BerandaTafsir TematikQ.S. Alan'am Ayat 159: Faktor Perpecahan Internal Umat Islam dan Solusinya

Q.S. Alan’am Ayat 159: Faktor Perpecahan Internal Umat Islam dan Solusinya

Skisma dalam agama Islam telah berlangsung lama. Hal ini dimulai pada saat terjadi konflik antara kubu Ali dan Mu’awiyah. Kelompok Syiah sebagai pendukung ahlul bait (Ali), sedangkan Khawarij, kelompok oposisi, merapat ke barisan Mu’awiyah. Disadari atau tidak, ini merupakan cikal bakal tumbuhnya fenomena skisma dalam Islam.

Istilah skisma sendiri dipopulerkan oleh Khaled Abou El Fadl dalam bukunya The Great Theft: Wresting Islam From the Extremists. Skisma merupakan istilah yang digunakan agama Kristen untuk menunjukkan suatu perpecahan yang terjadi antara ajaran Ortodoks dan Katolik.

Baca Juga: Politisasi Agama dan Politik Identitas: Dua Hal yang Tidak Boleh Dilanggengkan

Dalam Islam, dapat dijumpai fenomena skisma pada, pertama, Alquran surah Q.S. Al-An’am :

إِنَّ الَّذِيْنَ فَرَّقُوْا دِيْنَهُمْ وَكَانُوْا شِيَعًا لَّسْتَ مِنْهُمْ فِيْ شَيْءٍۗ اِنَّمَآ اَمْرُهُمْ اِلَى اللّٰهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَفْعَلُوْنَ

Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka menjadi (terpecah) dalam golongan-golongan, sedikit pun engkau (Nabi Muhammad) tidak bertanggung jawab terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka (terserah) hanya kepada Allah. Kemudian, Dia akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat. (Q.S. al-An’am [06]: 159).

Kedua, hadis Nabi Saw. yang menerangkan tentang kemunculan golongan-golongan dalam Islam (hadis iftiraq). Beberapa mufasir seperti Al-Baidlawi, Al-Maraghi, Ibnu ‘Asyur, dan Asy-Sya’rawi mengaitkan ayat ini dengan hadis Nabi Saw. tersebut.

Konteks Turunnya Ayat

Ahmad Mushtafa Al-Maraghi dalam tafsirnya, Tafsir Al-Maraghi, menerangkan sebab turunnya ayat ini berdasarkan dua pendapat. Pertama, pendapat mufasir salaf yang menyatakan bahwa ayat ini diturunkan kepada ahlul kitab, Yahudi dan Nasrani, ketika mereka memecah ajaran (agama) Ibrahim, Musa, dan Isa menjadi agama berbeda. Dan setiap ajaran (mazhab) sangat fanatik pada golongannya, hingga pada puncaknya mereka saling menuduh dan membunuh antar-golongan. (Tafsir al-Maraghi, juz 8, 83)

Kedua, ulama lain mengartikan bahwa ayat ini diturunkan khusus kepada mereka pelaku bidah, kelompok Islam, dan mazhab yang ingin melakukan pembaharuan dalam Islam dan memecah belah persatuan Islam. (Tafsir al-Maraghi, juz 8, 83)

Diskursus ini kemudian diperkuat lagi dengan pernyataan Nabi Saw. yang dikutip oleh al-Maraghi dari beberapa hadis, pertama:

  أخرج ابْن أبي حَاتِم عَن ابْن عَبَّاس قَالَ: اخْتلفت الْيَهُود وَالنَّصَارَى قبل أَن يبْعَث مُحَمَّد ﷺ فَتَفَرَّقُوا فَلَمَّا بعث مُحَمَّد أنزل عَلَيْهِ ﴿إِن الَّذين فرقوا دينهم﴾ الْآيَة

Kedua:

وأخرج رواة التفسير بالمأثور عن أبي هريرة فى قوله: (إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ) الآية. قال هم فى هذه الأمة.

Ketiga:

وأخرج الترمذي وابن أبي حاتم والبيهقي وغيرهم عن عمر بن الخطاب أن النبي ﷺ قال لعائشة: (يا عائشة إن الذين فرقوا دينهم وكانوا شيعا هم أصحاب البدع وأصحاب الأهواء وأصحاب الضلالة من هذه الأمة ليست لهم توبة، يا عائشة إن لكل صاحب ذنب توبة إلا أصحاب البدع وأصحاب الأهواء ليس لهم توبة، أنا منهم بريء وهم مني براء.)

Redaksi pertama mengisyaratkan akan perpecahan yang terjadi pada umat Yahudi dan Nasrani yang terjadi sebelum Nabi Muhammad Saw. diutus menjadi rasul. Redaksi kedua dan ketiga menunjukkan bahwa perpecahan tersebut tidak hanya terjadi pada umat Yahudi dan Nasrani saja, tetapi pada umat Islam sendiri.

Baca Juga: Surah al-Anfal Ayat 46: Cara Menjaga Persatuan

Hal demikian disebabkan oleh maraknya pelaku bidah; mereka yang melakukan hal-hal baru yang bertentangan dengan ajaran Islam, dan mereka yang terlalu “obsesi” dengan hawa nafsunya dengan melakukan suatu perkara sesat sehingga lupa untuk bertaubat.

