Makkiyah dan madaniyah dalam pemahaman dasar kita mungkin hanya berkaitan dengan tempat turunnya wahyu Al Qur’an. Namun kenyataannya, terminologi makkiyah dan madaniyah tidak sesederhana itu. Istilah ini bisa juga berkaitan dengan waktu turunnya Al Qur’an seperti sebelum dan sesudah hijrah Nabi. Bahkan bisa juga berkaitan dengan redaksi ayat yang turun, apakah tentang tauhid atau sosiokultur masyrakat. Menariknya dalam kasus berbagai mushaf yang ada di dunia, status makkiyah dan madaniyah ini tidak mesti sama satu dengan lainnya.
Contoh mudahnya, surat Ar Rahman dalam Mushaf Standar Indonesia dan mushaf Pakistan berstatus Makkiyah. Namun dalam mushaf Arab Saudi, Mesir, Libya, dan Maroko status surat ini justru Madaniyah. Tentu perbedaan seperti ini perlu dijelaskan secara gamblang, mengapa demikian.
Baca juga: Inilah Definisi dan Ciri-Ciri Ayat Makki dan Madani
Tiga Pedoman Penetapan Status Makkiyah dan Madaniyah
Sebenarnya, dalam penetapan status makkiyah dan madaniyah ada tiga pedoman. Pertama berdasarkan konteks tempat (Mekah sekitarnya atau Madinah sekitarnya). Kedua berdasarkan konteks khitab, redaksi ayat berisi tentang ketauhidan dan keimanan biasanya menjadi ciri khas untuk penduduk Mekah. Sementara redaksi tentang kehidupan sosial biasanya untuk penduduk Madinah. Kemudian pedoman yang ketiga berdasarkan waktu, apakah wahyu itu turun sebelum hijrah atau sesudahnya.
Dari beberapa pedoman itu, tentu untuk mengetahui ciri-ciri status makkiyah dan madaniyah harus berpedoman pada riwayat sahabat Nabi. Kalau pun tidak ada riwayat yang menjelaskan turunnya, maka mencermati kandungan dan karakteristik ayat menjadi alternatifnya. Meski dengan pedoman penentuan tersebut, ternyata para ulama masih membagi surat-surat itu ke dalam tiga kelompok.
Kelompok pertama merupakan surat-surat yang disepakati status makkiyahnya. Kelompok kedua merupakan surat-surat yang disepakati status madaniyahnya. Dan kelompok ketiga berisi surat-surat yang diperselisihkan status makkiyah dan madaniyahnya. Abu Hasan Al Hashshar menyimpulkan, kelompok pertama berjumlah 82 surat, kelompok kedua berjumlah 20 surat, dan kelompok ketiga 12 surat.
Perihal penjelasan Makkiyah dan Madaniyah, Lajnah Pentashihan Mushaf Al Qur’an meluncurkan buku dengan judul Makky & Madany Perdodisasi Pewahyuan Al Qur’an pada tahun 2017. Buku ini ditulis untuk menjelaskan periode pewahyuan surat atau ayat Al Qur’an berdasarkan riwayat dari sahabat dan tabiin serta pengamatan terhadap karakteristiknya. Dalam pengantar disebut bahwa buku yang tebalnya 765 halaman ini diharapkan mampu menjadi penjelas secara ilmiah terhadap penetapan status makkiyah dan madaniyah dalam Mushaf Standar Indonesia.
Baca juga: Salim Fachry: Sang Penulis Mushaf Al-Quran Kenegaraan Pertama
Secara umum, buku ini berisi dua bab utama. Bab satu tentang makkiyah dan madaniyah dalam diskursus ilmu Al Qur’an. Sedangkan bab dua fokus pada pembahasan surat makkiyah dan madaniyah dalam Mushaf Al Qur’an Standar Indonesia. Pada bab pertama, lebih bersifat teoritis seperti pengertian makkiyah madaniyah, metode penetapan makkiyah dan madaniyah, riwayat seputar makkiyah madaniyah, surat yang disepakati dan diperselisihkan, dan urgensi ilmu makkiyah madaniyah. Sementara bab dua berisi tentang penguraian surat per surat yang ada dalam Al Qur’an.
Contoh Pentepan Status Surat Ar Rahman
Disebutkan sebelumnya bahwa surat Ar Rahman termasuk surat yang diperselisihkan status makkiyah dan madaniyahnya. Maka dalam buku ini diuraikan pandangan mufasir baik yang berpendapat makkiyah maupun madaniyah. Kemudian dalil penetapan pun disebutkan. Dalam surat Ar Rahman dalil makkiyahnya mengikuti riwayat Ali bin Abi Thalib, riwayat Ibnu Abbas, dan riwayat Jabir. Sedangkan dalil madaniyahnya berasal dari Qatadah, Ikrimah dan Hasan bin Abi Hasan, serta pendapat lain dari Ibnu Abbas. Setelah diuraikan beberapa penjelasan itu, maka disebutkan mengapa Mushaf Standar Indonesia memilih status makkiyah untuk surat Ar Rahman.
Dalam buku ini, penulisnya mengutip pendpat Imam As Suyuti dan Al Alusi yang menyebut bahwa pendapat makkiyah merupakan pendapat jumhur ulama. Sebab selain adanya penjelasan langsung dari sahabat tentang tempat turunnya terdapat juga keterangan yang menunjukkan bahwa surat ini turun sebelum hijrah Nabi. Kemudian, terdapat karakteristik redaksi ayat yang mengindikasikan kalau surat ini makkiyah. Yakni berisi tentang tanda-tanda kekuasaan Allah, berita tentang para nabi, dan hari akhir.
Baca juga: Mengenal Istilah Nakirah dan Ma’rifah dalam al-Quran
Tentu tulisan dalam artikel ini hanya pengantar, kita pun lebih baik membaca langsung buku ini. Sehingga kita dapat mengetahui alasan mengapa para ulama kita menetapkan status surat yang terkadang berbeda dengan mushaf lainnya.
Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam[]