BerandaTafsir TematikTafsir AhkamTafsir Ahkam: Hukum Takbiran Pada Hari Raya Idul Fitri

Tafsir Ahkam: Hukum Takbiran Pada Hari Raya Idul Fitri

Hari raya tidaklah bisa dilepaskan dari bacaan takbir. Baik hari raya Idul Fitri maupun hari raya Idul Adha. Bahkan di malam hari raya Idul Fitri, ada tradisi mengumandangkan takbir berkeliling, baik dengan jalan kaki maupun berkendara. Lalu bagaimana sebenarnya hukum membaca takbir tepat di hari raya Idul Fitri maupun di malam harinya menurut Al-Qur’an? Berikut penjelasan ulama’ pakar tafsir dan pakar hukum fikih tentang hukum takbiran pada hari raya Idul Fitri.

Anjuran Bertakbir di Hari Raya

Ulama’ mengulas hukum bertakbir di hari raya Idul Fitri merujuk pada firman Allah yang berbuyi:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۗوَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗيُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ ۖوَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ ١٨٥

Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang hak dan yang batil). Oleh karena itu, siapa di antara kamu hadir (di tempat tinggalnya atau bukan musafir) pada bulan itu, berpuasalah. Siapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya) sebanyak hari (yang ditinggalkannya) pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu agar kamu bersyukur (QS. Al-Baqarah [2] :185).

Baca juga: Pandangan Para Mufasir Tentang Peristiwa Pengangkatan Nabi Isa

Ulama’ mengambil hukum takbir dari redaksi walitukabbirallaha (bertakbir/ mengagungkan Allah). Lewat ayat tersebut ulama’ menyatakan bahwa bertakbir di hari raya Idul Fitri hukumnya Sunnah. Bahkan Imam Ad-Dawud Ad-Dzahiri menyatakan hukum wajib sebab redaksi ayat yang dipakai berbentuk kata perintah. Hanya Abu Hanifah yang menyatakan takbir di hari tersebut tidaklah disyariatkan (Tafsir ibn katsir/1/505).

Imam Ar-Razi di dalam tafsirnya menyatakan, ada dua penafsiran terkait redaksi walitukabbirallah. Penafsiran pertama adalah terkait tentang hukum membaca takbir tatkala Idul Fitri. Lewat penafsiran ini ulama’ berbeda pendapat mengenai tiga hal. Pertama mengenai mana yang lebih utama antara takbir di Idul Fitri dan Idul Adha; kedua mengenai kapan mulai dianjurkannya takbir; ketiga sampai kapan takbir dianjurkan. Penafsiran lain tentang redaksi walitukabbirallah menyatakan, dianjurkannya bersyukur kepada kepada Allah secara umum saja (Tafsir Mafatihul Ghaib/3/107).

Imam Ar-Ruyani di dalam Kitab Al-Bayan menyatakan, Mazhab Syafiiyah meyakini bahwa takbir di hari raya Idul Fitri dimulai sejak tenggelamnya matahari pada malam hari raya. Berbeda dengan Mazhab Malikiyah dan Hanabilah yang menyatakan bahwa mulainya takbir adalah semenjak hendak berangkat menuju Salat Ied. Dasar yang dipakai Mazhab Syafiiyah adalah, pada redaksi ayat di atas yang mengaitkan takbir dengan sempurnanya perhitungan hari puasa. Hal ini menunjukkan dimulainya takbir adalah saat selesainya hari terakhir bulan puasa; yakni dengan tenggelamnya matahari.

Sedang untuk batas terakhir takbir bagi orang yang tidak melaksanakan Salat Ied berjamaah, sebagian pendapat menyatakan ada tiga pendapat dalam Mazhab Syafiiyah. Pertama, saat imam keluar hendak melaksanakan salat id; kedua, saat imam melaksanakan takbiratul ihram; ketiga, sampai imam selesai salat dan melaksanakan dua khutbah (Al-bayan/2/653).

Imam Al-Mawardi menyatakan, ulama’ sepakat tentang kesunnahan takbir di malam hari raya Idul Adha. Sedang untuk takbir di malam Idul Fitri, ulama berbeda pendapat. Mazhab Syafiiyah menyatakan Sunnah. Sedang Mazhab Malikiyah dan Hanabilah menyatakan bahwa kesunnahan di mulai di hari raya Idul Fitri itu sendiri, bukan pada malam harinya (Al-Hawi Al-Kabir/2/1096).

Baca juga: Tafsir Surah Al-Anbiya’ Ayat 107: Memaknai Rahmatan Lil Alamin Menuju Alam yang Lestari

Dari berbagai uraian di atas kita dapat mengambil kesimpulan, takbir pada hari raya Idul Fitri menurut sebagian ulama’ hukumnya adalah Sunnah. Khusus untuk malam Idul Fitri, takbir hukumnya sunnah menurut Mazhab Syafiiyah. Oleh karena itu, tradisi takbiran baik di tempat ibadah maupun di jalan-jalan adalah tradisi yang berpijak kepada Mazhab Syafiiyah, yang menyatakan bahwa kesunnahan takbir di hari Idul Fitri dimulai dari tenggelamnya matahari. Wallahu a’lam bish showab.

Muhammad Nasif
Muhammad Nasif
Alumnus Pon. Pes. Lirboyo dan Jurusan Tafsir Hadis UIN Sunan Kalijaga tahun 2016. Menulis buku-buku keislaman, terjemah, artikel tentang pesantren dan Islam, serta Cerpen.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Literasi sebagai Fondasi Kemajuan Bangsa Perspektif Alquran

Literasi sebagai Fondasi Kemajuan Bangsa Perspektif Alquran

0
Dapat kita saksikan di berbagai negara, khususnya Indonesia, pembangunan infrastruktur seringkali diposisikan sebagai prioritas utama. Sementara pembangunan kualitas Sumber Daya Manusia seringkali acuh tak...