BerandaTokoh TafsirTokoh Tafsir DuniaKritik Angelika Neuwirth atas Pendekatan Revisionisme Wansbrough dalam Studi Al-Quran

Kritik Angelika Neuwirth atas Pendekatan Revisionisme Wansbrough dalam Studi Al-Quran

Di masa kini, studi al-Quran yang dilakukan oleh para orientalis bukanlah hal yang asing lagi. Berawal dari kekalahan perang yang dialami oleh orang-orang Kristen di Perang Salib, kemudian mereka berusaha mengetahui dan mempelajari Islam serta bahasa Arab lebih dalam melalui al-Quran.

Para orientalis mengenal studi al-Quran sebagai kajian akademik tentang al-Quran (academic studi of the Quran atau Qur’anic Studies). Adapun definisinya, menurut Manfred S. Kroop yakni suatu kajian akademik yang tugas utamanya adalah mengkaji dan mendemonstrasikan teks al-Quran tentang seberapa jauh al-Quran beserta sejarahnya dapat dimengerti oleh akal manusia, atau singkatnya sebagai kajian akademik yang dilakukan berdasarkan bukti penelitian dan argumentasi rasional.

Studi al-Quran termasuk dari bagian studi Islam yang sangat diminati di dunia Barat. Dalam perkembangannya, studi al-Quran mulai digemari oleh para sarjana Barat setelah diterbitkannya buku berjudul Sejarah Al-Quran karya Theodor Noldeke. Sejak saat itu, hampir seluruh kampus di Barat menawarkan studi Islam dengan berbagai ragam penyebutannya.

Adapun para orientalis yang mempelajari studi Islam diantaranya, Gustave Weil, Theodor Noldeke, Abraham Geiger dan John Wansbrough. Namun pada kesempatan kali ini, penulis akan membahas pendekatan revisionisme dalam studi al-Quran oleh John Wansbrough yang kemudian mendapat kritikan dari Angelika Neuwirth.

Baca Juga: Mengenal Kesarjanaan Revisionis dalam Studi Al-Quran

Poin Penting Pendekatan Revisionisme Wansbrough

John Wansbrough merupakan salah satu tokoh revisionis. Ia memiliki karya kontroversial yang berjudul Qur’anic Studies: Source and Method of Scriptural Interpretation  atau Studi Al-Quran: Sumber dan Metode Penafsiran Kitab Suci. Karya tersebut merupakan bentuk kajian kritisnya terhadap al-Quran. Beberapa metode yang digunakannya yakni kritik historis, kritik sumber, analisis literer, dan penyelamatan sejarah atau salvation history merupakan poin penting dalam pendekatan revisionismenya.

Pertama, kritik historis. Wansbrough menggunakan metode ini untuk mempertanyakan ulang mengenai ketepatan dan keaslian informasi-informasi yang terdapat dalam al-Quran, misalnya mengenai apakah benar al-Quran mengalami proses kanonisasi pada abad 1 Hijriah, sebab ia tidak menemukan bukti sejarah yang netral kecuali sumber yang berasal dari orang Muslim dan menurutnya sumber tersebut dipenuhi kepentingan suatu agama.

Kemudian, kritik historis tersebut ia gabungkan dengan kritik sumber. Penggabungan dua metode ini dimaksudkan agar sejarah Islam tidak tercampur dengan pengaruh teologis. Hal ini dapat terlihat dimana Wansbrough memberikan pertanyaan “Apakah terdapat bukti yang netral yang dapat menjelaskan bagaiaman agama (Islam) ini muncul?”.

Ketiga, analisis literer. Pada hal ini, Wansbrough berupaya megungkapkan bahwa al-Quran tidak lagi orisinil sebab terdapat beberapa perkataan Nabi Muhammad saw yang disisipkan ke dalamnya. Ia juga berpendapat bahwa al-Quran merupakan turunan dari tradisi Yahudi dan Kristen.

Keempat, penyelamatan sejarah (salvation history). Setelah menggunakan 3 metode yang telah disebutkan sebelumnya, Wansbrough menegaskan bahwa apa yang dilakukannya merupakan bentuk penyelamatan sejarah, sebab ia telah berhasil merefleksikan apa yang orang Muslim yakini telah terjadi dan bukan merefleksikan apa yang sebenarnya terjadi.

Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa tokoh revisionisme cenderung mengedepankan adanya bukti empirik yang bersifat netral atau dengan kata lain mereka menggunakan pendekatan skeptisme radikal.

Baca Juga: Mengenal Tokoh Revisionis John Wansbrough, yang Mempertanyakan Kemurnian Al-Qur’an

Kritik Angelika Neuwirth atas Pendekatan Revisionisme Wansbrough

Dengan terbitnya Qur’anic Studies: Source and Method of Scriptural Interpretation atau Studi Al-Quran: Sumber dan Metode Penafsiran Kitab Suci, banyak orientalis sangat mengapresiasi jasa keilmuan dan usaha yang telah dilakukan oleh Wansbrough. Akan tetapi, beberapa orientalis lainnya merasa kurang setuju dengan pemikiran Wansbrough tersebut.

Angelika Neuwirth adalah salah satu orang yang kurang setuju dengan pendekatan skeptisme radikal Wansbrough tersebut. Dalam sebuah karya antologi yang diedit oleh Neuwirth, The Qur’an in Context: Historical and Literary Investigations into the Qur’anic Milieu atau Al-Qur’an dalam Konteks: Investigasi Sejarah dan Sastra ke dalam Lingkungan Al-Qur’an, ia mengatakan bahwa bagaimana mungkin jati diri al-Quran yang selama ini telah melekat dalam kepercayaan orang Muslim harus dipertanyakan kembali yakni mengenai validitas sejarah al-Quran sampai benar-benar ditemukannya bukti ilmiah.

Kemudian ia juga menambahkan bahwa pendekatan skeptisme radikal tersebut dapat mengakitbatkan terjadinya konflik ataupun pertentangan antara penafsiran al-Quran di masa klasik ulama Islam dengan kajian tradisi penulisan sejarah Islam di Barat. Selain itu, Angelika juga berpedapat bahwa pendekatan yang digunakan Wansbourgh dalam studi al-Quran seolah meniadakan eksistensi dari al-Quran itu sendiri baik dari segi latar belakang lingkungan maupun tempat al-Quran tersebut diturunkan.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa dalam mengkaji al-Quran kaum orientalis menggunakan beberapa metode yakni kritik historis, kritik sumber, analisis literer, dan penyelamatan sejarah. Beberapa dari mereka mungkin melakukan kajian terhadap studi Islam untuk mencari kelemahan dan menjatuhkan umat Islam seperti halnya yang dilakukan Wansbrough. Akan tetapi masih ada orientalis lainnya yang justru ikut berkontribusi besar dalam meneliti al-Quran dan menambah khazanah keilmuan umat Islam, sebagaimana disampaikan dalam buku bunga rampai dengan Angelika Neuwirth sebagai ketuanya yang berjudul The Qur’an in Context: Historical and Literary Investigations into the Qur’anic Milieu.

Yasmin Karima Fadilla Suwandi
Yasmin Karima Fadilla Suwandi
Mahasiswi UIN Sunan Kalijaga Yogykarta
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...