BerandaTafsir TematikSurah an-Najm Ayat 49: Bintang Sirius dan Masyarakat Arab

Surah an-Najm [53] Ayat 49: Bintang Sirius dan Masyarakat Arab

Bintang Sirius atau α Canis Majoris adalah bintang paling terang di langit malam. Nama Sirius diambil kata Yunani Σείριος (Seirios), yang berarti “berkilau”. Nama ini disematkan padanya karena tingkat keterangannya. Dengan magnitudo tampak −1.46, bintang Sirius hampir dua kali lebih terang dari Canopus, bintang paling terang ke-2 di langit malam.

Bintang Sirius dapat dilihat hampir di semua tempat di permukaan Bumi kecuali oleh orang-orang yang tinggal pada lintang di atas 73,284° utara. Saat terbaik untuk melihat bintang ini adalah sekitar tanggal 1 Januari, di mana ia mencapai meridian pada tengah malam. Pada kondisi yang sesuai, bintang ini dapat dilihat dengan mata telanjang saat Matahari masih berada di atas horizon.

Dilansir National Geographic, “Berdasarkan data astronomi bintang Sirius adalah bintang yang cahayanya paling terang di langit malam, yang berada di rasi Canis Majoris, bintang ini terbit pada musim panas. Bintang Sirius juga merupakan sistem bintang ganda, dinamai Sirius A dan Sirius B, yang mana bintang Sirius A cahayanya sangat terang sehingga menutupi bintang Sirius B yang lebih redup.”

Baca Juga: Wa An-Najm Idha Hawa: Demi Bintang, Demi Muhammad, Demi Al-Quran

Bintang ini menempati posisi sentral dalam sejarah peradaban manusia. Misalnya, bagi bangsa Mesir kuno, Sirius dipersonifikasi sebagai seorang dewa, tepatnya Dewi Isis (istri Osiris) yang dianggap sebagai Dewi kesuburan. Dalam konteks sosial, bintang Sirius digunakan sebagai petunjuk bepergian atau perjalanan musim dingin dan musim panas, baik di siang hari maupun di malam hari.

Pengistimewaan bintang ini juga terjadi di kalangan Bangsa Arab dan ini dapat terlihat dalam gubahan syar-syair mereka. Bahkan diceritakan bahwa bintang Sirius atau Syi’ra disembah oleh kaum Lakham yang tinggal di wilayah Hebron, tepi barat Palestina. Penyembahan mereka ini disebabkan kekaguman mereka terhadap bintang Sirius yang bersinar terang di malam hari bak penyelamat dari kegelapan (The Brightest Stars).

Kemasyhuran bintang Sirius inilah yang menyebabkan Al-Qur’an menyebutnya dalam surah an-Najm [53] ayat 49. Penyebutan ini tidak bertujuan mengafirmasi kepercayaan masyarakat Arab terhadap bintang Syi’ra, melainkan sebagai “penekanan” terhadap keesaan Allah swt, bahwa bintang yang mereka puja saat itu – yakni an-najm asy-syi’ra – merupakan salah satu dari sekian banyak ciptaan-Nya.

Firman Allah swt:

وَاَنَّهٗ هُوَ رَبُّ الشِّعْرٰىۙ ٤٩

Dan sesungguhnya Dialah Tuhan (yang memiliki) bintang Syi‘ra.” (QS. An-Najm [53] Ayat 49).

Secara umum, surah an-Najm [53] ayat 49 menginformasikan tentang Allah swt sebagai pencipta sekaligus pemilik bintang Syi‘ra atau Sirius. Dalam konteks khitab kepada bangsa Arab Al-Qur’an seakan-akan berkata, “Dan sesungguhnya Allahlah Tuhan yang memiliki bintang Syi‘rai yang selama ini kalian agung-agungkan. Karena itu, Allah lebih berhak untuk kalian agungkan dari bintang itu.”

