Surat Al-Ankabut Ayat 30: Doa Nabi Luth as. yang Diabadikan Allah SWT dalam Al-Quran

Doa Nabi Luth dalam Al-Quran
Doa Nabi Luth dalam Al-Quran

Nabi luth as merupakan dzurriyah nabi Ibrahim as. Beliau adalah nabi yang berbeda, pada dasarnya nabi-nabi lainnya bertugas untuk menyampaikan ajaran tauhid, tetapi nabi Luth diutus menjadi nabi dan rasul atas dasar misi yakni meluruskan suatu kebiasaan buruk yang dialami masyarakat pada saat itu, tetapi hal itu bukan berarti menafikan bahwa beliau tidak mengajarkan ajaran tauhid. Kisah Nabi Luth diabadikan dalam Al-Quran. Dalam kisah ini terdapat doa Nabi Luth kepada Allah, ia mengadu tentang perbuatan kaumnya kepada Allah.

Buruknya Perilaku Kaum Nabi Luth as.

Kisah nabi Luth banyak di muat dalam al-Qur’an yang terkenal dengan kisah kaumnya yang melakukan kemaksiatan yang belum pernah dilakukan seorang pun sebelumnya yaitu homoseksual, banyak ayat yang membahas mengenai kisah tersebut antara lain:

وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِۦٓ إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ ٱلْفَٰحِشَةَ مَا سَبَقَكُم بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِّنَ ٱلْعَٰلَمِينَ

“Dan (ingatlah) ketika Luth berkata kepada kaumnya: “Sesungguhnya kamu benar-benar mengerjakan perbuatan yang amat keji yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun dari umat-umat sebelum kamu” (Q.S. Al-Ankabut [29]: 28)

Wahbah Zuhaili dalam tafsirnya Al-Wajiz menjelaskan bahwa maksiat yang dilakukan kaum nabi Luth atau yang dikenal dengan kaum Sodom adalah praktik perbuatan buruk yang dibenci oleh orang-orang normal, yaitu ‘mendatangi’ dubur laki-laki, dan maksiat tersebut sama sekali belum pernah dilakukan oleh kaum-kaum sebelumnya.

Kemaksiatan yang dilakukan kaum Sodom adalah kebiasaan baru yang buruk, hal itu dilakukan bukan karena tidak ada wanita tetapi memang kaum Sodom adalah kaum yang durhaka. Dalam Tafsir Al-Qur’an Al-Adzim karya Ibnu Katsir dijelaskan bahwasannya selain mereka berbuat keji dalam seks, mereka juga melakukan perbuatan yang tidak layak dipertontonkan di khalayak umum seperti mereka kerap kali saling mengeluarkan angin (kentut) kemudian tertawa, dan mereka juga sering mengadu kambing, domba dan berlomba-lomba mengadu suara ayam. (Ibnu Katsir, 2020 juz 3: 369).

Nabi Luth seringkali mengingatkan kaumnya dan menyuruh untuk meninggalkan perbuatan keji tersebut, tetapi hal itu sama sekali tidak mendapat respon baik dari kaumnya. Bahkan banyak dari kaumnya itu membantah anjuran dari nabi Luth dan lebih parahnya mereka tidak segan-segan mengusir nabi Luth beserta para pengikutnya untuk pergi dari kotanya.

Baca Juga: Doa Nabi Ayyub as dalam Al-Quran untuk Kesembuhan Penyakit

Permohonan Nabi Luth as Kepada Allah SWT

قَالَ رَبِّ ٱنصُرْنِى عَلَى ٱلْقَوْمِ ٱلْمُفْسِدِينَ

“Ya Tuahnku, tolonglah aku (dengan menimpakan adzab) atas kaum yang berbuat kerusakan itu.” (Q.S. Al-Ankabut [29]: 30).

Begitulah doa nabi Luth dalam keadaan terdesak atas kedurhakaan umatnya. Lafadh ٱنصُرْنِى menurut Wahbah Zuhaili dalam tafsirnya memaknai sebagai turunnya azab, dan lafadh  ٱلْمُفْسِدِينَ mempunyai makna kaum yang rusak dan durhaka dengan bersetubuh terhadap sesama lelaki dan juga selalu mengada-adakan maksiat. (Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Munir, 1418 H juz 20: 229)

Baca Juga: Pesan di Balik Doa Nabi Ibrahim dalam Surah Asy-Syu’ara Ayat 83-89

Al-Sa’di mengatakan dalam kitab tafsirnya bahwa pada saat itu nabi Luth berputus asa dan menurutnya umatnya telah pantas mendapatkan azab. Maka dari itu nabi Luth sampai berdoa memohon pertolongan Allah agar umatnya diberikan azab yang setimpal dengan apa yang umatnya perbuat. Setelah itu para malaikat menyuruh nabi Luth beserta keluarganya (selain istri) untuk segera pergi meninggalkan kota Sodom karena ada riwayat yang menyebutkan bahwa istri nabi Luth termasuk orang yang tertinggal. Kemudian pada saat itulah Allah menurunkan azab kepada kaum Sodom berupa hujan batu. Berikut firman Allah dalam al-Qur’an:

وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهِم مَّطَرًا ۖ فَسَآءَ مَطَرُ ٱلْمُنذَرِينَ

“Dan kami hujani mereka dengan hujan (batu), maka sangat jelek hujan yang menimpa orang-orang yang telah diberi peringatan itu” (Q.S. Asy-Syuara [42]: 173)

Setelah Allah membinasakan kaum Nabi Luth dan menyelamatkan Luth dan pengikutnya, Allah membinasakan tempat tinggal mereka dengan menjadikannya laut mati yang airnya busuk yang terletak di Baitul Maqdis bersebelahan dengan negeri al-Kark dan Asy-Syawik. Tempat tersebut dijadikan Allah sebagai jalan yang biasa dilalui siang dan malam hari oleh musafir, supaya orang-orang dapat mengambil pelajaran dari kisah tersebut.

Dengan dijadikannya tempat kaum Nabi Luth sebagai laut mati, umat Islam seharusnya menjadikan peristiwa itu sebagai pelajaran, tanda kekuasaan Allah dalam menurunkan azab bagi mereka yang membangkang akan perintahnya, mendustai utusannya dan mengikuti hawa nafsu.

Dalam kitab Safwah al-Tafasir, As-Shabuni berkata: “Dan ketahuilah bahwa salah seorang nabi tidak akan mendoakan suatu kaum kepada kehancuran kecuali dia mengetahui bahwa sesungguhnya ketidakhadiran mereka lebih baik dari pada keberadaan mereka”. Wallahua’lam.