Salah satu dari komponen dalam pendidikan adalah peserta didik. Menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003, peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.
Mengacu kepada definisi tersebut, seseorang disebut peserta didik ketika ia telah terdaftar pada suatu lembaga pendidikan baik swasta maupun negeri dengan jalur, jenjang, ataupun jenis tertentu. Syarat adanya lembaga pendidikan di sini sangat bisa dimaklumi, karena pemerintah dengan undang-undangya merupakan lembaga yang di dalamnya terdapat banyak aturan, hal ini dimaksudkan agar proses pendidikan terlaksana dengan sistematis dan administrative. Namun, demikian, bagaimana dengan ia yang belajar, tapi tidak di sebuah lembaga pendidikan tertentu?
Substansi dari pendidikan dan peserta didik bisa kita temukan dalam Al-Quran, salah satunya di surah An-Nahl ayat 78. Allah SWT berfirman dalam QS. An-Nahl [16]: 78 sebagai berikut.
وَٱللَّهُ أَخۡرَجَكُم مِّنۢ بُطُونِ أُمَّهَٰتِكُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ شَيۡئًا وَجَعَلَ لَكُمُ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡأَبۡصَٰرَ وَٱلۡأَفِۡٔئدَةَ لَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ
Terjemah: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (QS. An-Nahl [16]: 78)
Baca Juga: Tafsir Tarbawi: Keharusan Berpikir Kritis Bagi Pendidik dan Peserta Didik
Tafsir QS. An-Nahl [16]: 78
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa dalam ayat tersebut Allah SWT menyebutkan berbagai anugerah yang Dia limpahkan kepada hamba-hamba-Nya ketika mereka dikeluarkan dari perut ibunya dalam keadaan tidak mengetahui apa pun. ِAllah memberikan pendengaran kepada seorang anak yang baru lahir yang dengan pendengaran tersebut mereka bisa mengenali suara, Allah juga memberi penglihatan yang dengannya mereka dapat melihat berbagai hal, dan juga memberi hati yaitu akal, yang berpusat hati. Allah juga memberinya akal yang dengannya manusia dapat membedakan berbagai hal, yang membawa mudharat dan yang membawa manfaat.
Semua indera yang diperoleh oleh manusia berkembang secara bertahap, semakin bertambah umurnya, semakin bertumbuh, bertambah juga daya pendengaran, penglihatan, dan akalnya hingga dewasa. Penganugerahan daya tersebut kepada manusia agar mereka dapat beribadah kepada Rabb-Nya yang Maha Tinggi.
Al-Qurthubi juga menjelaskan bahwa setiap manusia yang dikeluarkan dari perut ibunya tidak mempunyai pengetahuan sedikit pun sehingga Allah membekali pendengaran agar manusia dapat mendengar perintah dan larangan. Kemampuan mendengar ini juga sekaligus mendukung kemampuan berbicara, karena orang yang tidak mampu mendengar maka juga tidak mampu berbicara. Sedangkan penglihatan diciptakan agar dapat melihat ciptaan Allah. Adapun hati, ia diciptakan agar manusia dapat (ma’rifah) mengenal-Nya.
Wahbah Az-Zuhaili juga menguatkan bahwa manusia diciptakan pada fase awal penciptaan dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa. Kemudian, Allah SWT membekalinya dengan ilmu dan pengetahuan. Allah SWT pun menganugerahinya akal pikiran yang bisa memahami berbagai hal, membedakan antara yang baik dan yang buruk, mampu memilih yang bermanfaat dan yang tidak.
Allah SWT menyediakan untuknya kunci-kunci pengetahuan berupa pendengaran yang dapat mendengar dan memahami suara. Juga penglihatan yang bisa melihat berbagai hal, serta hati yang bisa memahami berbagai hal, sebagaimana firmanNya dalam ayat lain dalam QS. Al-Mulk ayat 23-24.
Baca Juga: Mengulik Makna Tarbiyah dalam Pendidikan Islam
Peserta Didik Menurut Surah An-Nahl Ayat 78
Mengacu kepada penafsiran surah An-Nahl ayat 78 di atas, Allah sedari awal telah membekali hal yang paling dasar dalam proses pendidikan. Allah menciptakan manusia sejak awal lengkap dengan segenap potensi berupa penglihatan, pendengaran, dan hati untuk dapat menempuh proses pendidikan, manusia juga dianugerahi penglihatan dan pendengaran untuk dapat mengembangkan aspek kognitif dan psikomotoriknya, sedangkan hati diberikan untuk mengembangkan aspek afektif yang mengarah kepada akhlak.
Ketidaktahuan manusia ketika ia dilahirkan berakibat pada ketergantungan manusia untuk memperoleh pendidikan agar ia dapat mencapai tujuan hidup yang sesungguhnya. Sebab ia telah dibekali oleh Allah berupa tiga potensi yang dibawa (penglihatan, pendengaran, dan hati) untuk mencapai tujuan tersebut.
Sehingga jika dihubungkan dengan peserta didik sebagai komponen pendidikan, maka menurut ayat di atas adalah bahwa semua manusia yang lahir ke dunia dengan sudah membawa potensi masing-masing, sejatinya adalah peserta didik yang perlu mendapatkan pendidikan. Proses pendidikan yang dilalui baik melalui tarbiyah, ta’lim, maupun ta’dib harus didapatkan ketika ia dilahirkan dan menumbuh kembangkan potensi-potensi tersebut untuk mencapai tujuan akhir dari kehidupan manusia itu sendiri, yaitu beribadah kepadaNya.
Dengan demikian, definisi peserta didik di sini berarti ia yang tidak hanya sebatas pada orang-orang yang terdaftar di sekolah atau madrasah saja, melainkan semua manusia dengan setiap potensinya masing-masing, duduk di ‘bangku sekolah’ maupun duduk lesehan di luar sekolah.
Baca Juga: Menelisik Makna Ta’lim dalam Pendidikan Islam
Penutup
Sebagai akhir dari tulisan ini, dapat disimpulkan bahwa definisi peserta didik menurut surah An-Nahl ayat 78 adalah sumber daya manusia yang membawa atau dibekali potensi (berupa penglihatan, pendengaran, dan hati) namun tidak memiliki pengetahuan sehingga memerlukan pengembangan atas potensi yang dibawanya tersebut agar lebih terarah melalui proses pendidikan. Wallahu A’lam.