Quraish Shihab menuturkan penyebutan tentang ketundukan bintang Sirius kepada Allah swt merupakan kritik halus Al-Qur’an terhadap kebiasaan sebagian masyarakat Arab yang mengagung-agungkan atau bahkan menyembah bintang tersebut. Ketika musim panas melanda, mereka memohon kepada bintang Syi‘ra agar hujan turun membawa rezeki buat diri, binatang dan tumbuhan mereka.

Berdasarkan latar belakang tersebut, Allah swt kemudian menegaskan pada surah an-Najm [53] ayat 49 bahwa Dialah Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan Yang Pemelihara dan Pengendali bintang Syi‘ra. Oleh karena itu – sebagaimana ditekankan pada ayat sebelumnya – seharusnya manusia, khususnya bangsa Arab, memohon kepadanya soal rezeki, kekayaan dan hujan, bukan kepada bintang Sirius (Tafsir al-Misbah [13]: 439).

Dalam Tafsir al-Muntakhab yang disusun pakar-pakar Mesir, surah an-Najm [53] ayat 49 berisi tentang informasi terkait bintang tersebut. Ia adalah bintang paling terang pada gugusan “Bintang Anjing” (Dog Star). Bintang ini berada di sekitar 18 derajat sebelah selatan garis tengah langit dan dikenal juga dengan nama Dog Star (Bintang Anjing), nama yang sudah dikenal sejak 3.000 tahun yang lalu.

Selanjutnya dinyatakan bahwa Allah secara khusus menyebut bintang Sirius pada ayat ini, karena sebagian bangsa Arab pada zaman Jahiliah menyembah bintang itu, begitu pula orang-orang Mesir kuno. Hal itu disebabkan karena munculnya bintang ini dari sebelah timur pada sekitar pertengahan bulan Juli sebelum terbit matahari, bersamaan dengan masa pasang sungai Nil di Mesir bagian tengah yang merupakan peristiwa penting dunia.

Thabathaba’i menulis bahwa suku Khuza’ah adalah penyembah bintang Sirius, dan salah satu di antaranya adalah Abu Kabsyah yakni salah seorang kakek Nabi saw dari sisi ibu beliau. Karena itu kaum musyrikin Mekah menggelar Nabi Muhammad saw dengan Ibn Abi Kabsyah (Putra Abu Kabsyah) karena agama yang dianut Nabi Muhammad saw berbeda dengan anutan kaum musyrikin itu.

Baca Juga: Menilik Konsep Energi dan Klasifikasinya dalam Al-Quran

At-Thabari menjelaskan dalam tafsirnya, Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an, surah an-Najm [53] ayat 49 bermakna: “Ya Muhammad, sesungguhnya Tuhanmu adalah pemilik bintang Syi’ra. Bintang tersebut adalah bintang yang dahulu disembah oleh sebagian orang jahiliah, mereka menyembahnya sebagai Tuhan selain Allah swt.”

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa Syi’ra merupakan salah satu dari makhluk Allah swt. Bintang ini tidak dapat memberi mudarat atau manfaat bagi manusia sedikit pun kecuali atas izin Allah. Untuk itu, posisikan ia sebagaimana mestinya dan jangan berlebih-lebihan mengistimewakannya sebagaimana yang dilakukan bangsa Arab dan Mesir kuno dahulu. Wallahu a’lam.

Muhammad Rafi
Muhammad Rafi
Penyuluh Agama Islam Kemenag kotabaru, bisa disapa di ig @rafim_13
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Catatan interpolasi tafsir Jami‘ al-Bayan karya Al-Ijiy pada naskah Jalalain Museum MAJT

Jami’ al-Bayan: Jejak Tafsir Periferal di Indonesia

0
Setelah menelaah hampir seluruh catatan yang diberikan oleh penyurat (istilah yang digunakan Bu Annabel untuk menyebut penyalin dan penulis naskah kuno) dalam naskah Jalalain...