BerandaTafsir TematikTafsir AhkamTafsir Ahkam: Kewajiban Salat Lima Waktu dalam Peristiwa Isra Mikraj

Tafsir Ahkam: Kewajiban Salat Lima Waktu dalam Peristiwa Isra Mikraj

Ada yang menyebut peristiwa Isra Mikraj Nabi Muhammad Saw. dengan anniversary salat. Hal ini karena diketahui bahwa kewajiban salat lima waktu terjadi setelah Isra Mikrajnya Nabi. Salat menjadi kado spesial atau oleh-oleh Nabi Muhammad Saw dari Allah Swt.

Salah satu peristiwa yang agung, fenomenal dan di luar nalar akal manusia, ialah peristiwa Isra Mikraj Nabi muhammad Saw. Ia melakukan perjalanan suci di –sedikit- malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa hingga menembus tujuh lapisan langit, sampai sidratul muntaha, dikumpulkan dengan Nabi-Nabi terdahulu, diperlihatkan hal-hal yang menakjubkan dari tanda-tanda kebesaran Allah dan bermunajat dengan Allah, hingga mendapat perintah salat lima waktu.

Peristiwa ini masyhur terjadi satu tahun sebelum hijrah tepatnya malam senin tanggal 27 bulan Rajab. Peristiwa ini diabadikan Al-Quran surah Al-Isra ayat 1.

سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا الَّذِيْ بٰرَكْنَا حَوْلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنْ اٰيٰتِنَاۗ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ

“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (QS. Al isra: 1)

Baca Juga: Peristiwa Isra Mikraj Nabi Muhammad Saw Menurut Ulama Tafsir

Sejarah kewajiban salat lima waktu

Dalam peristiwa Isra Mikraj Rasulullah Saw. mendapat perintah dari Allah untuk melaksanakan salat sebanyak 50 waktu. Perintah tersebut kemudian diceritakan Rasulullah Saw.  kepada Nabi Musa di langit ke enam seusai menghadap Allah SWT. “Kembalilah kepada Allah, lalu memintalah keringanan dari-Nya karena sesungguhnya umatmu tidak akan kuat melaksanakannya; aku telah mencoba Bani Israil dan telah menguji mereka”. Pinta dan pertimbangan dari Nabi Musa As.

Rasulullah Saw. kembali menemui Allah dan meminta “Wahai Rabbku, ringankanlah untuk umatku” Maka Allah meringankan lima waktu kepadaku. Lalu Rasulullah Saw. kembali menemui Nabi Musa As. Nabi Musa bertanya, “Apa yang telah kamu lakukan?” Nabi menjawab “Allah telah meringankan lima waktu kepadaku.” ”Sesungguhnya umatmu tidak akan kuat melakukan hal tersebut, maka kembalilah lagi kepada Rabbmu dan mintalah keringanan buat umatmu kepada-Nya” pinta Nabi Musa untuk kedua kalinya.

Rasulullah Saw. masih tetap mondar-mandir antara Allah dan Nabi Musa, dan Allah meringankan kepada Muhammad lima waktu demi lima waktu. Hingga akhirnya Allah berfirman, “Hai Muhammad, salat lima waktu itu untuk tiap sehari semalam; pada setiap salat berpahala sepuluh salat, maka itulah lima puluh kali salat.”

Mendengar hal itu, Nabi Musa As. masih meminta Rasulullah Saw. untuk kembali kepada Allah dan meminta untuk diringankan kembali. Rasulullah menjawab “Aku telah mondar-mandir kepada Rabbku hingga aku malu terhadap-Nya.” Demikian yang diceritakan oleh Mufasir Jalaluddin Al Mahalli dalam kitabnya, Tafsir Jalalain beliau menukil hadis yang diiriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.

Menjadi jelas bahwa salah satu kado spesial Isra Mikraj adalah kewajiban salat lima waktu yang semula 50 waktu kemudian dikurangi hingga menjadi lima waktu, pun demikian pahalanya tetap 50 waktu salat sebagaimana disebutkan dalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, An-Nasa’i dan At-Tirmidzi sebagai berikut,

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ فُرِضَتْ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِهِ الصَّلَوَاتُ خَمْسِينَ ثُمَّ نُقِصَتْ حَتَّى جُعِلَتْ خَمْسًا ثُمَّ نُودِيَ يَا مُحَمَّدُ إِنَّهُ لَا يُبَدَّلُ الْقَوْلُ لَدَيَّ وَإِنَّ لَكَ بِهَذِهِ الْخَمْسِ خَمْسِينَ

“Dari Anas bin Malik ia berkata; Di malam isra` Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam diberi kewajiban untuk melaksanakan shalat sebanyak lima puluh kali. Kemudian bilangan tersebut dikurangi hingga menjadi lima kali, beliau lalu diseru, “Wahai Muhammad, sesungguhnya ketentuan yang ada di sisi-Ku tidak bisa dirubah, maka engkau akan mendapatkan pahala lima puluh (waktu shalat) dengan lima (waktu shalat) ini.”

