BerandaTafsir TematikTafsir Tarbawi: Spirit Integrasi-Interkoneksi Keilmuan dalam Pendidikan Islam

Tafsir Tarbawi: Spirit Integrasi-Interkoneksi Keilmuan dalam Pendidikan Islam

Spirit integrasiinterkoneksi keilmuan sejatinya telah ada dalam Islam. Dalam tradisi keilmuan Islam, tidak mengenal istilah dikotomi keilmuan. Namun, seiring perkembangan zaman Islam terkesan “dijauhkan” dari salah satu keilmuan. Pendidikan Islam sebagai ujung tombak dalam menyemai nilai-nilai Islam dituntut harus mampu – oleh Amin Abdullah diistilahkan – mengintegrasi-interkoneksikan keilmuan (ilmu keagamaan dan sains).

Kita tahu bahwa barat mengunggulkan tradisi keilmuan sainsnya. Padahal pendidikan Islam memiliki nilai plus, yaitu ilmu agama. Itu artinya, bagi pendidikan Islam tidak berlaku istilah dikotomi keilmuan ilmu agama dan sains. Semuanya harus terintegrasi-terinterkoneksi. Sebab keduanya saling bertegur sapa, saling menyahuti satu sama lain. Spirit integrasiinterkoneksi keilmuan dalam pendidikan Islam telah disitir dalam firman-Nya surat al-Baqarah ayat 3-4,

الَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُوْنَ ۙ وَالَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِمَآ اُنْزِلَ اِلَيْكَ وَمَآ اُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ ۚ وَبِالْاٰخِرَةِ هُمْ يُوْقِنُوْنَۗ

(yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, melaksanakan salat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka, dan mereka yang beriman kepada (Al-Qur’an) yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dan (kitab-kitab) yang telah diturunkan sebelum engkau, dan mereka yakin akan adanya akhirat. (Q.S. al-Baqarah [2]: 3-4)

Tafsir Surat al-Baqarah Ayat 3-4

Integrasiinterkoneksi dalam pendidikan Islam tercermin dalam empat hal berdasarkan ayat ini sebagaimana yang disampaikan oleh Wahbah az-Zuhaily dalam Tafsir al-Munir, yaitu Pertama, mereka yang mempercayai adanya hal gaib, kita mengenalnya sebagai metafisis (kebangkitan, surga, neraka, dan hal gaib lainnya). Metafisis tidak terhenti pada benda material semata dan hal-hal empiris yang terjangkau oleh akal pikiran. Lebih dari itu, menjangkau yang ada dibaliknya (wujud), seperti keesaan Allah, ruh, jin, malaikat.

Kedua, menunaikan shalat dengan sempurna, yaitu memenuhi syarat, rukun, sunnah, dan kekhusyukannya. Tanpa khusyuk, kata az-Zuhaily bak raga tanpa nyawa, artinya tong kosong tanpa isi. Dalam konteks pendidikan Islam, menunaikan shalat dengan sempurna merupakan pendidikan spiritual yang harus ditempuh oleh pendidik maupun peserta didik guna tidak hanya saleh keilmuan, tapi juga saleh ritual atau saleh spiritual.

Ketiga, menginfakkan harta-Nya di jalan Allah swt. Pasca melakoni pendidikan spiritual, tak kalah pentingya seorang hamba dalam hal ini baik pendidik, dosen, kiai maupun peserta didik, santri, dan mahasiswa harus melaksanakan tridarma pendidikan tinggi (pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan dan pengabdian masyarakat).

Titik tekannya berada pada pengabdian masyarakat atau pendidikan sosial. Meminjam istilah Gus Mus, tidak hanya saleh ritual tapi juga saleh sosial. Saleh sosial juga tidak boleh dilakukan secara asal-asalan, ia harus memperhatikan prosedur kebaikan di tiap jenjangnya, misalnya melalui zakat, sedekah, infak, wakaf, bukan sebaliknya sogok-menyogok, tindakan KKN, dan sebagainya sehingga terhindar dari hal-hal yang bersifat syubhat dan haram.

