantren-pesantren yang ada di Surakarta.

Sejalan dengan perkembangan modernsime Islam, adanya penerjemahan Alquran mulai memiliki peran yang penting sebagai bentuk mempermudah masyarakat dalam memahami kitab suci. Tentu saja, para ulama tradisional di masa itu merasa berkewajiban untuk menyesuaikan diri dan mulai mengamati dan memerhatikan arus perkembangan penerjemahan Alquran secara serius. Dengan dorongan inilah, kemudian banyak ditemukan karya-karya terjemah maupun tafsir yang hadir dalam masa perkembangannya.

Baca Juga: Iluminasi Terengganu dalam Mushaf Kuno Indonesia

Tak heran pada priode ini, kemunculan karya-karya tafsir dan terjemah Alquran mulai banyak dijamah masyarakat. Artinya, hadirnya penerjemahan Alquran bukan hanya dilatarbelakangi sebagai bentuk syiar Islam, melainkan juga sebagai betuk kebutuhan masyarakat. Di samping itu, dengan adanya perkembangan modern, penerjemahan Alquran mendapat akses yang lebih luas karena hadirnya para penerbit yang ikut membantu mencetak dan menyebarluaskan karya-karya terjemah maupun tafsir Alquran.

Sejalan dengan hal ini, terbitlah karya tafsir Tafsîr al-Quran al-‘Adzîm yang merupakan karya Raden Pengulu Tafsir Anom V, seorang ulama bangsawan yang menjabat sebagai pengulu ageng di Kraton Surakarta. Karya tafsir ini terbit pertama kali pada dekade 1910-an, mengiringi berdirinya Paheman Mardikintaka yang didirikan sang pengulu ageng untuk menerbitkan karya-karya keislaman di ibukota Kasunanan Surakarta (Junaidi 2020: 56). Memang secara khusus kitab ini termasuk dalam karya tafsir dan bukan terjemah, tetapi hadirnya karya-karya ini juga menjadi menjadi salah satu sumber adanya perkembangan terjemah Alquran di Surakarta.

Selain itu, kemunculan Tafsir Surat Wal Asri juga menjadi salah satu betuk perjalanan yang akan menumbuhkan penafsiran dan penerjemahan Alquran selanjutnya. Karya tafsir yang memiliki ketebalan 16 halaman yang merupakan karya Siti Chayati yang kemudian diintrodusir oleh Suparmini lewat penerbit Warasoesila, sebuah penerbit yang bermarkas di Solo pada tahun 1924. Dengan beragam bentuk dan model penerjemahan Alquran kembali terbit dengan Tafsîr Qur’an Djawen karya Dara Masyitah. Karya tafsir berbahasa dan berhuruf Jawa tersebut diterbitkan oleh Penerbit Warasoesila pada tahun 1930 M (Junaidi 2020: 70)

Munculnya karya-karya di atas merupakan sebuah bukti bahwa perkembangan penerjamahan Alquran sudah mulai berkembang dikalangan masyarakat. Dari sinilah kemuculan Qoeran Indonesia terbit tahun 1932 juga menjadi pusat perhatian karena hadir sebagai satu-satunya kitab terjemah Alquran dengan gaya terjemah menggunakan bahasa Indoensia. Hal ini bukan tanpa alasan, selain dengan dorongan perkembangan zaman, kemunculan Qoeran Indonesia juga sebagai bentuk misi dari salah satu lembaga Perserikatan Muhamadiyah Surakarta.

Baca Juga: Pelestarian Budaya Lokal melalui Penafsiran Alquran

Respon Masyarakat Terhadap Qoeran Indonesia
Kehadiran kitab Qoeran Indonesia sebagai salah satu kitab Alquran terjemah, tentu bukan satu-satunya kitab yang hadir dikalangan masyarakat Jawa khusunya Solo. Secara umum telah banyak ditemukan kitab-kitab terjemah Alquran yang juga ditulis dengan bentuk terjemah yang kehadirannya jauh lebih awal dibandingkan dengan kitab Qoeran Indonesia. Namun dalam perjalannya, selain sebagai misi perserikatan Muhammadiyah, hadirnya kitab Qoeran Indonesia juga menjadi solusi sebagai bentuk syiar guna mempermudah pemahaman masyarakat terhadap Alquran.

Pada masa itu, perkembangan kitab Alquran terjemah memang sudah mulai berkembang, meskipun sebagian besar yang ada masih menggunakan tulisan aksara Jawa atau pegon Jawi. Sejalan dengan hal itu, adanya penerjemahan Alquran dengan bahasa Indonesia menjadi sesuatu yang baru dan banyak menuai banyak respons masyarakat khususnya Solo dan Yogyakarta (Egi Sukma Baihaki 2017: 44).

Baca Juga: Rekomendasi Terjemah Alquran dalam Bahasa Inggris

Adanya respons masyarakat ini juga banyak menuai perbedaan, mengingat dalam sejumlah isi dan identitas Alquran ini yakni berlatar belakang Muhammadiyah. Dengan adanya hal ini, tak jarang keberadaan kitab Qoeran Indonesia tidak tersebar secara menyeluruh dikalangan masyarakat, meskipun adanya penerjemahan kitab ini bukan semata ditujukan untuk umat atau kelompok tertentu.

Belum diketahui secara luas mengenai bagaimana penggunaan kitab Qoeran Indonesia ini, tetapi yang jelas kitab ini berada dilingkungan Surakarta khususnya Madhrasah Mambaul Ulum dan sebagian wilayah Yogyakarta. Hal ini dapat dilihat dari penerjemah kitab ini yakni R.Ng. Hadiwijata yang merupakan seorang muallim Mambaul Ulum Surakarta.

Sedangkan dalam penggunaanya, kitab Qoeran Indonesia dipakai sebagai bentuk pembelajaran, terlebih dalam aktivitas pendidikan di Madrasah Mambaul Ulum. Kitab ini dikaji dengan beragam perspektif, baik dari tilawah, tafsir, atau hanya sekadar membaca terjemahannya saja. Terlepas dari itu, kitab ini juga hadir di lingkungan masyarakat yang menjadikannya efektif bagi kalangan orang tua karena menggunakan bahasa yang mudah dipahami.

Dengan beragam respons yang ada, ini dapat membuktikan bahwa kehadiran kitab Qoeran Indonesia merupakan bentuk kebutuhan sosial khususnya dalam transmisi Alquran yang harus didorong dan dikembangan dalam berbagai aspek. Adanya penerjemahan ini mrnjadi landasan kuat yang seiring perkembangan zaman akan menjadi sebuah kitab rujukan dalam sejarah penerjamahan Alquran. Lebih dari itu, kehadiran Qoeran Indonesia juga banyak memberikan dampak positif, sebagai upaya mempermudah pemahaman masyarakat dalam memahami Alquran dan memaknai isi kandungan Alquran sebagai bentuk landasan hidup khususnya masyarakat Jawa.

Sukmadi Al-Fariss
Sukmadi Al-Fariss
Santri Pondok Pesantren Mahasisiwa Darussalam Pucangan Kartasura
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Mengangkat Alquran: Peran Performatif dan Simbolisme dalam Pelantikan Pemimpin

0
Alquran tidak hanya berfungsi sebagai pedoman ajaran agama, tetapi juga memiliki dimensi performatif yang terwujud dalam berbagai tradisi dan ritual sosial-keagamaan. Salah satu manifestasi...