Kajian terhadap al-Quran atau studi al-Quran yang dilakukan oleh para orientalis telah terjadi sejak lama yakni dimulai pada abad ke-12. Ketika itu, kajian al-Quran kaum orientalis cenderung bersifat apologetik. Pengertian istilah apologetik sendiri yakni pendekatan yang didasarkan pada semangat membela keyakinan dan agama (Kristen) sendiri sebagai agama yang murni berasal dari Tuhan serta paling benar di antara agama lainnya. Pendekatan tersebut digunakan oleh para orientalis dalam studi al-Quran sampai abad ke-18.
Pada periode orientalisme yang kedua, yakni di abad ke-19, para orientalis mulai mengkaji al-Quran dengan sifat akademisnya dan tidak lagi bersifat apologetik. Periode ini ditandai dengan terbitnya Was Hat Mohammed aus dem Judenthume Aufgenommen? atau Apa yang Telah Dipinjam Muhammad dari Yahudi? karya Abraham Geiger di tahun 1833. Meski karya terebut cukup kontroversial, namun menurut Angelika Neuwirth, tulisan Geiger tersebut telah meninggalkan sifat apologetik dan beralih pada pendekatan baru yakni kritik historis yang bersifat deskriptif.
Sementara itu pada periode ketiga, pendekatan kritik historis dalam studi al-Quran masih digunakan oleh para orientalis, hanya saja titik fokusnya adalah pada sosok Nabi Muhammad saw. Ini berbeda dengan periode pertama dan kedua yang pembahasannya mengenai asal-usul al-Quran dalam tradisi Yahudi dan Kristen atau yang biasa disebut dengan theories of borrowing and influence (teori peminjaman dan keterpengaruhan).
Adapun pada kesempatan kali ini, penulis berniat membahas mengenai pro dan kontra teori peminjaman dan keterpengaruhan dalam studi al-Quran.
Latar Belakang Munculnya Teori Peminjaman dan Keterpengaruhan
Sebelum memahami dan mengetahui maksud dari teori peminjaman dan keterpengaruhan Yahudi dan Kristen dalam studi al-Quran, perlu diketahui dua latar belakang munculnya teori tersebut;
Pertama, karena kebencian terhadap al-Quran. Kebencian ini muncul sebagai respon atas isi al-Quran pada ayat-ayat tertentu, misalnya ketika Allah Swt berfiman pada QS. Al-Maidah ayat 73 bahwa “Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga.”, atau pada QS. An-Nisa ayat 157 yang berbunyi “Padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak menyalibnya, tetapi orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka.”
Kedua, karena penilaian negatif terhadap Nabi Muhammad saw. Penilaian tersebut dapat tertuju pada sejarah hidup karakter maupun visi Nabi Muhammad saw dalam Islam. Contoh penilaian buruk para orientalisme kepada Nabi misalnya mereka menganggap sosok Nabi sebagai seseorang yang biadab dan cinta perang, tamak akan kekuasaan, serta bodoh karena tidak dapat membaca dan menulis (ummi).
Baca juga: Al-Quran dalam Pandangan Orientalis dan 3 Ajaran Islam yang Diadopsi dari Yahudi menurut Geiger
Pro Kontra Teori Peminjaman dan Keterpengaruhan
Perlu diketahui bahwa kemunculan teori peminjaman dan keterpengaruhan dimulai dengan riset Abraham Geiger yang berusaha menginvestigasi beberapa kata dalam al-Quran, sebab ia yakin bahwa Nabi banyak mengadopsi perbendaharaan Yahudi dalam al-Quran. Asumsinya tersebut ia hadirkan dalam bentuk pertanyaan dalam bagian pertama bukunya yang berjudul Judaism and Islam atau Islam dan Yahudi. Ia menulis:
“Apakah Muhammad memang berkeinginan untuk mengambil dari Yahudi, bisakah Muhammad melakukan pengambilan itu, jika bisa dilakukan, dengan cara apa Muhammad melakukannya, dan apa yang sebanding dengan rencana Muhammad untuk mengambil dari Yahudi?”
Bukti lainnya yang ia paparkan adalah beberapa kosa kata seperti jannatu ‘adn, jahannam, dan Tabut. Menurutnya, ketiga kata tersebut merupakan bahasa Ibrani yang menjadi bahasa bagi kitab orang-orang Yahudi. Selain itu, ia juga memaparkan bahwa kegiatan sembahyang orang Yahudi maupun Islam dilakukan dalam posisi yang sama yakni berdiri, serta terdapat larangan untuk tidak sembahyang dalam keadaan mabuk.