Keempat, tasawuf (wushul ilallah). Setelah melakukan ketiga tahapan di atas, tahapan akhir yang harus dilalui adalah tasawuf. Sebagaimana disitir pada ayat ke-4, “mereka yakin adanya akhirat”. Ibnu Abbas sebagaimana yang dinukil oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan bahwa makna ayat ini adalah mereka percaya kepada apa yang engkau datangkan dari Allah, juga percaya atas hal-hal yang diturunkan kepada rasul-rasul sebelummu, tanpa membeda-bedakan di antara mereka, dan tidak mengingkari apa yang didatangkan oleh para rasul itu dari Tuhan mereka. Mereka yakin adanya kehidupan di akhirat, yakni hari kebangkitan, hari kiamat, surga, neraka, hisab dan mizan (timbangan amal).

Dalam tafsir Ibnu Katsir juga dikatakan bahwa orang-orang mukmin tidak hanya sekadar percaya, namun juga yakin baik secara pengetahuan maupun kepercayaan. Kata yuqinun dalam Tafsir al-Qurthuby berasal dari kata al-yaqin. Ia mendefinisikan al-yaqin dengan al-‘ilmu duuna syakk, yaitu pengetahuan tanpa keraguan.

Sedangkan Ibnu Asyur dalam al-Tahrir wa al-Tanwir mendefinisikan kata al-yaqin dengan pengetahuan tentang sesuatu hal yang diperoleh atas penalaran dan penarikan kesimpulan atau setelah muncul keraguan sebelumnya sehingga menghasilkan kebenaran di mana tidak terjadi keraguan dalam memahami suatu perkara, itu bagian dari bentuk keimanan dan keilmuan.

Spirit Integrasi-Interkoneksi Keilmuan dalam Pendidikan Islam

Ayat di atas menyiratkan pesan bahwa implementasi integrasiinterkoneksi dalam pendidikan Islam dapat dilakukan melalui empat hal yaitu dari segi metafisis, pendidikan spiritual, pendidikan sosial atau dalam bahasa filsafat disebut aksiologis, dan tasawuf.

Kesemuanya itu harus dilakukan secara bertahap. Sederhananya praktik integrasi-interkoneksi dalam pendidikan Islam tercermin dalam penggunaan akal atau ilmu pengetahuan (sains) dalam beragama. Kewajiban mendayagunakan akal (sains) dalam beragama sama halnya dengan menjalankan kewajiban dalam beragama seperti mengamalkan rukun Islam dan rukun Iman.

Karena beragama tanpa akal (sains) ibarat orang lumpuh, sementara akal (sains) tanpa agama bak seperti orang buta yang berjalan tanpa arah dan tujuan. Artinya integrasi-interkoneksi dalam pendidikan Islam mutlak harus dilakukan mulai dari tingkat hulu hingga hilir. Tentu bukan hal yang mudah, akan tetapi bukan berarti tidak mungkin untuk dilakukan.

Akhirnya, sebagai closing statement, saya ingin mengajak pembaca bahwa penting untuk mengintegrasi-interkoneksikan keilmuan dalam pendidikan Islam sebagaimana yang diwariskan oleh peradaban Islam masa lalu.

Hal ini juga menjadi respons dari perubahan zaman yang serba dinamis, terlebih di era disrupsi teknologi. Yang berprofesi sebagai pendidik, dosen, kiai, atau yang tengah belajar, bahkan decision maker (pembuat dan pemutus kebijakan), kesemuanya menjadi eksponen (penentu) penting dalam menggalakkan integrasi-interkoneksi keilmuan dalam pendidikan Islam. Wallahu A’lam.

Senata Adi Prasetia
Senata Adi Prasetia
Redaktur tafsiralquran.id, Alumnus UIN Sunan Ampel Surabaya, aktif di Center for Research and Islamic Studies (CRIS) Foundation
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Q.S An-Nisa’ Ayat 83: Fenomena Post-truth di Zaman Nabi Saw

0
Post-truth atau yang biasa diartikan “pasca kebenaran” adalah suatu fenomena di mana suatu informasi yang beredar tidak lagi berlandaskan asas-asas validitas dan kemurnian fakta...