Dalam ajaran Islam, manusia hidup di dunia bertujuan untuk beribadah kepada Allah swt, baik ibadah ritual maupun ibadah sosial. Mereka yang beribadah dan melakukan kebaikan akan mendapatkan pahala serta di akhirat kelak bisa menikmati gambaran surga yang diterangkan Allah swt dalam Al-Qur’an. Sedangkan orang yang jahat dan berbuat kerusakan akan mendapatkan siksa jika tidak bertobat.
Surga digambarkan sebagai tempat tinggal yang penuh dengan berbagai kenikmatan sebagai balasan bagi mereka yang beriman dan berbuat kebajikan. Karena itulah, setiap muslim – mungkin tanpa terkecuali – sangat mengidam-idamkan masuk surga dan merasakan berbagai kenikmatan di dalamnya. Dalam konteks ini, surga – mungkin – menjadi motivasi seseorang beragama.
Surga dalam bahasa Indonesia sebenarnya berasal dari bahasa Sangsekerta svarga atau suarga yang artinya kebun. Kata tersebut kemudian sering digunakan untuk menerjemahkan kata jannah (surga). Kata ini berasal dari bahasa Arab janna yang berarti penutup atau menutup. Kata jannah juga bermakna al-bustan atau kebun yang berisi pepohonan rindang dan teduh.
Menurut Muhammad Fuad al-Baqi dalam kitabnya, Mu’jam Maqayis al-Lugah, kata jannah dan derivasinya disebutkan sebanyak 201 kali oleh Al-Qur’an, yakni 144 kali dengan lafaz jannah; 68 kali di antaranya dalam bentuk tunggal atau mufrad, 7 kali dalam bentuk mutsanna dan 69 kali dalam bentuk jamak. Lalu ada lafaz jan (7 kali), al-jinn (22 kali), jinnah (10 kali), majnun (11 kali) dan janin atau ajinnah (1 kali).
Baca Juga: Ragam Pemaknaan Ayat-Ayat tentang Bidadari Surga
Selain menggunakan istilah jannah, Al-Qu’an juga menggunakan kata lain untuk menyebutkan surga, yakni ‘adn, firdaus, ma’wa, dar al-akhirat, darussalam dan dar al-mukamah. Semua istilah ini merujuk kepada tempa tinggal di akhirat kelak yang dipenuhi kenikmatan bagi orang-orang beriman dan beramal saleh sebagai balasan dari Tuhannya. Istilah terebut biasanya dilawankan dengan neraka.
Sekilas Gambaran Surga Dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an mengabarkan gambaran surga sebagai kebun sejuk dengan berbagai kemewahan tak tertandingi, diaungi pepohonan rindang, dialiri sungai-sungai dan bebas dari prahara. Menurut sebagian mufasir – sebagaimana dikutip Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah – gambaran surga tersebut adalah metafora dari kenikmatan tak terhingga sebagai balasan dari Allah bagi hamba-hamba-Nya.
Firman Allah swt dalam dalam QS. Fathir [35] ayat 34-35 yang artinya:
Dan mereka berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan kesedihan dari kami. Sungguh, Tuhan kami benar-benar Maha Pengampun, Maha Mensyukuri, yang dengan karunia-Nya menempatkan kami dalam tempat yang kekal (surga); di dalamnya kami tidak merasa lelah dan tidak pula merasa lesu.”
Menurut al-Sa’adi dalam kitabnya, Taisir al-Karim al-Rahman Fi Tafsir Kalam al-Mannan, surah Fathir [35] ayat 34-35 ini menjelaskan bahwa penduduk surga tidak akan merasakan lelah, baik secara badaniah atau perasaan. Mereka juga tidak merasakan sedih, duka, dan berbagai perasaan negatif lainnya. Penduduk surga tidak tidur dan senantiasa terjaga, karena tidur bertujuan untuk menghilangkan rasa lelah dan ngantuk.
