Menyimak kisah Nabi Sulaiman As. tentu tak bisa lepas dari Ratu Balqis, sosok pemimpin perempuan di Negeri Saba’ nan damai dan sejahtera. Beberapa fragmen kisah itu, menyiratkan amanat untuk kita tentang kepiawaian seorang perempuan untuk menjadi pemimpin yang ideal. Pemimpin nan demokratis dan dimplomatis tatkala mengambil keputusan.
Balqis, Sang Pemimpin Negeri Saba’
Meski jadi anak semata wayang, Balqis bisa menjadi pemimpin negeri Saba’ bukan tanpa usaha dan rintangan. Dalam Tafsir al-Baghawi diceritakan, konon, Balqis menaruh harapan untuk meneruskan jejak ayahnya dengan usaha keras meyakinkan penduduk Yaman.
Merespons usaha Balqis, kaum Yaman tidak semua sependapat. Ada yang mau mengakui kepemimpinan Balqis. Ada pula yang menolak. Dua respons yang pro-kontra tersebut menyebabkan Negeri Yaman terpecah menjadi dua. Satu bagian dipimpin Ratu Balqis. Bagian lainnya, dipimpin oleh seorang laki-laki. Wilayah kepemimpinan Balqis inilah yang disebut dengan Negeri Saba’. Negeri nan damai dan sejahtera di bawah naungan ratu perempuan. Sementara itu, satu kerajaan Yaman yang lain bernasib buruk, sebab rajanya lalim terhadap rakyatnya.
Baca juga: Benarkah Nabi Muhammad Mengidap Epilepsi Ketika Menerima Wahyu?
Sebagai informasi, Balqis adalah putri Raja Syarahil, pemimpin Negeri Yaman, keturunan Ya’rib bin Qahthan, nenek moyang Penduduk Arabia. Dalam Tafsir Al-Kasyaf az-Zamakhsyari menceritakan bahwa Syarahil merupakan keturunan raja Negeri Yaman. Ia putra terakhir dari 40 bersaudara sekaligus pewaris tahta kerajaan ayahnya.
Sementara itu, Ibu Balqis tidak dari sebangsa manusia, melainkan jin, bernama Raihanah binti Sakan. Keluhuran derajat Raja Syarahil membuatnya tidak pantas menikah dengan perempuan mana pun dari bangsa manusia, sehingga ia memutuskan untuk menikah dengan jin.
Demokratis Saat Membuat Keputusan
Al-Quran merekam sikap demokratis ala Ratu Balqis pada Surat An-Naml ayat 29-33:
قَالَتۡ يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡمَلَؤُاْ إِنِّيٓ أُلۡقِيَ إِلَيَّ كِتَٰبٞ كَرِيمٌ
إِنَّهُۥ مِن سُلَيۡمَٰنَ وَإِنَّهُۥ بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
أَلَّا تَعۡلُواْ عَلَيَّ وَأۡتُونِي مُسۡلِمِينَ
قَالَتۡ يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡمَلَؤُاْ أَفۡتُونِي فِيٓ أَمۡرِي مَا كُنتُ قَاطِعَةً أَمۡرًا حَتَّىٰ تَشۡهَدُونِ
قَالُواْ نَحۡنُ أُوْلُواْ قُوَّةٖ وَأُوْلُواْ بَأۡسٖ شَدِيدٖ وَٱلۡأَمۡرُ إِلَيۡكِ فَٱنظُرِي مَاذَا تَأۡمُرِينَ
“Dia (Balqis) berkata, “Wahai para pembesar! Sesungguhnya telah disampaikan kepadaku sebuah surat yang mulia.”
“Sesungguhnya (surat) itu dari Sulaiman yang isinya, “Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang,”
“Janganlah engkau berlaku sombong terhadapku dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri.”
“Dia (Balqis) berkata, “Wahai para pembesar! Berilah aku pertimbangan dalam perkaraku (ini). Aku tidak pernah memutuskan suatu perkara sebelum kamu hadir dalam majelis(ku).”
“Mereka menjawab, “Kita memiliki kekuatan dan keberanian yang luar biasa (untuk berperang), tetapi keputusan berada di tanganmu; maka pertimbangkanlah apa yang akan engkau perintahkan.”
Kumpulan ayat di atas menarasikan sikap Ratu Balqis saat menerima surat dari Raja Sulaiman yang berisi ajakan untuk mengikuti ajaran tauhid. Alih-alih membuat keputusan sendiri, Balqis lebih memilih untuk urun rembug dengan para menterinya.
