BerandaTafsir TematikSurah Az-Zukhruf Ayat 32: Jawaban Al-Quran Untuk Mereka yang Menyangkal Kenabian Muhammad

Surah Az-Zukhruf Ayat 32: Jawaban Al-Quran Untuk Mereka yang Menyangkal Kenabian Muhammad

Menjadi untusan Allah memang tidak mudah, selain tugas berat sebagai Nabi, hadir pula problematik ketika seorang musrik menyangkal status kenabian terhadap pilihan Allah. Hal ini terjadi terhadap Muhammad ketika diangkat sebagai Nabi. Namun siapa sangka kejadian tersebut direspon dengan turunnya firman Allah SWT pada surah az-Zukhruf ayat 32. Ayat ini turun benar-benar bukan hanya memberikan jawaban kepada mereka yang menyangkal pengangkatan kenabian Muhammad, akan tetapi juga tentang relasi horizontal antara satu manusia dengan manusia yang lainnya. Dan Allah karuniakan status sosial kepada hamba-Nya bertujuan agar mereka saling memanfaatkan.

Az-Zukhruf ayat 32 yang tertulis sebagai berikut:

اَهُمْ يَقْسِمُوْنَ رَحْمَتَ رَبِّكَۗ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَّعِيْشَتَهُمْ فِى الْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۙ وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجٰتٍ لِّيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا ۗوَرَحْمَتُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُوْنَ

Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kamilah yang menentukan penghidupan mereka dalam kehidupan dunia dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat memanfaatkan sebagian yang lain. Rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. ( Az-Zukhruf [43]:32)

Penafsiran Surah  Az-Zukhruf Ayat 31

Mengutip dari Tafsir Al-Munir karya Syekh Wahbah Az-Zuhaili, ayat ini turun bersamaan dengan surah Az-Zukhruf ayat 31. Ayat ini diturunkan sebagai respon balik terhadap orang-orang musyrik yang menyangkal pengangkatan Muhammad saw. sebagai Nabi. Mereka merasa orang yang lebih berhak menyandang gelar dan status kenabian adalah Al-Walid bin Al-Mughirah dari Mekah atau ‘Urwah bin Mas’ud ats-Tsaqafi dari Taif. Oleh karena itu, Allah menurunkan surah Az-Zukhruf  32 sebagai jawaban atas pernyataan tersebut.

Baca juga: Surat al-Mumtahanah Ayat 8: Al-Quran Ketika Menyikapi Pluralitas Beragama di Indonesia

Secara umum surah Az-Zukhruf ayat 32 berisi bantahan atas pernyataan orang-orang musyrik pada ayat sebelumnya. Allah swt. menegaskan bahwa Allah yang mengatur pembagian rezeki dan perkara yang bersifat keduniawian seperti pembagian antara yang kaya dan miskin, kuat dan lemah, serta raja dan rakyat jelata. Ayat ini seakan-akan mempertanyakan jika untuk perkara duniawi yang derajatnya rendah saja mereka tidak mampu mengaturnya, lalu bagaimana bisa mereka mengatur perkara kenabian yang derajatnya lebih tinggi dan mulia? ( Tafsir Al-Maraghi, [25]: 83)

Lebih dari itu, ayat ini tidak hanya terpaku sebagai bantahan terhadap pernyataan orang-orang musyrik, tetapi juga menjelaskan tentang pembagian kelas sosial yang menjadikan manusia bergantung antara satu dengan yang lainnya.

Prof. Quraish Shihab dalam berbagai tulisannya ketika dihadapkan pada ayat ini, menjelaskan bahwa perbedaan kecerdasan, kemampuan, dan status sosial yang masing-masing Allah karuniakan kepada hamba-Nya bertujuan agar mereka saling memanfaatkan. Sehingga dengan demikian setiap orang akan saling membutuhkan dan cenderung berhubungan dengan yang lain. Selain itu, ayat ini juga menekankan bahwa bermasyarakat adalah sesuatu yang lahir dari naluri alamiah masing-masing manusia. ( Wawasan Al-Qur’an, Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat: 319)

Baca juga: Surah Al-An’am [6] Ayat 164: Seseorang Tidak Akan Memikul Dosa Orang Lain

Prof. Quraish dalam Tafsir Al-Misbah, memaparkan kata سُخْرِيًّا (sukhriyyān) pada ayat tersebut mempunyai dua makna. Yang pertama berarti mengejek dan yang kedua bermakna memaksa untuk melakukan sesuatu. Makna yang kedua, yakni memaksa untuk melakukan sesuatu, dapat difahami sebagai pemaksaan yang lahir dari kedudukan manusia sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan.

Kebutuhan memaksa setiap orang untuk mengharapkan bantuan pihak lain. Hal ini dikarenakan kebutuhan setiap orang lebih banyak daripada potensi dan waktu yang tersedia untuknya. Pemahaman tersebut sejalan dengan Q.S. Al-‘Alaq [96]: 2, خَلَقَ ٱلْإِنسَٰنَ مِنْ عَلَقٍ, yakni Allah menciptakan manusia memiliki ketergantungan satu dengan yang lain.

Tidak jauh berbeda dengan pandangan tokoh di atas, Wardani dalam Sosiologi Al-Qur’an menerangkan bahwa ungkapan لِّيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا  (liyattakhiża ba’ḍuhum ba’ḍan sukhriyyān) berisi penjelasan mengenai tujuan perbedaan status dan kemampuan masing-masing manusia adalah agar terjalin hubungan yang harmonis antar sesama anggota masyarakat dalam bentuk kerja sama serta memanfaatkan potensi dan kemampuan masing-masing secara positif.

Dengan kata lain, surah Az-Zukhruf [43]: 32 mengisyaratkan adanya pembagian kerja secara profesional dalam masyarakat, karena perbedaan potensi dan kemampuan yang dimiliki oleh setiap anggota masyarakat. (Sosiologi Al-Qur’an: 84)

Disebabkan keniscayaan untuk saling memenuhi kebutuhan satu sama lain inilah yang juga menjadi sebab manusia saling mengenal dan bertemu sehingga terbentuklah bangsa dan peradaban. ( Tafsir At-Tahrir wa At-Tanwir, [25]: 202)

Baca juga: Tafsir Min Wahyil Quran: Tafsir dari Sang Neo-Modernis Sayyid Husein Fadhlullah

Dari berbagai penafsiran di atas, dapat disimpulkan bahwa selain ayat di atas merupakan respon terhadap mereka yang menyangkal pengangkatan Muhammad sebagai nabi, kemudian juga adanya perbedaan status, kecerdasan, dan kemampuan masing-masing individu merupakan sebuah keniscayaan yang menyebabkan terjadinya relasi sosial dalam rangka memenuhi kebutuhan sesama manusia. Sebagai sesama makhluk sosial, hendaknya masing-masing dari kita berusaha untuk memaksimalkan potensi dan kemampuan demi terwujudnya hubungan yang harmonis antar anggota masyarakat.

Rijal Ali
Rijal Ali
Mahasiswa UIN Antasari, minat kajian Isu-isu keislaman kontemporer,
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...