Anwār al-Tanzīl wa Asrār al-Ta`wīl merupakan salah satu kitab tafsir yang paling berpengaruh sebagai rujukan banyak kitab tafsir dan kaya akan hasyiyah (kitab syarah atas tafsir).
Kitab Anwār al-Tanzīl ditulis oleh seorang mufasir dan ulama besar, al-Imām al-Qāḍī al-Mufassir Nāṣir al-Dīn Abū Sa’īd Abū al-Khayr ‘Abd Allāh ibn Abī al-Qāsim ‘Umar ibn Muḥmmad ibn Abī al-Ḥasan ‘Alī al-Bayḍāwī al-Shīrāzī al-Shāfi’ī, atau lebih dikenal dengan nama al-Imām al-Bayḍāwī. Beliau merupakan seorang ulama besar asal Iran yang lahir di Tabriz pada abad ke-7 H.
Walid Saleh dalam tulisannya, The Qur’an Commentary of al-Bayḍāwī: A History of Anwār al-Tanzīl, menyebutkan bahwa Ibn ‘Ashūr (w. 1970 M), seorang mufasir dan mufti besar dari Tunisia, menyatakan bahwa kitab tafsir Anwār al-Tanzīl karya Imam al-Bayḍāwī ini merupakan puncak dari tujuh abad pengembangan dan kesempurnaan ilmu tafsir dalam dunia Islam. Ia menjadi kitab tafsir standar yang digunakan dalam pengajaran ilmu tafsir Alquran di seluruh dunia Islam khususnya pada abad ke-17 M sampai ke-19 M, dan bahwa ada ratusan ḥāshiyah ditulis untuk kitab tafsir ini oleh para guru besar yang mengajarkannya.
Baca juga: Nashiruddin Al-Baidhawi: Sang Hakim Pengarang Kitab Anwar al-Tanzil
Awal penulisan kitab tafsir Anwār al-Tanzīl
Meskipun tafsir Anwār al-Tanzīl merupakan puncak pencapaian tradisi tafsir dalam Islam, kitab tafsir ini tidak langsung mendominasi sejak awal penulisannya, yaitu pada akhir abad ke-7 H/13 M. Walid Saleh menyatakan bahwa sebelum tafsir Anwār al-Tanzīl dikenal di kalangan Sunni, tafsir al-Kashshāf karya al-Zamakhsharī lebih dulu digunakan oleh kalangan Sunni di seminari-seminari mereka. Bahkan butuh beberapa abad bagi tafsir Anwār al-Tanzīl untuk mengganti posisi kitab tafsir al-Kashshāf-nya al-Zamakhsharī.
Memang pada abad ke-8 H/14 M kitab tafsir al-Kashshāf merupakan kitab tafsir Alquran yang paling otoritatif, dikagumi, dan dianggap merupakan mahakarya di bidang tafsir. Al-Rāzī (w. 604 H/1207 M), misalkan, dalam kitab tafsir Mafātīḥ al-Ghayb, menggunakan tafsir al-Kashshāf sebagai referensinya. Demikian juga Abū Hayyān al-Gharnāt (w. 745 H/1344 M) dalam kitab tafsirnya, al-Baḥr al-Muḥīt. Dominasi tafsir al-Kashshāf terus berlanjut selama tiga abad berikutnya hingga tafsir Anwār al-Tanzīl mulai dikenal dan digunakan; dan pada satu waktu, kedua karya tersebut (al-Kashshāf dan Anwār al-Tanzīl) digunakan secara bersamaan, hingga akhirnya Anwār al-Tanzīl menggantikan dominasi al-Kashshāf.
Pada awal penulisan tafsir Anwār al-Tanzīl, al-Bayḍāwī memang telah dikenal sebagai seorang cendekiawan dan penulis terkenal. Namun, dia lebih dikenal sebagai seorang ahli teologi dan hukum, bukan sebagai mufasir. Bahkan pada mulanya, tafsir Anwār al-Tanzīl dikenal dengan sebutan mukhtaṣar (ringkasan) dari al-Kashshāf. Penggunaan paling awal dari Anwār al-Tanzil dalam literatur tafsir, setidaknya menurut Walid Saleh, adalah dalam sebuah karya berjudul Futūḥ al-Ghayb fī al-Kashf ‘an Qinā’ al-Rayb. Ini sebenarnya ḥāsyiyah yang ditulis oleh al-Ṭībī (w. 743 H/1342 M) terhadap al-Kashshāf. Namun, dia juga mengutip Anwār al-Tanzil di dalamnya.
