Artikel ini akan menguraikan tentang Surah al-Ashr ayat 1-3 tentang pentingnya waktu. Bagi seorang mukmin waktu adalah modal utama dalam meningkatkan kebaikan dari hari ke hari. Dalam surat ini disebutan beberapa prinsip hidup yang perlu dijadikan pedoman orang-orang mukmin. Allah Swt berfirman:
ÙÙۧÙÙŰčÙŰ”ÙŰ±Ù (1) Ű„ÙÙÙÙ Ű§ÙÙŰ„ÙÙÙŰłÙۧÙÙ ÙÙÙÙÙ ŰźÙŰłÙŰ±Ù (2) Ű„ÙÙÙÙۧ ۧÙÙÙ۰ÙÙÙÙ ŰąÙ ÙÙÙÙۧ ÙÙŰčÙÙ ÙÙÙÙۧ ۧÙŰ”ÙÙۧÙÙŰÙۧŰȘÙ ÙÙŰȘÙÙÙۧ۔ÙÙÙۧ ŰšÙۧÙÙŰÙÙÙÙ ÙÙŰȘÙÙÙۧ۔ÙÙÙۧ ŰšÙۧÙŰ”ÙÙŰšÙŰ±Ù (3)
âDemi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, âkecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan ânasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat âmenasehati supaya menetapi kesabaran.â (Q.S. Al-âAshr: 1-3)â
Nabi Muhammad Saw. mengingatkan, ada dua nikmat besar yang âsering diabaikan oleh manusia, yaitu: nikmat sehat, dan nikmat waktu luang. âHadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim ini âmenunjukkan betapa pentingnya kedua nikmat tersebut dalam kehidupan âkita, yaitu kesehatan dan waktu luang. â
Baca Juga: Tafsir Ahkam: Tata Cara Itikaf, Waktu, Tempat dan Hukumnya
Kita seringkali merasakan betapa nikmatnya kesehatan justru ketika âtengah terbaring sakit. Kita juga kerap menganggap betapa pentingnya waktu, âjustru ketika kita dalam kondisi sempit atau usia telah uzur.â
Dengan demikian, tepat sekali pesan al-Qurâan dalam surat al-âAshr di âatas, bahwa demi waktu, sesungguhnya manusia berada dalam kerugian, âkecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh, serta saling menasehati âuntuk kebenaran dan juga saling menasehati untuk kesabaran.â
Syekh Nawawi al-Bantani, dalam kitab tafsirnya, Marah Labid âmenjelaskan bahwa maksud dari kalimat wa al-âAshri, adalah bahwa Allah Swt. âbersumpah dengan masa atau zaman, di mana di dalamnya terdapat ârangkaian peristiwa kehidupan, seperti: lapang dan sempit, sehat dan sakit, âkaya dan fakir, senang dan sedih serta beragam kisah kehidupan yang âmelingkupi setiap manusia. â
Dalam menjalani beragam peristiwa dan kisah hidup tersebut, manusia âselalu berada dalam kerugian, kecuali mereka yang memegang teguh empat âprinsip hidup yang diajarkan al-Qurâan. â
Keempat prinsip hidup tersebut adalah: 1) Iman; 2) Amal saleh; 3) âSaling menasehati untuk kebenaran; 4) Saling menasehati untuk kesabaran.â
Ketika menafsirkan makna âkerugianâ dalam Q.S. Al-âAshr tersebut, âAbd âal-Karim al-Khathib dalam karyanya Al-Tafsir al-Qurâani li al-Qurâan âmenjelaskan bahwa kerugian yang dimaksud adalah kesesatan. Hal ini âdisebabkan karena ketidaktahuan manusia akan kualitas dirinya (qudrat) âyang sesungguhnya, serta keengganannya untuk mencapai posisi (maqam) âyang mulia di sisi Allah. Padahal, Allah Swt. sudah menciptakannya dalam âbentuk terbaik di antara ciptaan Allah lainnya. â
Ironisnya, manusia justru tidak menyadari kualitas serta potensi âdirinya. Dia tidak menempuh jalan menuju kemuliaan, malah justru âmemperturutkan hawa nafsunya, menyejajarkan dirinya dengan binatang, âyang hanya mengejar kenikmatan jasmani semata, seperti makan, minum, âdan berhubungan seks. Hanya sedikit saja di antara manusia yang memahami âhakekat kemanusiaannya, yang mau menempuh jalan untuk menjadi manusia âmulia yang tinggi derajatnya di sisi Allah Swt.â
Untuk mencapai posisi mulia, yaitu manusia dengan derajat yang âtinggi di sisi Allah, maka empat prinsip yang sudah disebutkan di atas, yaitu: âiman, amal saleh, saling menasehati untuk kebenaran dan kesabaran harus âselalu kita pegang teguh.â
Dua prinsip pertama, yaitu iman dan amal saleh ibarat dua sisi mata âuang yang tidak bisa dipisahkan, saling terkait erat satu sama lain. Bukti iman âseseorang harus mewujud dalam tindakan nyata sehari-hari. Pun demikian, âtindakan serta aktivitas sehari-hari harus selalu didasari oleh keimanan.â
Adalah omong kosong belaka ketika seseorang mengaku beriman, âtetapi tidak ada dampak apa pun dari keimanannya yang tampak dalam âaktivitas sehari-harinya. Tidak ada aktivitas positif (amal saleh) yang âdilakukannya, serta perilakunya jauh dari nilai-nilai keimanan. â
Demikian halnya, kebaikan yang dilakukan seseorang, yang hanya âditujukan untuk mengharap sanjung puji dari orang lain, bukan karena âketulusan hati yang didasari keimanan, maka hal ini juga tidak disebut âdengan amal saleh.â
Intinya, antara iman dan amal harus saling berkait kelindan satu sama âlain. Jika keduanya bersinergi dengan baik, maka itulah yang akan âmenghindarkan seseorang dari kerugian, sebagaimana disebutkan dalam ayat âdi atas.â
Baca Juga: Tafsir Surat Al-Hasyr Ayat 18: Â Intropeksi Diri, Manajemen Waktu, dan Tabungan Kebaikan
Dua prinsip berikutnya adalah saling menasehati untuk kebenaran dan âkesabaran. Az-Zamakhsyari dalam tafsir Al-Kasysyaf menjelaskan bahwa âmakna wa tawashaw bi al-haqq (menasehati untuk kebenaran) adalah saling âmenasehati untuk tetap dalam bertauhid kepada Allah, taat kepada-Nya, âmengikuti kitab-Nya, meneladani rasul-Nya, zuhud dalam urusan dunia serta âsemangat dalam urusan akhirat. Sedangkan wa tawashaw bi al-shabr ââ(menasehati untuk kesabaran) adalah saling menasehati untuk tetap sabar âdalam ketaatan kepada Allah dan dalam menjauhi maksiat kepada-Nya.â
Keempat prinsip hidup yang dijelaskan Q.S. Al-âAshr itulah yang akan âmenyelamatkan umat manusia dari kerugian.â Wallahu A’lam.

