Wahbah Zuhaili mengutip dari penafsiran Abu Umamah pada kata wa kaanu syiya’an mensinyalir golongan tersebut adalah Khawarij. (Al-Tafsir Al-Munir, juz 4, 471)

Dari ini, penulis dapat sedikit meraba bahwa penjelasan di atas hanya membicarakan paradigma dan perilaku umat di masa awal Islam. Di mana, dari beberapa intelektual muslim, khususnya mufasir, hanya memberikan penjelasan singkat akan pemahaman ayat tersebut secara normatif. Apakah berhenti sampai di sini? Maka barang tentu tidak.

Sebab-musabab Perpecahan di Internal Umat Islam

Perlu ditelaah bersama QS. Al-An’am ayat 159 dengan mengaitkannya pada problematika yang terjadi pada era modern dan kontemporer. Karena disadari atau tidak, persoalan masa silam jauh berbeda dengan masa kini. Persoalan perpecahan umat Islam tidak berhenti pada perpecahan yang terjadi antar golongan, seperti halnya yang dialami Khawarij.

Meskipun masa silam sudah terlampau jauh, tetapi hal masa itu dapat dijadikan dasar persoalan untuk dicarikan solusi pada masa kini. Dari ini, perpecahan umat yang dijelaskan pada hadis iftiraq dan penafsiran para ulama dapat dikaji ulang agar dapat memberikan pemahaman yang solutif. Pertanyaannya, apa motif dari perpecahan tersebut?

Maka dari pada itu, Muhammad Abduh, melalui karya monumentalnya, Tafsir Al-Manar, menegaskan bahwa hal demikian tidak akan terjadi tanpa adanya pengaruh kuat dari sikap politisasi antara penguasa, fanatisme golongan (rasisme), fanatisme aliran (mazahib) dalam hal dasar (ushul) dan cabang (furu’), dan penggunaan pendapat (pribadi) di agama Allah, serta adanya infiltrasi oleh musuh Islam. (Tafsir Al-Manar, juz 8, 217)

Demikian, Wahbah Zuhaili juga menerangkan—seperti Abduh—bahwa ada banyak motif di balik perpecahan umat Islam, yaitu kecintaan berlebih pada jabatan duniawi, sikap rasisme, hanya menjadi pendengar saat adanya infiltrasi oleh musuh Islam, kepongahan (jahl) dan mental terbelakang/dekadensi (takhalluf), taklid pada kebiasaan dan tradisi, mulai ditinggalkannya sikap agamis dalam pemikiran, dogma, politik, metode, aturan dan hukum oleh sebagian banyak negara. (Al-Tafsir Al-Munir, juz 4, 472)

Baca Juga: Albaqarah Ayat 148: Isyarat Pluralitas dan Solusi Egoisme Beragama

Keduanya, Muhammad Abduh dan Wahbah Zuhaili, bersepakat dan saling menguatkan bahwa ada banyak faktor atau motif fenomena skisma yang terjadi pada umat Islam khususnya. Yang perlu digarisbawahi dan mendapat perhatian khusus—tanpa menafikan yang lainnya—adalah kepongahan, mental pesimis umat Islam, dan infiltrasi mereka yang tidak suka pada Islam.

Hemat penulis, tiga hal “inti” ini memuat sekian banyak faktor perpecahan itu. Pasalnya, pertama, perpecahan terjadi karena adanya mentalitas kepongahan/kedunguan yang berimbas pada kelemahan umat Islam di sisi politik dan pendidikan serta pengetahuan, yang keduanya memiliki peran penting bagi terbentuknya suatu pemikiran, metode, aturan, dan hukum yang baik.

Tentunya hal demikian perlu didasarkan pada mentalitas yang kuat, yang harus dibangun oleh umat Islam itu sendiri dengan tetap berpedoman kepada teks-teks keagamaan (Alquran dan Hadis) serta pemikiran para sarjana muslim agar tidak terjadi ketimpangan.

Kedua, banyaknya pemikiran-pemikiran menyimpang dari mereka yang tidak menyukai Islam, baik dari orang dalam atau pun luar Islam, yang langsung diterima oleh kalangan muslim awam tanpa mengetahui implikasinya kepada Islam. Hal demikian bisa saja terjadi ketika umat Islam tidak bersatu membantah pemikiran-pemikiran menyimpang mereka.

Moh. Saiful Huda
Moh. Saiful Huda
Santri di Pondok Pesantren Annuqayah Latee dan Sarjana Ilmu Al-Quran dan Tafsir Universitas Annuqayah Guluk-Guluk Sumenep
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

nasionalisme Nabi Muhammad_inspirasi cinta tanah air

Nasionalisme Nabi Muhammad saw: Inspirasi Cinta Tanah Air

0
Di era globalisasi, banyak anak bangsa yang merantau ke luar negeri untuk menimba ilmu, mencari pengalaman, atau membangun karir. Namun, tak sedikit dari mereka...