Berbagai kesulitan dan ujian dalam hidup seringkali membawa seseorang pada titik di mana dirinya merasa putus asa dan kehilangan harapan. Namun dalam ajaran Islam, Allah memerintahkan hamba-Nya untuk selalu berpikir positif dan yakin bahwa setiap ujian memiliki makna dan pelajaran berharga.
Seperti dalam Alquran diajarkan bahwa segala sesuatu berasal dari Allah adalah baik, sebab Dia adalah sumber segala kebaikan dan keadilan. Setiap hal seperti kenikmatan maupun cobaan dari-Nya, sekalipun terlihat buruk dan menyakitkan di sisi manusia sejatinya memiliki hikmah dan kebaikan tersendiri.
Baca Juga: Tafsir Surat Al-Hujurat Ayat 12: Larangan Berprasangka Buruk
Pandangan Terhadap Kebaikan dan Keburukan
Dalam firman-Nya Q.S. an-Nisa ayat 78-79:
قُلْ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ فَمالِ هؤُلاءِ الْقَوْمِ لَا يَكادُونَ يَفْقَهُونَ حَدِيثاً (78) مَا أَصابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ وَما أَصابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ وَأَرْسَلْناكَ لِلنَّاسِ رَسُولاً وَكَفى بِاللَّهِ شَهِيداً (79)
Katakanlah, “Semuanya (datang) dari sisi Allah.” Maka mengapa orang-orang itu hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikit pun? Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah; dan apa saja keburukan yang menimpamu, maka dari dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi.
Diterangkan oleh mufassirin, salah satunya Syekh Wahbah al-Zuhaili (3/172) bahwa segala sesuatu di alam semesta terjadi sesuai dengan hukum Ilahi, maksudnya Allah-lah yang menciptakan segala sesuatu, meletakkan, dan menetapkan aturan. Kemudahan, kemenangan, kesulitan, dan kekalahan semua merupakan qadha dan qadar yang berdasar pada kebaikan dan kasih sayang-Nya. Dalam hal ini, keburukan dapat berasal dari pilihan, persepsi, dan tindakan manusia sendiri. Dengan tujuan agar individu dapat selalu introspeksi dan belajar dari tindakannya.
Dalam firman-Nya yang lain diterangkan:
مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ ٱللَّهِ ۗ وَمَن يُؤْمِنۢ بِٱللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُۥ ۚ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌ
Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Q.S. at-Taghabun: 11)
M. Quraish Shihab dengan mengutip Sayyid Quthb dan Thabathaba’i, ayat tersebut sejatinya menjelaskan bahwa tidak akan menimpa kepada seseorang suatu hal baik atau buruk, kecuali atas izin Allah. Hal tersebut selalu di bawah kontrol dan pengawasan-Nya. Dengan ini, individu akan merasakan ‘tangan Tuhan’ pada setiap peristiwa yang terjadi dan melihat ‘tangan-Nya pada’ setiap gerak sehingga hatinya menjadi tenang terhadap apa yang menimpanya, baik kesulitan maupun kesenangan. (Tafsir al-Misbah, 14/274)
Dari penjelasan dua ayat di atas, dapat dipahami bahwa semua yang datang dari Allah, berupa kenikmatan dan kemudahan ataupun ujian serta kesulitan adalah baik. Karena kedua hal tersebut sejatinya memberikan kesempatan individu untuk menggali potensi diri, seperti sikap bersyukur dan sabar dalam menghadapi setiap situasi. Adapun yang membuat buruk dan jelek adalah dari pikiran serta persepsi manusia sendiri. Keyakinan seperti ini dapat memperkuat iman dan membantu individu menjalani hidup dengan lebih positif.
Rasulullah saw. juga telah bersabda, sebagaimana diriwayatkan dari Sayyidina Anas bin Malik,
عَجِبْتُ لِلْمُؤْمِنِ، إِنَّ اللهَ لاَ يَقْضِي لِلْمُؤْمِنِ قَضَاءً إِلَّا كَانَ خَيْرًا لَهُ
Aku begitu takjub pada seorang mukmin. Sesungguhnya Allah tidaklah menakdirkan sesuatu untuk seorang mukmin melainkan pasti itulah yang terbaik untuknya. (HR. Ahmad)
Dijelaskan bahwa semua ketetapan dari Allah adalah kebaikan. Yang buruk hanya pada yang ditakdirkan (al–maqdur, artinya manusia atau makhluk yang merasakan jelek). Jika dilihat dari perbuatan Allah, semua yang dianugerahkan kepada manusia itu baik. Sebagaimana disebutkan dalam hadits, ‘Kejelekan tidak disandarkan kepada-Mu.’ Karena ketetapan itu ada sebab rahmat dan hikmah-Nya. Dan Allah itu hanya berbuat baik saja selama-lamanya.” (Syarah Arba’in an-Nawawiyyah, h. 88)
Baca Juga: Solusi Alquran dalam Menghadapi Tekanan Hidup
Cobaan, Tanda Kasih Sayang Allah untuk Kebaikan Hamba
Allah memberikan ujian dan cobaan kepada manusia tidak lain adalah sebagai wujud rasa kasih sayang-Nya kepada setiap hamba. Di mana semakin tinggi tingkat keimanan seseorang maka akan bertambah berat pula ujian dan cobaan yang akan dihadapinya. Seperti para nabi dan rasul yang tentu memiliki kedudukan tinggi di sisi-Nya, mereka menghadapi banyak jalan terjal dalam mengemban risalah Allah.
Selain para nabi dan rasul, orang-orang saleh juga tidak luput dari ujian Allah. Akan tetapi mereka selalu lapang dada dan bersikap optimis. Ini mengajarkan bahwa orang beriman tidak boleh berpikir sempit dan negatif dalam menghadapi musibah dan masalah. Seperti Allah menguji Nabi Ayyub as. dengan kemiskinan dan penyakit yang sangat berat selama berpuluh-puluh tahun, namun beliau selalu teguh dan sabar. Pada akhirnya beliau sembuh atas pertolongan-Nya dan Allah mengabulkan doa-doa beliau.
Di samping itu, ujian kesulitan hidup juga merupakan tanda bahwa Allah menginkan kebaikan kepada hamba-Nya, sebagaimana Rasulullah saw. pernah bersabda:
مَنْ يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُصِبْ مِنْهُ
Apabila Allah menghendaki kebaikan kepada seseorang, maka Dia akan mengujinya. (HR. Bukhari)
Kebaikan yang dimaksud bisa seperti, ujian dapat menjadi wasilah untuk mendekatkan diri kepada Allah atau lebih meningkatkan empati terhadap orang lain yang mengalami kesulitan serupa. Proses melewati ujian ini juga melatih ketahanan mental, setiap kali seseorang berhasil melewati suatu ujian, dirinya akan menjadi lebih kuat dan bijaksana.
Dengan demikian, umat Islam seharusnya belajar untuk tidak hanya melihat ujian sebagai beban berat, tetapi sebagai kebaikan dari Allah. Hal tersebut akan membuat jiwa lebih tenang dan siap untuk menghadapi hal-hal lain di masa depan. Dengan cara ini, individu juga dapat menjalani hidup dengan lebih bermakna dan penuh harapan.
Wallahu a’lam.[]