Teori peminjaman dan keterpengaruhan oleh Geiger tersebut kemudian mendapat pujian oleh beberapa orientalis yang mendukung teorinya, salah satunya adalah Theodor Noldeke yang merupakan seorang pendeta Kristen dari Jerman. Theodor Noldeke mengatakan bahwa di usia mudanya Geiger telah mampu mengawali diskusi mengenai elemen Yahudi dalam al-Quran.
Adapun bentuk dukungannya terhadap teori Geiger tersebut di antaranya Noldeke menjelaskan bahwa kalimat basmallah merupakan kalimat yang biasa diucapkan sebelum melaksanakan peribadatan baik dalam tradisi Yahudi maupun Kristen. Selain itu, dengan mengutip QS. Al-Anbiya ayat 105 yang berbunyi; “Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hambaKu yang saleh” ia mengatakan bahwa sudah jelas al-Quran merupakan kitab yang kandungannya berasal dari perjanjian lama.
Selain kedua tokoh tersebut, John Wansbrough juga termasuk orang yang mendukung teori peminjaman dan keterpengaruhan dalam studi al-Quran. Hal ini terlihat pada karyanya yang berjudul Quranic Studies: Sources and Methods of Scriptural Interpretation atau Studi Al-Quran: Sumber dan Metode Penafsiran Kitab Suci. Ia mengatakan bahwa al-Quran merupakan hasil persengketaan antara Yahudi dan Kristen dalam waktu lebih dari dua abad. Selain itu, ia juga menjelaskan bahwa secara umum, doktrin agama Islam bahkan sosok seorang Muhammad mendapatkan pengaruh dari kependetaan agama Yahudi.
Baca juga: Inilah Beberapa Argumentasi Orientalis dalam Mematahkan Autentisitas Al-Quran
Meski begitu, terdapat beberapa orientalis yang membantah teori peminjaman dan keterpengaruhan tersebut. Camilia Adang misalnya, setelah mengkaji beberapa pendapat ulama Islam mengenai Taurat dalam karyanya yang berjudul Muslim Writers on Judaism and the Hebrew Bible From Ibn Rabban to Ibn Hazm, ia menyatakan bahwa penjelasan terkait Nabi Muhammad saw dalam Taurat telah dirubah ataupun dihapus.
Adapun Abdullah Saeed membantah teori peminjaman dan keterpengaruhan tersebut dengan mengkaji sebuah tesis yang berjudul The Charge of Distortion of Jewish and Christian Scripture atau Tuduhan Distorsi Kitab Suci Yahudi dan Kristen. Ia kemudian sampai pada kesimpulan bahwa kitab Yahudi dan Nasrani tidak lagi dapat disebut sebagai kitab yang murni berisi firman Tuhan, sebab kedua kitab tersebut telah lama dirubah dan diselewengkan isinya.
Bantahan lainnya atas teori peminjaman dan keterpengaruhan oleh para orientalis juga dapat dilihat dalam buku karya M.M. Al-‘Azami yang berjudul The History of The Qur’ānic Text From Revelation to Compilation: A Comparative Study with the Old and New Testaments atau Sejarah Teks Al-Qur’an dari Wahyu sampai Kompilasi: Kajian Perbandingan dengan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.
Penutup
Demikianlah penjelasan mengenai pro kontra teori peminjaman dan keterpengaruhan para orientalis dalam studi al-Quran. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa teori tersebut mulanya dilatarbelakangi oleh kebencian terhadap al-Quran dan sosok Nabi Muhammad, maka jelas teori yang dihasilkan berfungsi untuk menjatuhkan al-Quran dan juga Islam.
Hal lainnya yang perlu digarisbawahi adalah meskipun ada kesamaan dalam al-Quran dengan kitab suci lainnya, hal itu disebabkan karena ajaran atau agama Nabi terdahulu bersumber dari satu asal sebelum ajaran tersebut dirubah oleh penganutnya. Oleh karena itu, konsep peminjaman dan keterpengaruhan Yahudi dan Kristen dalam al-Quran sangatlah bertentangan dengan kebenaran yang ada. Wallahua’lam.
Baca juga: Kritik Angelika Neuwirth atas Pendekatan Revisionisme Wansbrough dalam Studi Al-Quran