BerandaUlumul QuranAl-Quran dan Orientalis: Penerjemahan Al-Quran dalam Bahasa Latin

Al-Quran dan Orientalis: Penerjemahan Al-Quran dalam Bahasa Latin

Di antara kajian ilmiah tentang Al-Quran ialah penerjemahan Al-Quran dalam bahasa Latin yang dipimpin oleh Robbert of Ketton, yang selesai pada tahun 1143 M. Terjemahan Al-Quran tersebut tidak memberikan kontribusi berarti bagi perkembangan kajian Islam di Eropa. Sebab, Robbert ketika menerjemahkan Al-Quran ke dalam bahasa Latin tidak merujuk kepada mufasir ketika menafsirkan ayat-ayat Al-Quran.

Sebagai informasi, kejayaan Islam mulai mempengaruhi peradaban yang ada di Eropa di awal abad 12 M yang menarik perhatian pemuka agama di Eropa. Peter the Venerable (1092 – 1156 M), kepala biara Cluny Perancis, merupakan orang Eropa pertama yang tertarik dengan studi Al-Qur’an. Upayanya tersebut merupakan langkah awal perlawanan akademis dan teologis terhadap Islam

Selanjutnya, Alexander Ross berkebangsaan Skotlandia pada tahun 1649 M menerjemahkan Al-Qur’an dalam bahasa Inggris dengan merujuk karya Du Ryer yang berbahasa Perancis. Terjemahan Al-Qur’an milik Ross dinilai telah menyalahi kaidah penerjemahan Al-Qur’an, sebab ia tidak merujuk langsung pada Al-Qur’an berbahasa Arab.

Terjemah merupakan kosa kata dari bahasa Arab yakni tarjamah yang berarti mengganti suatu bahasa ke dalam bahasa lain supaya pokok bahasan dapat dipahami oleh orang yang tak memahami bahasa aslinya. Adapun terjemah menurut menurut KBBI berarti menyalin (memindahkan) suatu bahasa ke bahasa lain; mengalihbahasakan.

Syaikh Al-Zarqani mengistilahkan terjemah Al-Qur’an dengan tafsir al-qur’an bighair lughatih (penafsiran Al-Qur’an dengan selain bahasa Al-Qur’an). Maka, terjemahan Al-Qur’an merupakan bagian dari penafsiran Al-Qur’an, sebab menerjemahkan Al-Qur’an dalam bahasa asing sama halnya dengan menafsirkan Al-Qur’an. (Baca juga: Problem Status Terjemah dan Tafsir Al Quran)

Ludovici Marracci, seorang pendeta, dari Italia pada tahun 1698 M berhasil menyusun dan menerjemahkan Al-Qur’an berdasarkan manuskrip yang ia pelajari selama 40 tahun. Dalam karyanya Ludovici Marracci turut mengutip pendapat mufasir, akan tetapi penafsiran yang dicantumkan justru menimbulkan kesan buruk pada Islam. Tindakan Ludovici tersebut tidak dapat dibenarkan, karena walaupun ia merujuk mufasir muslim, namun ia bersikap tidak objektif pada karyanya. (Baca juga: Sejarah Pencetakan Al-Quran dari Italia hingga Indonesia)

George Sale dari London pada tahun 1734 menerjemahkan Al-Qur’an dalam bahasa Inggris dengan diawali prawacana tentang Islam yang ia sajikan secara objektif. George Sale merujuk mufasir muslim, khususnya Baidhawi dalam penerjemahan Al-Qur’an. Ia juga memberikan beberapa catatan dalam terjemahan Al-Qur’an miliknya. George Sale dalam menyusun karyanya lebih mengedepankan cara berpikir ilmiah ketimbang fanatisme keagamaan. (Baca juga: Dua Cara Ulama Menafsirkan Al Quran: dengan Riwayat dan Rasio)

Pada abad 19 M merupakan awal mula berkembangnya studi Al-Qur’an di Barat dengan terbitnya edisi kritis teks Al-Qur’an. Penerjemahan Al-Qur’an sudah mulai ditinggalkan oleh sarjana Barat. Terbukti bahwa terjemahan Al-Qur’an dalam bahasa Inggris milik J.M. Rodwell (1861 M) dan E.H. Palmer (1880) mulai diabaikan.

Parisian Academie des Inscriptions et Belles-Lettres pada tahun 1857 M mengadakan lomba karya ilmiah tentang “Sejarah kritis teks Al-Qur’an” dengan berhadiah monograf. Theodor Noldeke berhasil memenangkan hadiah monograf tersebut, dengan kajian tentang asal-usul komposisi Al-Qur’an yang ia sajikan secara sistematis. Pada tahun 1860 karyanya disebarluaskan di Jerman dengan judul Geschichte des Qorans.

Sejarah penerjemahan Al-Qur’an yang dilakukan oleh sarjana Barat telah memberikan khazanah ilmu pengetahuan tersendiri bagi umat Islam. Walaupun pada awal mulanya studi Al-Qur’an di Barat hanya untuk menjatuhkan eksistensi Islam, namun seiring waktu studi Al-Qur’an di Barat di sebagian tempat telah dibangun dengan kerangka berpikir ilmiah. Sehingga tujuan dari studi Al-Qur’an saat ini ialah mencari ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi kehidupan umat manusia.

Muhammad Fani
Muhammad Fani
Mahasiswa Prodi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir di IAIN Surakarta
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Konsep Kepemimpinan Berdasarkan Sila Kelima Pancasila

0
Dalam Pancasila terdapat nilai-nilai yang dapat menginspirasi terkait konsep kepemimpinan yang sesuai dengan semestinya, yakni sila yang kelima “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat  Indonesia”....