Tafsir Ahkam: Hukum Berciuman Dengan Istri di Bulan Ramadhan

Tafsir Ahkam: Hukum Berciuman Dengan Istri di Bulan Ramadhan
Tafsir Ahkam: Hukum Berciuman Dengan Istri di Bulan Ramadhan

Berdasarkan kesepakatan ulama’, Allah telah menetapkan larangan bersanggama salah satunya lewat surat Al-Baqarah ayat 187, berikut penjelasannya ada pada artikel ini. Namun larangan ini menyisakan sedikit pertanyaan yang kemudian menimbulkan pro dan kontra di antara para ulama’. Yaitu apakah hal-hal lain yang mengarah ke sanggama juga dilarang? Apakah tindakan berciuman dengan istri pada saat puasa ramadhan, hukumnya sama dengan sanggama? Berikut penjelasan para ulama’.

Baca juga: Surah al-Baqarah Ayat 216, Cinta dan Benci sebagai Sifat Manusia

Pro Kontra Makna Basyiruhunna

Para ulama’ telah bersepakat bahwa sanggama bagi orang yang berpuasa diharamkan dan membatalkan puasa yag dijalaninya. Hal ini merujuk pada firman Allah pada surat al-Baqarah ayat 187 yang berbunyi:

اُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ اِلٰى نِسَاۤىِٕكُمْ ۗ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَاَنْتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ ۗ عَلِمَ اللّٰهُ اَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُوْنَ اَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ ۚ فَالْـٰٔنَ بَاشِرُوْهُنَّ وَابْتَغُوْا مَا كَتَبَ اللّٰهُ لَكُمْ ۗ

Dihalalkan bagimu pada malam puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkanmu. Maka, sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu. (QS. Al-Baqarah [2] :187).

Namun mereka berbeda pendapat mengenai hukum hal-hal yang mendekatkan ke sanggama. Sebagaimana melakukan ciuman. Hal ini salah satunya mengacu kepada sebatas manakah cakupan redaksi basyiruhunna (campurilah) di dalam ayat di atas? Apakah sebatas sanggama sehingga tidak menyinggung hal lain sebagaimana prilaku yang mendorong ke sanggama. Ataukah juga mencakup hal tersebut?

Baca juga: Keistimewaan Madu Sebagai Obat dalam Tafsir Surah AN-Nahl Ayat 68-69

Imam Ar-Razi di dalam tafsirnya menyatakan bahwa ada dua pendapat mengenai makna dari “bersentuhan” yang dimaksud dalam redaksi “basyiruhunna” di ayat di atas. Pendapat pertama, yang juga pendapat mayoritas ulama’, maknanya adalah sanggama. Pendapat kedua, yang merupakan pendapat Al-Asham, menyatakan maknanya adalah sanggama dan hal-hal lebih ringan yang mengarah pada sanggama (Tafsir Mafatihul Ghaib/3/122).

Imam Al-Qurthubi di dalam tafsirnya menyatakan, di dalam ayat di atas Allah menjelaskan hal-hal yang dilarang dilakukan oleh orang yang berpuasa; yaitu makan, minum dan sanggama. Dan Allah tidak menyinggung perihal bersentuhan kulit semacam berciuman dengan lawan jenis serta selainnya. Maka hal itu menunjukkan sahnya puasa orang yang bersentuhan kulit tanpa sanggama, sebagaimana berciuman. Andai berciuman juga dilarang, maka sudah seharusnya ada dalil lain yang menjadi dasar akan hal itu.

Fakta ini menurut Imam Al-Qurthubi telah memancing perbedaan di antara para ulama’. Kalangan Malikiyah menyatakan bahwa hal-hal yang mengarah ke sanggama sebagaimana berciuman, hukumnya makruh bagi orang yang tidak bisa menjaga serta menguasai dirinya. Hal ini agar tidak kemudian mendorong tindakan yang menyebabkan batalnya puasa. Diantara sahabat yang menghukumi makruh tindakan berciuman bagi orang yang berpuasa adalah ‘Abdullah Ibn Umar, ‘Abdullah Ibn Mas’ud, Dan ‘Urwah Ibn Zubair (Tafsir Al-Jami’ Li Ahkamil Qur’an/2/324).

Baca juga: Surah Maryam [19] Ayat 26: Kisah Maryam Berpuasa Bicara

Imam As-Syaukani di dalam Nailul Authar tatkala menjelaskan hadis yang berkaitan seorang pemuda dan manula yang berciuman saat puasa, memaparkan banyaknya silang pendapat antar ulama’ mengenai hukum berciuman saat puasa. Ada yang menyatakan boleh, ada yang menyatakan makruh, dan ada yang menyatakan haram. Namun Imam Al-Mawardi menyatakan, ulama’ sepakat mengenai batalnya puasa orang yang berciuman sehingga sampai keluar sperma (Nailul Authar/4/289).

Pendapat para ulama tentang berciuman di bulan ramadhan

Uraian di atas adalah keterangan para ulama’ yang masih campur aduk antara hukum berciuman dan apakah memiliki konsekwensi membatalkan puasa atau tidak. Juga masih bercampur aduk antara manakah pendapat yang bisa dijadikan pegangan ataukah tidak. Untuk itu, agar lebih mudah memahami hukum berciuman bagi orang yang berpuasa, kami akan memaparkan kesimpulan para ulama’ yang termuat dalam kitab Al-Mausu’a Al-Fiqhiyah (Mausu’ah Fiqhiyah/2/4652).

Menurut Mazhab Syafi’iyah, Hanafiyah dan Hanbaliyah, hukum mencium istri adalah makruh. Hal ini dengan syarat ia tidak bisa menjaga dirinya dari hal yang membatalkan puasa seperti keluarnya sperma dan sanggama. Apabila bisa menjaga diri, menurut mayorritas ulama’ hukumnya boleh-boleh saja. Hukum makruh ini ada apabila tujuan dari berciuman adalah mencari kesenangan semata, atau bukan karena sebab menunjukkan sekedar rasa sayang atau saat berpisah.

Baca juga: Tafsir Ahkam: Hukum Bersanggama di Bulan Ramadan

Sedang menurut Mazhab Malikiyah, hukumnya makruh berciuman bila bisa menjaga diri dari keluarnya sperma atau cairan madzi. Apabila tidak, maka hukumnya haram.

Mengenai soal batalnya puasa, ulama’ sepakat bahwa berciuman dengan istri meski dengan tujuan kesenangan semata, tidak membatalkan puasa bila tidak sampai membuat sperma keluar. Apabila sebaliknya, maka ulama’ sepakat puasanya batal. Wallahu a’lam bishshowab.