Penafsiran Al-Quran tiada henti hingga era kekinian. Kata “tafsir” sendiri merupakan salah satu bentuk ekspresi intelektual seorang mufassir ketika ia menjelaskan pengertian dan makna ayat Al-Quran sesuai dengan kapasitasnya keilmuannya. Dari sini kemudian, muncul ragam corak tafsir Al-Quran.
Kata corak berasal dari bahasa Arab alwan, bentuk jamak dari launun yang berarti warna. Jadi corak tafsir secara umum diartikan sebagai kekhususan suatu tafsir yang merupakan dampak dari kecenderungan seorang mufassir dalam menjelaskan maksud ayat-ayat Alquran. Karena kita tidak bisa memungkiri dalam satu tafsir memiliki corak atau kecenderungan tersendiri.
Corak Tafsir Fiqhi (Hukum)
Tafsir fiqhi merupakan corak tafsir yang kecenderungannya menjelaskan hukum-hukum fikih dalam ayat-ayat Alquran baik secara tersurat maupun tersirat. Tafsir fiqhi lebih populer disebut tafsir ayat al-ahkam karena lebih berorientasi pada ayat-ayat hukum dalam Alquran. Dari sinilah kemudian muncul para Imam Mazhab seperti Imam Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali.
Di antara karya mufassir yang memiliki kecenderungan corak tafsir fiqhi adalah Ahkam Alquran karya al-Jashash, ahli fiqh mazhab Hanafi (917-980 M), Tafsir al-Kabir atau Mafatih al-Ghaib karya Fakhruddin al-Razi yang memiliki corak mazhab Syafi’i, al-Jami’ li Ahkam Alquran karya al-Qurtubi yang memiliki corak mazhab Maliki, Kanzu al-‘Irfan fi Fiqh Alquran karya Miqdad al-Saiwari yang memiliki corak mazhab Imamiyah, Tafsir al-Maraghi karya Musthafa al-Maraghi, dan sebagainya.
Corak Tafsir ‘Ilmi (Ilmiah)
Tafsir ‘ilmi adalah penafsiran Alquran yang menggunakan pendekatan ilmiah atau menggali kandungan Alquran berdasarkan teori-teori ilmu pengetahuan. Tafsir ini berusaha keras untuk melahirkan berbagai cabang ilmu yang berbeda dan melibatkan pemikiran-pemikiran filsafat. Alasan yang melatari penafsiran ini ialah karena seruan Alquran pada dasarnya seruan ilmiah, yang banyak mengajak umat manusia untuk berpikir seperti afala ta’qilun, afala tatafakkarun, dan lain-lain.
Beberapa mufassir yang mengkhususkan pembahasan tafsir ‘ilmi adalah Jawahir al-Tafsir Alquran karya Thantawi al-Jauhari, Tafsir Alquran al-‘Adzim karya Ibn Katsir, Tafsir wa al-Mufassirun karya al-Dzahabi, Tafsir Jalalain karya Jalauddin al-Mahalli dan al-Suyuthi, Tafsir al-Manar karya Muhammad Abduh, dan sebagainya. Di antara sekian banyak karya mufassir di atas, Tafsir Thantawi lah yang merupakan tafsir ‘ilmi yang terlengkap dan terluas.
Corak Tafsir Tarbawi (Pendidikan)
Tafsir tarbawi lebih berorientasi pada ayat-ayat tentang pendidikan. Berbeda dengan corak tafsir lainnya, kitab tafsir tarbawi lebih sedikit. Di antara karya mufassir yang dapat digolongan tafsir tarbawi ialah Namadzij Tarbawiyah min Alquran al-Karim karya Ahmad Zaki Tafahah (1980 M), Nadzariyah al-Tarbiyah fi Alquran wa Tatbhiqatuha fi Ahd al-Rasul karya Dr. Aminah Ahmad Hasan (1985 M) dan Manhaj Alquran fi al-Tarbiyah karya Muhammad Syadid (1991 M). Sesungguhnya ketiga buku tersebut memberi sumbangsih yang sangat berharga bagi perumusan model tafsir tarbawi dan pengembangannya.
