BerandaTafsir TematikSelf Reward Berujung Pemborosan, Begini Manajemen Harta ala Alquran

Self Reward Berujung Pemborosan, Begini Manajemen Harta ala Alquran

Belakangan ini ramai diperbincangkan mengenai self reward yang dinilai efektif untuk menjaga keseimbangan mental dan meningkatkan kecintaan terhadap diri sendiri.

Self reward berasal dari 2 kata, yaitu “self” yang berarti diri dan “reward” yang berarti penghargaan. Berdasarkan hal tersebut, self reward dapat diartikan sebagai salah satu bentuk penghargaan terhadap diri sendiri. Di antara manfaat self reward adalah kita akan lebih menghargai diri sendiri atas usaha yang telah kita lakukan, lebih mencintai hidup, menambah motivasi, membangkitkan semangat, melepas stress, menanamkan pemikiran positif, dan menjaga kesehatan mental (Rendika Vhalery: 2021).

Sebagaimana yang dikutip dari artikel di website Universitas Islam Indonesia, Hazhira Qudsyi, S.Psi., M.A, mengungkapkan bahwasanya setiap bagian dari badan kita merupakan nikmat dari Allah dan mencintai diri sendiri merupakan bentuk rasa syukur kita atas nikmat tersebut. Salah satu upaya menjaga mental diri yaitu dengan melakukan self reward yang dinilai efektif bagi sebagian orang.

Self reward yang tepat memang dapat membawa dampak yang baik bagi diri kita. Namun, saat ini sering kita jumpai self reward menjadi dalih atas pemborosan yang dilakukan seseorang ataupun sekelompok orang. Tak jarang self reward yang dilakukan manusia terhadap dirinya melampaui batas kewajaran dan cenderung kepada perbuatan pemborosan. Apakah self reward semacam itu masih diperbolehkan dan baik untuk terus dilakukan? Untuk itu, mari kita lihat sejenak bagaimana ajaran Al-Qur’an mengenai manajemen harta.

Baca juga: Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 25: Hakikat Rezeki Yang Sebenarnya

Ayat-Ayat tentang Manajemen Harta

Beberapa ayat Al-Qur’an menginstruksikan beberapa aturan dalam menggunakan harta benda. Di antaranya yaitu QS. Al-Isra ayat 26-27, QS. Al-An’am ayat 141, dan QS. Al-Isra Ayat 29. Berikut ulasan singkatnya.

  1. Al-Isra’ ayat 26 dan 27.

وَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا(26)

إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِين وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا(27)

Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya (QS. Al-Isra: 26-27).

Dalam Tafsir al-Azhar dijelaskan bahwasanya disamping berbakti, berkhidmat, serta menanamkan kasih sayang, cinta, dan rahmat kepada kedua orangtua, hendaklah kita memberikan hak mereka sebagai kaum keluarga yang karib. Mereka berhak ditolong apabila keadaannya sedang tidak baik. Terkadang rezeki kita dan mereka pun tidak sama, ada yang cukup hingga berlebih, dan ada pula yang serba kekurangan. Maka dari itu, keluarga berhak mendapatkan bantuan dari anggota keluarga lain yang dinilai lebih mampu.

Buya Hamka juga menjelaskan bahwa orang pemboros adalah teman setan. Orang yang terhasut oleh setan pasti kehilangan pedoman dan tujuan hidup dengan maksiat dan kesesatannya. Pada ujung ayat, dijelaskan pula bahwasanya seseorang yang menghamburkan hartanya untuk sesuatu yang kurang berfaedah dapat digolongkan bahwa dirinya sudah terpengaruh setan. Di antara sifat setan yaitu tidak mengenal terima kasih, melupakan nikmat, dan seenaknya dalam menggunakan rezeki berupa harta dari Allah. (Hamka, Tafsir Al-Azhar jilid 5).

  1. Al-An’am ayat 141

كُلُوا مِنْ ثَمَرِهِ إِذَا أَثْمَرَ وَآتُوا حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ وَلا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ…

Makanlah buahnya apabila ia berbuah dan berikanlah haknya (zakatnya) pada waktu memetik hasilnya, tapi janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.

