BerandaTafsir TematikPesan Prof Said Agil (2): 3 Keutamaan Rasulullah Sebagai Rahmatan Lil Alamin

Pesan Prof Said Agil (2): 3 Keutamaan Rasulullah Sebagai Rahmatan Lil Alamin

Melanjutkan pembahasan sebelumnya, tiga pesan Ali al-Shabuni terkait keutamaan Nabi saw sebagai rahmatan lil alamin, sebagaimana dikutip Prof Said Agil Husin Al-Munawar adalah sebagai berikut:

Mendapatkan Kebaikan yang Berlimpah di Dunia maupun Akhirat

Pesan ketiga adalah Nabi saw memastikan bahwa umat Islam mampu memperoleh kebaikan yang banyak baik di dunia maupun akhirat (naalu ‘ala yadaihi al-khairati al-katsirati fil awwal wal akhirah). Artinya, Nabi saw juga menggandeng tangan mereka untuk berusaha menggapai dan mendapatkan kebaikan yang berlimpah. Dengan demikian, mereka lebih mudah menerima syiar Islam. Logikanya, bagaimana mungkin seseorang bisa mudah menerima sesuatu, jika kita tidak berusaha membantu menggapainya. Ini adalah sebuah teorisasi yang sangat luar biasa sekaligus legacy Nabi Muhammad saw dalam berdakwah dan bersosial.

Baca juga: Pesan Prof. Said Agil Husin Al-Munawar (1): Rasulullah Diutus Sebagai Rahmatan Lil ‘Alamin, Tidak Hanya Rahmatan Lil Mu’minin

Pencerahan dari Kebodohan

Prof. Said Agil Husin menyebutnya dengan pencerahan (wa ‘allamahum ba’dal jahhalah). Terkait hal ini, beliau sedikit mendefinisikan term jahiliyah. “Zaman jahiliyah itu bukan berarti bangsa Arab itu bodoh, akan tetapi mereka itu tidak mengenal tuhan, tidak beradab dan berperikemanusiaan, mengedepankan hawa nafsu, tidak tahu bedanya milik sendiri dan milik orang lain, mana istri sendiri mana istri orang lain, tidak bisa membedakan mana haq dan bathil”. Tegas intelektual muslim berkelahiran Palembang

Lebih jauh, beliau menyitir Q.S. al-Mu’minun [23]: 71,

وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ اَهْوَاۤءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمٰوٰتُ وَالْاَرْضُ وَمَنْ فِيْهِنَّۗ بَلْ اَتَيْنٰهُمْ بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَنْ ذِكْرِهِمْ مُّعْرِضُوْنَ ۗ

“Dan seandainya kebenaran itu menuruti keinginan mereka, pasti binasalah langit dan bumi, dan semua yang ada di dalamnya. Bahkan Kami telah memberikan peringatan kepada mereka, tetapi mereka berpaling dari peringatan itu” (Q.S. al-Mu’minun [23]: 71)

Maka sesungguhnya siapapun, ujar Prof Saif Agil Husin, yang ingin mencari kebenaran, tapi hawa nafsu yang dikedepankan, maka dijamin Al-Quran tidak akan muncul kebenaran namun kerusakan. Kalau ada yang menghalangi dipastikan akan terjadi pertumpahan darah. Itulah realitas masyarakat jahiliyah.

Baca juga: Delapan Tema Pokok Al-Quran Menurut Fazlur Rahman (1)

Membawa Petunjuk kepada Mereka Setelah Tersesat

Pesan terakhir dari wama arsanaka illa rahmatan lil alamin adalah wa hadahum min al-dhalalah (membawakan petunjuk kepada mereka setelah dalam kesesatan). Prof Said Agil Husin juga menjelaskan “Al-Quran berfungsi hudan lil muttaqin, hudan lin nas wa bayyinat, qad ja’akum burhanun min rabbikum, qad ja’akum minallahi nurun, yahdi bihillahi manit taba’a ridhwanahu subulas salam wa yakhrijuhum min al-dzulumat ilan nur, dan sebagainya”.

Katanya, “memang Al-Quran itu betul-betul difungsikan sebagai petunjuk”. Kemudian Prof Said Agil Husin kembali mengutip perkataan Muhammad Abdullah Darraz dalam al-Naba’ul Adzhim bahwa Al-Quran itu mukjizat tapi penyajiannya aktual. Memandang sesuatu (teks dan konteks) itu jangan dengan mata sebelah, tapi memandanglah ke depan. Dalam artian apakah sudah menurut ilmu pengetahuan atau belum, jangan sampai opini tak berdasar bermunculan sehingga berpotensi menggaduhkan atau memperuncing masalah.

Baca juga: Pesan Gus Ghofur Maimoen (3); Yang Lebih Penting dari Moderat adalah Tawazun (Keberimbangan)

“Dasarnya apa, ya Al-Quran. Untuk bisa memahami Al-Quran perlu mempelajarinya dengan seperangkat ilmu, baik ilmu tafsir, linguistik bahasa Arab, munasabah, maupun semacamnya. Imam al-Zarkasyi dalam mukaddimah al-Burhan-nya mengatakan bahwa banyak untuk mempelajari ilmu cabang Al-Quran dan turunannya secara sempurna, meski dirasa sulit, belum sampai sempurna umur kita sudah habis”.

Beliau juga kembali mengutip Kisah Nabi saw dalam Zad al-Ma’ad, karangan Ibn al-Jauzi, tentang Nabi saw memberi makan wanita tua yahudiyyah, namun setiap hari ia senantiasa diludahi ketika menyuapinya. Lalu pada satu ketika wanita tua ini terbaring sakit, Nabi saw lantas menjenguknya dan membawakan serantang makanana kesukaannya. Lalu, wanita itu hendak kabur karena takut dan merasa bersalah tak berdaya untuk melawan bahwa selama ini yang diludahi adalah Rasul saw.

Begitulah akhlak Nabi saw. Sebagai penutup, Prof Said Agil berwasiat bahwa sungguh apa yang dibawa Rasul saw ini rahmannya tidak terbatas hingga pada kuffaru ruh al-mubin sehingga orang yang tidak beriman sekalipun mampu merasakan percikan atau resonansi rahmatnya. Dan Al-Quran diturunkan untuk menyelamatkan kita, maka sampaikanlah dengan penuh rahmat dan kasih sayang. Wallahu a’lam.

Senata Adi Prasetia
Senata Adi Prasetia
Redaktur tafsiralquran.id, Alumnus UIN Sunan Ampel Surabaya, aktif di Center for Research and Islamic Studies (CRIS) Foundation
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

penamaan surah Alquran

Penamaan Surah Alquran: Proses Penamaan Nonarbitrer

0
Penamaan merupakan proses yang selalu terjadi dalam masyarakat. Dalam buku berjudul “Names in focus: an introduction to Finnish onomastics” Sjöblom dkk (2012) menegaskan, nama...