Corak Tafsir Falsafi
Secara definisi, tafsir falsafi ialah upaya penafsiran Alquran dikaitkan dengan persoalan-persoalan filsafat, atau bisa diartikan juga penafsiran dengan menggunakan teori-teori filsafat. Sedangkan menurut al-Dzahabi, tafsir falsafi adalah menafsirkan ayat-ayat Alquran berdasarkan pemikirann atau pandangan falsafi seperti tafsir bi al-ra’yi. Dalam hal ini ayat Alquran lebih berfungsi sebagai justifikasi pemikiran yang ditulis, bukan pemikiran yang menjustifikasi ayat Alquran. Di antara karya mufassir yang tergolong tafsir falsafi adalah Rasail Ikhwan al-shafa, Fusus al-Hikam dan Rasail Ibn Sina.
Corak Tafsir Akhlaqi
Tafsir Akhlaqi merupakan penafsiran yang lebih berorientasi pada ayat-ayat tentang akhlak dan menggunakan pendekatan ilmu akhlak. Karena itu, penfsiran ayat-ayat akhlak banyak dijumpai di beberapa kitab tafsir terutama aliran tafsir bi al-ma’tsur dan kitab tafsir tahlili. Namun, tidak berarti bahwa tidak ada kitab tafsir yang secara khusus menggarap ayat-ayat tentang akhlak. Salah satu di antaranya adalah Tafsir al-Nasafi karya Imam Ali al-Barakat Abdullah bin Ahmad bin Mahmud al-Nasaf.
Corak Tafsir I’tiqadi (Teologis)
Tafsir teologis merupakan salah satu bentuk penafsiran Alquran yang tidak hanya ditulis oleh simpatisan kelompok teologis tertentu, tetapi lebih jauh ia merupakan tafsir yang dimanfaatkan untuk membela sudut pandang sebuah aliran teologis. Tafsir model ini lebih banyak membicarakan dan memperbincangkan tema-tema teologis daripada mengedepankan pesan pokok Alquran. Seperti layaknya diskusi yang dikembangkan dalam ilmu kalam, tafsir ini sarat muatan sektarian dan pembelaan-pembelaan terhadap paham-paham teologis yang menjadi referensi utama bagi mufassirnya.
Corak Tafsir Sufi
Perkembangan sufisme di dunia Islam kian marak yang ditandai oleh praktik asketisme dan eskapisme yang dilakukan oleh generasi awal Islam sejak munculnya konflik sepeninggal Nabi Muhammad saw. Bahkan sampai diteorikan dan dicarikan dasar mistiknya melalui Alquran. Hal inilah yang kemudian muncul teori sufisme seperti mahabbah, maqamat, khauf, ma’rifat dan sebagainya.
Tafsir sufi dibagi menjadi dua, yaitu tafsir sufi nadzari dan ishari. Tafsir sufi nadzari adalah tafsir sufi yang berlandaskan pada teori-teori dan ilmu-ilmu filsafat. Sedangkan tafsir ishari lebih kepada penafsiran ayat-ayat Alquran secara tersirat atau isyarat tersembunyi yang nampak pada pelaku ritual sufistik dan bisa jadi penafsiran mereka sesuai dengan makna lahir sebagaimana yang dimaksud dalam tiap-tiap ayat tersebut.
Hikmah Ragam Corak Tafsir Al-Quran
Adanya beragam corak tafsir Al-Quran sebagaimana disebutkan di atas memberikan kemudahan bagi kita dalam menentukan mana tafsir yang akan kita pilih, tafsir yang memiliki corak tertentu juga memberikan pesan tersirat bagi kita untuk menggali lebih dalam nilai-nilai Alquran dari berbagai sudut pandang, termasuk mengetahui latar belakang mufassir menafsirkan ayat tersebut.
Hanya saja yang perlu diperhatikan adalah apakah kecenderungan tersebut menjadi senjata bagi penafsirnya untuk melegitimasi pendapatnya sehingga terjebak pada pengalihan makna Alquran sesuai dengan keinginannya. Maka penting bagi kita sebagai umat Islam harus selektif dan memiliki keilmuan yang luas serta bimbingan guru, ustadz atau kiai yang benar-benar membawa kita pada pemahaman Islam secara utuh, tidak terlalu ke kanan ataupun kiri (moderat).