Baca Juga: Sisi lain dari Isra Mikraj Nabi Muhammad Saw, Tafsir Alternatif Surah Al-Isra ayat 1

Beberapa riwayat di balik perintah kewajiban salat lima waktu

Salat lima waktu yang di fardukan pada malam Mikraj mempunyai hikmah/filosofi tersendiri. Keduanya mempunyai persesuaian yang erat. Pertama, sebelum melalukan mikraj Nabi dibersihkan dhohir batinnya terlebih dahulu, seperti itu juga salat, harus dikerjakan setelah bersuci. Kedua, saat Mikraj Nabi bermunajat kepada Allah, seperti itu juga salat seorang, ketika salat artinya ia sedang bermunajat.

Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fathul Barinya menjelaskan,

وَالْحِكْمَةُ فِي وُقُوعِ فَرْضِ الصَّلَاةِ لَيْلَةَ الْمِعْرَاجِ أَنَّهُ لَمَّا قُدِّسَ ظَاهِرًا وَبَاطِنًا حِينَ غُسِلَ بِمَاءِ زَمْزَمَ بِالْإِيمَانِ وَالْحِكْمَةِ وَمِنْ شَأْنِ الصَّلَاةِ أَنْ يَتَقَدَّمَهَا الطَّهُورُ نَاسَبَ ذَلِكَ أَنْ تُفْرَضَ الصَّلَاةُ فِي تِلْكَ الْحَالَةِ وَلِيَظْهَرَ شَرَفُهُ فِي الْمَلَأِ الْأَعْلَى وَيُصَلِّي بِمَنْ سَكَنَهُ مِنَ الْأَنْبِيَاءِ وَبِالْمَلَائِكَةِ وَلِيُنَاجِيَ رَبَّهُ وَمِنْ ثَمَّ كَانَ الْمُصَلِّي يُنَاجِي رَبَّهُ جَلَّ وَعَلَا

“Hikmah difardukanya salat pada malam Mikraj, sesungguhnya Nabi manakal di sucikan dhohir dan batinnya dengan dibasuh air zam-zam dengan keimanan dan hikmah sebagaimana sebelum salat terlebih dahulu bersuci, antara keduanya mempunyai persesuaian dengan di fardukanya salat diwaktu itu. Di nampakannya kemulian Nabi di langit (mala’ al-a’la); Nabi mengerjakan salat dengan penghuninya, yakni para Nabi dan Malaikat supaya Nabi bermujat dengan tuhannya seperti itu juga orang yang melaksanakan solat, ia juga sedang bermunajat dengan tuhannya”.

Seorang Mufasir kontemporer, Muhammad Amin al-Harari dalam tafsirnya Hadzaiqu Ruh Wa Raihan menjelaskan perintah kewajiban salat lima waktu pada malam Mikraj karena Mikraj merupakan waktu paling utama, kedaaan paling mulia, dan paling agungnya munajat, yakni sampainya seorang hamba pada Tuhannya dan berdekatan denganNya. Dengan begitu salat menjadi ibadah yang paling utama setelah iman.

Baca Juga: Menguak Sisi Sains Skenario Perjalanan Isra Mikraj dalam Al-Quran

Dijelaskan pula bahwa difardukanya salat lima waktu ialah karena saat diperjalankan oleh Allah, ketika itu Nabi menyaksikan kerajaan langit (malakut al-samawat); beberapa rahasianya dan ibadah para Malaikat. Sebagian malaikat ada yang beribadah dengan terus berdiri, rukuk, sujud, memuji Allah, bertasbih bertakbir dan lain sebagianya. Kejadian ini menjadikan Nabi semakin berkeinginan kuat untuk menyerupai ibadah malaikat tersebut.

Nabi lantas meminta ibadah yang sama untuk dikerjakan umatnya, lalu Allah mengumpulkan bentuk-bentuk ibadah malaikat tersebut untuk Nabi Muhammad yang kemudian diberi nama salat. Allah memberi pahala orang yang mengerjakan salat lima waktu seperti pahala ibadah penghuni langit.

Riwayat lain tentang perintah kewajiban salat lima waktu dalam sehari semalam juga berkaitan dengan syariat para Nabi terdahulu. Pada umat-umat terdahulu, salat dikerjakan secara terpisah, kemudian Allah mengumpulkannya untuk Nabi Muhammad Saw. dan umatnya. Hal tersebut karena Nabi Muhammad tempat berkumpulnya keutamaan-keutamaan, baik dunia maupun akhirat, umatnya pun demikian.

Ada yang mengatakan bahwa yang pertama kali orang yang melaksanakan salat fajar adalah Nabi Adam As, salat duhur itu Nabi Ibrahim As, salat Ashar adalah Nabi Yunus As, salat Magrib dilakukan oleh Nabi Isa As dan salat Isya’ dilakukan oleh Nabi Musa As. Ada juga yang mengatakan bahwa Nabi Adam melaksanakan salat lima waktu kemudian dilakukan terpisah setelahnya. Demikian yang dijelaskan oleh Muhammad Amin al-Harari dalam tafsirnya Hadzaiqu Ruh Wa Raihan jus 1, halaman 117. Wallahu a’lam bissowab.

Muhamad Hanif Rahman
Muhamad Hanif Rahman
Pengajar di Ponpes Al-Iman Bulus Gebang Purworejo
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Metodologi Fatwa: Antara Kelenturan dan Ketegasan

Metodologi Fatwa: Antara Kelenturan dan Ketegasan

0
Manusia hidup dan berkembang seiring perubahan zaman. Berbagai aspek kehidupan manusia yang meliputi bidang teknologi, sosial, ekonomi, dan budaya terus berubah seiring berjalannya waktu....