Sejalan dengan QS. Al-Isra ayat 26-27, ayat ini turut menginstruksikan kepada kita untuk tidak berlaku boros dalam konteks mengonsumsi ataupun memberikan zakat atas rezeki yang diberikan Allah kepada kita. Dalam artian, kita diperintahkan untuk berzakat/bersedekah sesuai dengan porsinya.

Hal ini mengindikasikan pada kita untuk tidak berlebihan dalam bersedekah/berzakat kepada orang lain. Apabila kepada orang lain saja kita tidak diperkenankan untuk berlebihan, apalagi sekedar digunakan sendiri dan hanya untuk bersenang-senang secara berlebihan dengan dalih self reward.

Baca juga: Surah Al-Furqan [25] Ayat 67: Anjuran Bersedekah Secara Proporsional

  1. Al-Isra ayat 29

وَلَاتَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلولَةً اِلٰى عُنُقِكَ وَلاَ تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُوْمًامَّحْسُوْرًا

“Dan janganlah engkau jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan jangan (pula) engkau terlalu mengulurkannya (sangat pemurah) nanti kamu menjadi tercela dan menyesal. (QS. Al-Isra: 29).

Menurut Tafsir al-Mishbah, QS. al-Isra’ ayat 29 ini menjelaskan mengenai larangan untuk enggan mengulurkan tangan dalam kebaikan. Di mana seakan-akan tangannya terbelenggu pada leher, sehingga tidak dapat mengulurkannya. Ayat ini menjelaskan juga mengenai larangan berlebihan dalam mengulurkan tangan (berinfak), karena berlebihan dapat mencelakai diri sendiri maupun orang lain.

Lafaz مَّحْسُوْرًا diambil dari حسر yang berarti tidak berbusana, telanjang, atau tidak tertutup. Dari segi rezeki, seseorang yang tertutup adalah orang yang memiliki kecukupan sehingga tidak perlu berkunjung kepada orang lain untuk meminta. Maka dari itu, orang yang boros hingga kehabisan harta sama dengan membuka kekurangan atau aibnya.

Pendapat lain menyebutkan bahwasanya kata محسورا berasal dari kata حسير yang digunakan untuk menunjuk binatang yang tidak mampu berjalan karena lemahnya, sehingga berhenti ditempat. Demikian juga pemboros, pada akhirnya akan berhenti dan tidak mampu melakukan aktifitas baik untuk dirinya sendiri ataupun bagi orang lain, sehingga terpaksa hidup tercela (M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah jilid 7).

Kesimpulan

Dari penjelasan ayat-ayat di atas, dapat kita ambil kesimpulan bahwasanya kita tidak diperbolehkan untuk berlaku berlebihan dalam memanfaatkan apa yang sudah diberikan Allah. Jika mendapat rezeki, kita dianjurkan untuk saling berbagi (membagikan haknya) dengan tidak berlebihan. Begitu juga kita tidak diperbolehkan melakukan pemborosan untuk diri kita sendiri (konsumtif).

Hal ini sebagaimana tren self reward yang kadang kala melampaui batas, di mana sebagian orang menyenangkan/menghargai dirinya secara berlebihan. Mereka terjerumus dalam perilaku boros yang akhirnya akan mencelakai diri mereka sendiri melalui manajemen buruk terhadap hartanya. Self reward memang baik dilakukan, namun dengan tetap tidak berlebihan.

Baca juga: Tafsir Surat An-Nisa Ayat 2: Cara Mengelola Harta Anak Yatim

Anggit Sutraningsih
Anggit Sutraningsih
Mahasiswa Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir UIN Raden Mas Said Surakarta
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Q.S An-Nisa’ Ayat 83: Fenomena Post-truth di Zaman Nabi Saw

0
Post-truth atau yang biasa diartikan “pasca kebenaran” adalah suatu fenomena di mana suatu informasi yang beredar tidak lagi berlandaskan asas-asas validitas dan kemurnian fakta...