Kenikmatan surga merupakan kebahagiaan yang kekal dan abadi. Semua kenikmatan tersebut diperoleh secara bebas dan dirasakan secara utuh oleh penduduk surga, tak terbatas, tak terbayangkan. Al-Qur’an bahkan menyebutkan bahwa surga itu seluas langit dan bumi yang tidak kita ketahui hakikatnya. Hal ini termaktub dalam surah Ali Imran [3] ayat 113:
وَسَارِعُوْٓا اِلٰى مَغْفِرَةٍ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمٰوٰتُ وَالْاَرْضُۙ اُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِيْنَۙ ١٣٣
“Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa.”
Menurut Quraish Shihab, penyebutan luas surga sama dengan luas langit dan bumi pada surah Ali Imran [3] ayat 113 hanyalah sebuah perumpamaan untuk menggambarkan begitu luasnya surga. Pandangan serupa disampaikan oleh al-Syaukani dalam kitabnya Fath al-Qadir. Menurutnya, ungkapan surga seluas langit dan bumi bersifat metaforis atau isti’arah duna hakikah wa tahdid. Sedangkan hakikat bagaimana luasnya surga hanya diketahui oleh Allah swt.
Dari sekian banyak gambaran surga dalam ayat-ayat Al-Qur’an, kita dapat memahami bahwa rupa surga begitu indah, mewah, nikmat, dan bahagia. Mayoritas gambaran tersebut bersifat material, mulai dari lebarnya seluas langit dan bumi, fasilitasnya berupa sungai-sungai yang mengair, pasangan, adanya perabot, pakaian indah, makanan dan minuman, hingga mukim bernuansa istana.
Alasan gambaran surga dijelaskan sedemikian rupa adalah agar para pendengar Al-Qur’an dapat membayangkan bentuk dan kenikmatannya. Selain itu, penjelasan surga dengan perumpamaan suatu hal yang konkret adalah cara paling ampuh untuk menarik minat audiens Al-Qur’an. Sebab jika tidak demikian, surga hanya akan berupa abstraksi-abstraksi yang sukar dipahami.
Sebagai contoh agar lebih memudahkan, gambaran surga disebutkan dengan istilah jannah atau kebun yang sejuk dan rindang, dialiri sungai-sungai serta diwarnai dengan segala kemegahan. Hal ini bertujuan agar para penduduk jazirah Arab bisa memahami begitu indahnya surga, karena bagi mereka kebun atau oasis adalah hal paling indah yang dapat ditemukan pada gurun pasir nan gersang.
Secara alamiah, gambaran surga sebagai kebun atau oasis menjadi daya tarik tersendiri terhadap spiritual dan perasaan masyarakat Arab. Dalam perspektif inilah kenikmatan surga yang abstrak dapat dirasakan secara nyata oleh mereka. Maka tak heran, Al-Qur’an sangat sering menggunakan metafora-metafora serupa untuk menggambarkan hal yang abstrak seperti surga, neraka, dan hari akhir.
Baca Juga: Surah al-A’raf [7] Ayat 199: Perintah Untuk Memaafkan Kesalahan Orang Lain
Lantas seperti apakah gambaran surga sebenarnya? Jawabannya tidak ada yang tahu kecuali Allah swt, yang kita ketahui hanya bahwa surga adalah tempat tinggal yang diperuntukkan bagi hamba-hamba beriman dan mengerjakan amal kebaikan. Ia adalah kebalikan dari neraka yang diperuntukkan bagi manusia durjana yang tidak menyesal dan tidak pula bertobat atas kesalahannya.
Berkenaan dengan hakikat surga, hal ini telah dijelaskan dalam sebuah hadis qudsi yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah dari nabi Muhammad saw: Allah swt berfirman, “Aku (Allah) telah menyediakan untuk hamba-hamba-Ku yang saleh suatu balasan (surga) yang belum pernah terlihat oleh mata, belum pernah terdengar oleh telinga, dan belum pernah terlintas di dalam hati.” (HR. Bukhari). Wallahu a’lam.