BerandaTafsir TematikRahasia Huruf “Waw” pada Kalimat "Wa ‘Alaikumus Salam"

Rahasia Huruf “Waw” pada Kalimat “Wa ‘Alaikumus Salam”

Mengucap salam (assalamualaikum) adalah salah satu amal yang disunahkan dalam ajaran Islam, sedangkan menjawab salam (wa ‘alaikumus salam) adalah kewajiban. Secara etimologi, salam berasal dari bahasa Arab “al-salam” yang artinya keselamatan, kebebasan, dan kesucian (Lisan al-‘Arabi: 342). Dalam kitab al-Munjid Fi al-Lughah (347), kata salam bermakna selamat dari aib atau penyakit. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa salam adalah ungkapan yang berisi doa kebaikan dan keselamatan.

Ada banyak dalil dari Alquran dan hadis yang memerintahkan muslim untuk mengucapkan salam.  Salah satunya adalah firman Allah swt dalam surah Annur ayat 27 yang berbunyi:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَدْخُلُوْا بُيُوْتًا غَيْرَ بُيُوْتِكُمْ حَتّٰى تَسْتَأْنِسُوْا وَتُسَلِّمُوْا عَلٰٓى اَهْلِهَاۗ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat.”

Imam al-Bagawi mengatakan dalam Tafsir al-Bagawi, tasta’nisu pada ayat di atas bermakna tasta’zinu atau meminta izin, sedangkan tusallimu bermakna mengucap salam. Dengan kata lain, ayat ini memberitahukan kepada kita bahwa ketika seorang muslim memasuki rumah orang lain hendaknya ia meminta izin dan mengucap salam terlebih dahulu. Jika tuan rumah mengizinkan, barulah ia boleh memasukinya.

Baca juga: Surah An-Nur [24] Ayat 27: Anjuran Mengucap Salam Ketika Bertamu

Mengucap salam tidak hanya dianjurkan saat ingin mengunjungi rumah orang lain, melainkan juga pada berbagai kesempatan di mana dua orang atau sekelompok muslim bertemu. Islam telah menjadikan salam sebagai penghormatan sekaligus doa kebaikan antara sesama muslim. Selain itu, salam juga melambangkan esensi ajaran universal Islam yang membawa kedamaian dan keselamatan bagi semesta (rahmatan lil ‘alamin).

Karena alasan itulah, ketika Abdullah bin Umar bertanya kepada nabi Muhammad saw, “apakah kebaikan Islam itu?” beliau menjawab, “kebaikan Islam itu ialah memberikan makanan dan mengucap salam kepada siapa yang kamu ketahui dan siapa yang tidak kamu ketahui (Sahih Bukhari, Kitab Iman: 18). Hadis ini menggambarkan bagaimana visi Islam mewujudkan kedamaian dan keselamatan tanpa pandang bulu.

Kewajiban menjawab salam

Para ulama sepakat bahwa menjawab salam hukumnya wajib (fardhu ‘ain). Hal ini didasarkan pada firman Allah swt dalam surah an-Nisa ayat 86 yang bermakna, “Dan apabila kalian diberi penghormatan maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik atau balaslah dengan penghormatan yang sepadan.” Namun kewajiban (fardu ‘ain) ini berubah menjadi fardu kifayah jika salam ditujukan kepada sekelompok orang.

Kewajiban menjawab salam juga diterangkan oleh Syekh Nawawi al-Bantani dalam kitabnya, Tafsir Marah Labid (213), ketika menafsirkan surah an-Nisa ayat 86. Ia menjelaskan bahwa jawaban salam yang diberikan hendaknya lebih baik daripada yang diucapkan pemberi salam atau setidaknya dengan ucapan yang sepadan. Tindakan inilah yang telah diajarkan oleh nabi Muhammad saw kepada sahabat-sahabatnya.

Baca juga: Pentingnya Berprasangka Baik Dalam Rangka Toleransi Beragama dalam Al-Quran

Secara teknis Syekh Nawawi merinci bagaimana seharusnya seseorang menjawab salam, yaitu: 1) jika diberi salam assalamu’alaikum, maka sebaiknya dijawab dengan wa’alaikumussalam wa rahmatullah; 2) bila diberi salam assalamu’alaikum wa rahmatuulah, sebaiknya dijawab dengan wa’alaikumussalam wa rahmatullahi wa barakatuh; dan 3) apabila diberi salam wa’alaikumussalam wa rahmatullahi wa barakatuh, maka cukup dijawab dengan ucapan serupa.

Ketika menjawab salam, seseorang harus memperhatikan nada suaranya. Syekh Nawawi menyebut di dalam al-Adzkar al-Nawawi [262), jawaban salam dinyatakan telah memenuhi kewajiban jika itu dapat didengar oleh orang di sekitarnya. Jika tidak demikian, maka kewajiban menjawab salam belum gugur. Di samping itu, jawaban salam hendaknya disampaikan langsung tanpa jeda apapun.

Rahasia huruf waw pada kalimat wa ’alaikumus salam

Dari rincian jawaban salam di atas, diketahui bahwa huruf waw selalu ada di awal setiap kalimat jawaban salam, baik nomor 1, 2 maupun 3. Dalam praktik sehari-hari, kita juga menemukan bahwa jawaban salam senantiasa diawali dengan huruf waw, misalnya pada kalimat wa’alaikumus salam. Apa gerangan rahasianya? Apakah waw hanya sekedar huruf tambahan? Atau waw tersebut memiliki makna tertentu?

Berkenaan hal ini, M. Quraish Shihab dalam sebuah ceramah menyampaikan, “ada makna khusus di balik waw pada kalimat wa’alaikum salam, yakni bersama-sama.” Ia mencontohkan “waw” pada kalimat jawaban salam semakna dengan kata “dan” dalam kalimat “saya datang dan si A datang.” Melalui kata penghubung “dan” dapat disimpulkan dari kalimat itu makna saya datang bersamaan dengan si A.

Baca juga: Mutiara Hikmah Lafaz Taawuz dan Penafsirannya dalam Alquran

Dalam konteks menjawab salam, huruf waw memberi makna bahwa doa keselamatan pada ucapan salam dan jawabannya tidak bersifat individual, melaikan komunal. Dengan kata lain, ucapan salam dan jawabannya bermakna semoga kita semua, baik yang mengucap salam maupun menjawab salam, mendapatkan kedamaian dan keselamatan. Dalam diskursus nahwu, waw ini disebut dengan istilah waw ma’iyah.

Lebih jauh, huruf waw pada kalimat jawaban salam memberikan pelajaran implisit kepada muslim – termasuk penulis – untuk tidak mengejar kebahagiaan, kesenangan, dan keselamatan secara individual, melainkan secara kolektif. Dalam konteks perbedaan pandangan dan kelompok keagamaan, makna huruf waw – yakni kebersamaan – perlu ditekankan agar tercipta rasa persaudaraan. Walllahu a’lam.

Muhammad Rafi
Muhammad Rafi
Penyuluh Agama Islam Kemenag kotabaru, bisa disapa di ig @rafim_13
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...