BerandaTafsir TematikRahasia Penggandengan Lafaz Salat dan Zakat dalam Alquran

Rahasia Penggandengan Lafaz Salat dan Zakat dalam Alquran

Ada dua dari lima rukun Islam yang sering disebut bersamaan dan bergandengan dalam Alquran, yaitu salat dan zakat. Setidaknya ada 26 ayat yang menunjukkan tradisi Alquran tersebut. Penggandengan lafaz salat dan zakat dalam Alquran yang dapat dibilang tidak sedikit itu kemudian dicoba diulik rahasia dan maknanya oleh para mufasir, ada apakah gerangan? Apakah ada maksud tertentu?

Lafaz Salat dan Zakat dalam Alquran

Menurut Arfando dalam bukunya, Misteri Angka Dibalik Alquran (hal. 216), lafaz salat disebutkan sebanyak 76 kali. Lafaz salat ini memiliki banyak makna, tergantung konteks dari ayat tersebut. Menurut Ahmad Sarwat dalam Al Wujuh wa An Nazhair (h. 16-19), lafaz salat dapat bermakna sebagai salat lima waktu, salat Jumat, salat jenazah, keberkahan dan rahmat, memintakan ampun, membaca salawat, mendoakan dan membaca Alquran.

Adapun lafaz zakat disebutkan sebanyak 31 kali (Misteri Angka Dibalik Alquranh/hal. 216). Makna zakat di dalam Alquran secara umum menurut Al ‘Aini dalam kitabnya Umdatul Qari (13/hal. 180) bermakna membersihkan diri, sehingga orang yang menunaikan ibadah zakat akan bersih diri dan hartanya. Dalam kitab Aunul Ma’bud (2/hal. 73) disebutkan bahwa zakat dapat bermakna anumuw yang berarti mengamankan pelakunya dari kotoran dan bujukan setan.

Baca Juga: Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 43: Dalil Kewajiban Zakat

Penggandengan Lafaz Salat dan Zakat dalam Alquran

Di dalam Alquran terdapat penyebutan lafaz salat dan zakat secara bergandengan. Menurut Fu’ad Abdul Baqi dalam Mu’jam Al Mufahras li Alfazh Alquran, lafaz salat tidak pernah mendahului lafaz zakat.  Setidaknya ada 26 tempat yang menyebutkan lafaz salat dan zakat secara bergandengan (Misteri Angka Dibalik Alquran/hal. 216). Salah satunya ialah sebagai berikut:

وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ ۗ وَمَا تُقَدِّمُوْا لِاَنْفُسِكُمْ مِّنْ خَيْرٍ تَجِدُوْهُ عِنْدَ اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ

Artinya: Dan laksanakanlah salat dan tunaikanlah zakat. Dan segala kebaikan yang kamu kerjakan untuk dirimu, kamu akan mendapatkannya (pahala) di sisi Allah. Sungguh, Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Q.S. Al Baqarah [2]: 110)

Adanya penggandengan lafaz salat dan zakat dalam Alquran memiliki makna bahwa kedua ibadah ini memiliki hubungan yang sangat erat. Di dalam Tafsir Al Munir (1/hal. 115) karya Wahbah Zuhaili menyatakan bahwa hubungan kedua ibadah ini terletak pada fungsinya, yakni ibadah yang sama-sama dilakukan dalam rangka bersyukur kepada Allah Swt. Jika salat merupakan ibadah fisik yang dapat menyucikan jiwa, maka zakat merupakan ibadah sosial yang dapat menyucikan harta. Beliau juga menambahkan bahwa yang dimaksud dengan salat dan zakat dalam penggandengan ini adalah salat fardu dan zakat wajib yang diperintahkan kepada manusia.

Adapun menurut Abdurrahman Qadir dalam bukunya Zakat dalam Dimensi Mahdhah dan Sosial (hal. 43) menyebutkan bahwa kedua ibadah ini merupakan perwujudan dari konsekuensi manusia sebagai hamba. Jika ibadah salat adalah ibadah yang langsung berhubungan dengan Tuhan, maka ibadah zakat adalah ibadah yang berhubungan dengan manusia, sehingga secara tersirat Alquran menginginkan hamba-Nya memiliki ketaatan yang komprehensif. Selain punya hubungan baik dengan Allah Swt. manusia juga dituntut untuk memiliki hubungan baik kepada manusia lainnya.

Baca Juga: Tafsir Surah Al-Isra Ayat 78: Matahari sebagai Petunjuk Waktu Salat

Dalam buku Masail Fiqhiyah Zakat, Pajak, Asuransi dan Lembaga Keuangan (hal. 4) karangan M. Ali Hasan dinyatakan bahwa kedua ibadah ini, yakni salat dan zakat merupakan ibadah yang sangat menentukan arah hidup manusia setelah ia mengucap dua kalimat syahadat. Sebagai manusia yang berstatus hamba sekaligus bersosial, maka kedua ibadah ini harus dijalankan dengan sebaik-baiknya. Itulah mengapa saat Abu Bakar Ash Shiddiq menjadi khalifah, ia sangat bertekad untuk memerangi orang yang menunaikan salat tetapi enggan untuk berzakat. Sebab, ibadah vertikal yang ditujukan kepada Allah Swt. masih kurang sempurna tanpa adanya ibadah horizontal yang dapat memperkuat sendi-sendi sosial (Yusuf Qardhawi, Fikih Al Zakah)

Dalam penggandengan kedua lafaz tersebut, terlihat bahwa perintah zakat selalu terletak setelah perintah salat. Hal ini menunjukkan bahwa dimensi Ketuhanan harus selalu diutamakan dan diikutsertakan dalam suatu hal apapun, termasuk yang menyangkut hubungan sosial. Dengan kata lain, hubungan kepada Allah Swt. merupakan aspek utama yang dapat mengantarkan seseorang pada kebaikan-kebaikan sosial. (Syaiful Anwar, Mukjizat Alquran: Studi Penggandengan Kata Salat dan Zakat dalam Alquran/ hal. 63)

Dari beberapa referensi di atas, maka dapat dilihat bahwa penggandengan lafaz salat dan zakat merupakan isyarat kepada manusia untuk bersifat moderat, tidak terlalu materialis dan juga tidak terlalu spiritualis, melainkan lurus dan berimbang. Manusia yang sudah menjalankan kewajiban vertikal kepada Allah Swt. tentu tidak akan melupakan kewajiban sosial, sehingga dengan penggandengan lafaz salat dan zakat ini, umat Islam diharapkan akan tampil sebagai manusia yang cakap dalam peribadatan secara personal sekaligus cakap dalam peribadatan secara sosial. Wallahu a’lam.

Ahmad Riyadh Maulidi
Ahmad Riyadh Maulidi
Mahasiswa S2 UIN Antasari Banjarmasin
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Meluruskan Paradigma Keliru tentang Konsep Ekonomi Islam

Meluruskan Paradigma Keliru tentang Konsep Ekonomi Islam

0
Ketika berbicara mengenai ekonomi, maka secara tidak langsung kita akan dibawa pada bermacam-macam aliran yang menghuni mazhab ekonomi dunia. Masing-masing mazhab ekonomi tersebut memiliki...