Baca juga: Hasiyah Al-Sawi: Penjelas Tafsir al-Jalalain Paling Populer di Indonesia
Mulai dikenalnya Anwār al-Tanzīl oleh para ulama
Kemudian sekitar tahun 852 H/1449 M, Imam-Biqāʿī (w. 885 H/1480 M) menjadi mufasir pertama yang menggunakan Anwār al-Tanzīl sebagai pusat kegiatan dalam menulis kitab Naẓm al-Durar fī Tanāsub al-Āyāt wa al-Suwar, yang selesai pada tahun 875 H/1471 M dan diterbitkan pada tahun 882 H/1477 M. Setelah al-Biqāʿī inilah, tafsir Anwār al-Tanzil mulai digunakan, dirujuk, dan dipelajari secara masif.
Salah satu contohnya ialah Imam al-Suyūtī (w. 911 H/1505 M) yang menulis ḥāsyiyah pertama terhadap Anwār al-Tanzil, yaitu kitab Nawāhid al-Abkār wa Shawārid al-Afkār. Karya ini merupakan hasil dari pengajarannya selama 20 tahun. Setelah al-Suyūtī, ada juga Zakariyyā al-Anṣār (823–926 H/1420–1520 M), seorang ulama Kairo yang menulis ḥāsyiyah terhadap Anwar al-Tanzīl yang berjudul Fatḥ al-Jalīl bi Bayān Khafī Anwār al-Tanzīl.
Selanjutnya pada abad ke-19, semakin banyak ḥāsyiyah yang ditulis para ulama terhadap tafsir Anwār al-Tanzīl. Di antaranya; ḥāshiyah yang ditulis oleh Muḥyī al-Dīn al-Quwajī atau lebih dikenal dengan Syekh Zādeh yang pertama kali diterbitkan di Kairo pada tahun 1847 M dalam empat volume besar; Ḥāshiyat al-Siyālkūti yang ditulis oleh Abd al-Ḥakīm ibn Shams al-Dīn al-Bunjābī al-Siyālkūti, diterbitkan dalam satu jilid di Istanbul pada tahun 1854 M; Ḥāshiyat al-Qunawī ‘alā Tafsīr al-Bayḍāwī yang ditulis oleh Isma’īl ibn Muḥammad al-Qunawī, dicetak dalam tujuh jilid besar di Istanbul pada tahun 1868 M; Ḥāshiyat al-Shihāb atau Ināyat al-Qādi wa Kifāyat al-Rāḍī yang ditulis oleh Aḥmad ibn Muḥammad al-Shihāb al-Khafāji, diterbitkan di Kairo yang terkenal pada tahun 1866 M dalam delapan volume; dan Ḥāshiyat al-Kāzarūni yang ditulis oleh Abū al-Faḍl al-Qarashī al-Ṣiddīqī al-Khaṭīb, ditulis dalam lima jilid dan diterbitkan di Kairo pada tahun 1911 M.
Itulah secuplik gambaran bagaimana kesejarahan tafsir Anwār al-Tanzīl dalam dunia Islam. Banyaknya ḥāsyiyah yang dituliah oleh para ulama terhadap tafsir Anwār al-Tanzīl merupakan bukti bahwa tafsir al-Bayḍāwī ini merupakan kitab tafsir yang sangat berpengaruh dalam dunia Islam, khususnya pada abad ke-17 M sampai ke-19 M, hingga sekarang sebagaimana pernyataan Ibn ‘Ashūr di atas yang juga didukung oleh Walid Saleh. Wallāhu a’lam bi al-shawāb []
Baca juga: Misykat Al-Anwar: Tafsir Ayat Cahaya dalam Perspektif Al-Ghazali