Baca juga: Ragam Bentuk Keadilan Sosial dalam Pandangan Al-Quran
Fadal Hasan ‘Abbas menceritakan dalam Qashasul Qur’an, bahwa kekhasan jiwa kepemimpinan Balqis ada pada sikapnya yang selalu mendiskusikan persoalan dengan rakyatnya. Termasuk saat menentukan langkah untuk merespons surat Nabi Sulaiman.
Mendiskusikan segala persoalan inilah yang mencerminkan betapa demokratisnya Ratu Balqis. Dengan selalu meminta pertimbangan rakyatnya dalam mengambil keputusan, menunjukkan bahwa Ratu Balqis tidak egois. Ia mementingkan kesejahteraan semua orang. Maka tak heran, kerajaan yang dipimpinnya bisa hidup damai, dan sarat akan kebebasan untuk berpendapat.
Para menteri Ratu Balqis kemudian hanya menunjukkan bahwa Kerajaan Saba’ memiliki perangkat militer yang kuat. Tetapi mereka menyerahkan keputusan kepada sang ratu. Hal ini sebagaimana yang tertera pada Surat An-Naml ayat 34 di atas.
Baca juga: Keutamaan Membaca Surat Al-Kahfi di Hari Jumat
Siasat Politik yang Diplomatis
Siasat diplomatis Ratu Balqis dinarasikan dalam QS. An-Naml ayat 34-35
قَالَتۡ إِنَّ ٱلۡمُلُوكَ إِذَا دَخَلُواْ قَرۡيَةً أَفۡسَدُوهَا وَجَعَلُوٓاْ أَعِزَّةَ أَهۡلِهَآ أَذِلَّةٗۚ وَكَذَٰلِكَ يَفۡعَلُونَ
وَإِنِّي مُرۡسِلَةٌ إِلَيۡهِم بِهَدِيَّةٖ فَنَاظِرَةُۢ بِمَ يَرۡجِعُ ٱلۡمُرۡسَلُونَ
“Dia (Balqis) berkata, “Sesungguhnya raja-raja apabila menaklukkan suatu negeri, mereka tentu membinasakannya, dan menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina; dan demikian yang akan mereka perbuat.”
“Dan sungguh, aku akan mengirim utusan kepada mereka dengan (membawa) hadiah, dan (aku) akan menunggu apa yang akan dibawa kembali oleh para utusan itu.”
Sebagai seorang pemimpin cerdik nan bijaksana, Ratu Balqis tidak lantas memanfaatkan kekuatan militernya untuk menyerang kerajaan Sulaiman dengan cara yang anarkistik. Tergambar jelas dengan siasat politik diplomatis Balqis yang tergambar dalam Surat An-Naml ayat 34 dan 35.
Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Quranul ‘Adzim menjelaskan ayat 34 di atas itu menunjukkan bahwa kepemimpinan Ratu Balqis untuk tidak mengambil jalan perang. Ia mengatakan pada menteri-menterinya, bahwa meyulut api peperangan untuk menyerang negeri lain adalah kebiasaan raja-raja terdahulu, yang tidak boleh dilertarikan. Karena tindakan itu, hanya akan membuat kerusakan, pertumpahan darah, menginjak kehormatan dan kekuatan pemimpinnya. Tindak perlawanan yang anarkistik demikian ini kemudian justru membuat peradaban terdahulu hina dina dan porak poranda.
Baca juga: Keunikan Mushaf Pangeran Diponegoro; Iluminasi yang Mewah hingga Tanda Tajwid yang Lengkap
Ratu Balqis tidak ingin melakukan kebiasaan buruk para pendahulunya itu, ia lebih memilih langkah diplomasi dengan mengirimkan hadiah terlebih dahulu. Ia berharap dapat memberi kesan baik sehingga bisa membangun relasi yang kooperatif. Bagi Balqis, memberi hadiah bisa membahagikan hati penerima, menyatakan rasa kasih, dan kadang dapat menghindarkan dari peperangan. Siasat diplomatis Balqis ini ditunjukkan dalam Surat An-Naml ayat 35 di atas.
Kepiawaian Ratu Balqis dalam memimpin negara menunjukkan kepada kita bahwa perempuan pun bisa memakmurkan negara, cerdik dalam membuat siasat politik, dan bijak dalam berpikir serta bertindak untuk masyaraktnya. Perempuan mampu menjadi pemimpin yang demokratis dan diplomatis. Tentunya, dengan kredibilitas dan integritas sebagai pemimpin, sebagaimana tercermin dari pribadi Ratu Balqis.
Maka, ini semakin menunjukkan petunjuk-petunjuk Al-Quran tidak ada yang mengindikasikan perempuan sebagai subjek kedua atau bahkan menghinakan perempuan. Perempuan dan laki-laki sejatinya setara, yang membeda-bedakan hanyalah pikiran manusia. Wallahu a’lam[]