Istilah Dua Kulah atau Qullatain memiliki kaitan erat dengan dibangunnya kolam air untuk mandi dan wudhu di Indonesia berukuran besar. Dalam menentukan apakah air yang terkena najis menjadi najis atau tidak, Mazhab Syafi’i mengenalkan istilah Dua Kulah. Air yang mencapai ukuran Qullatain tidak akan menjadi najis bila terkena najis, selama sifat-sifat air tersebut tidak mengalami perubahan. Hal ini kemudian mendorong para penganut Mazhab Syafi’i di tanah air, membangun kolam air yang cukup besar sebagai tempat wudhu di rumah dan masjid-masjid mereka.
Lalu apa dasar penentuan ukuran Qullatain dalam Mazhab Syafi’i? Berapakah ukuran pasti Dua Kulah bila dikonversi dalam satuan ukuran di Indonesia? Tulisan ini akan mengulas sekitar jawaban dari pertanyaan tersebut. Simak penjelasan para pakar tafsir dan fikih berikut ini:
Mazhab Syafi’i dan Ukuran Dua Kulah
Imam Ar-Razi tatkala menyinggung firman Allah Surat Al-Maidah ayat 6 menyatakan, bahwa Mazhab Syafi’i meyakini bahwa tatkala air mencapai ukuran Dua Kulah, maka tatkala ia terkena najis maka tidak menjadi najis selama tidak berubah sifat-sifatnya. Munculnya istilah qullatain ini ditentang ulama’ lain diantaranya Mazhab Malik. Hal ini dilatar belakangi salah satunya ketidak jelasan sebenarnya ukuran pasti Dua Kulah itu seberapa (Tafsir Mafatihul Ghaib/5/496).
Baca Juga: Tafsir Ahkam: Kontroversi Hukum Air Musta’mal
Imam Al-Qurthubi juga menyinggung Mazhab Syafi’i tersebut. Ia mengkritik bahwa dasar hadis yang dipakai oleh mazhab tersebut bermasalah. Matan serta sanadnya berbeda-beda dalam beberapa riwayat. Imam Al-Qurthubi juga mengutip pernyataan bahwa Imam Ad-Daruqutni yang alim saja tidak mampu mensahihkan hadis tersebut. Selain itu, Abu Umar ibn Abdil Bar menilai dalam permasalahan ini, Mazhab Syafi’i adalah mazhab yang lemah dan tidak berdasar (Tafsir Al-Jami’ Li Ahkamil Qur’an/13/42).
Imam An-Nawawi, seorang pakar perbandingan mazhab serta penganut Mazhab Syafi’i menyatakan, hadis yang dipakai sebagai dasar keberadaan ukuran Dua Kulah adalah hadis yang diriwayatkan dari ‘Abdullah ibn ‘Umar dan berbunyi:
« إِذَا كَانَ الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلِ الْخَبَثَ »
Ketika air mencapai Dua Kulah, maka tidak menjadi najis sebab terkena najis (HR. Abu Dawud, Imam Syafi’I, Ahmad, At-Tirmidzi. Ibn Majah dan Al-Hakim)
Dalam riwayat lain disebutkan:
« إِذَا بَلَغَ الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يُنَجِّسْهُ شَىْءٌ »
Ketika air mencapai Dua Kulah, maka tidak sesuatupun yang membuatnya najis
Imam An-Nawawi menilai bahwa hadis di atas adalah hadis hasan. Ia juga mengutip pernyataan Al-Hakim bahwa hadis tersebut adalah hadis sahih berdasar kreteria Imam Bukhari dan Muslim. Imam Al-Baihaqi juga berkomentar bahwa sanad hadis tersebut adalah sanad yang sahih (Al-Majmu’/1/112).
Imam Mawardi menjelaskan bahwa hadis di atas adalah hadis sahih. Selain itu, ulama’ telah sepakat bahwa air menjadi najis tatkala terkena najis serta berubah sifat-sifatnya. Perbedaan pendapat muncul terkait standar kenajisan suatu air. Mazhab Syafi’i termasuk yang meyakini bahwa najisnya sebuah air tidak melulu diukur dari perubahan sifat-sifatnya, melainkan juga dari banyak dan sedikitnya air. Yakni kurang dari Dua Kulah dinilai sedikit, sedang mencapai Dua Kulah dinilai banyak (Al-Hawi Al-Kabir/1/635).
Baca Juga: Tafsir Ahkam: Ini Perbedaan Wudhu dan Tayamum yang Wajib Diketahui
Dari berbagai uraian di atas dapat disimpulkan, ukuran qullatain bukanlah ukuran yang disepakati ulama’. Masing-masing mengklaim pendapatnya yang benar. Dan dasar yang dipakai oleh Mazhab Syafi’i, berdasar keterangan beberapa ahli hadis, tidaklah benar sepenuhnya lemah. Lalu sebenarnya berapa Dua Kulah itu? Ulama’ juga berbeda pendapat mengenai ukuran pastinya. Beberapa menyatakan bahwa Dua Kulah adalah sekitar 270 liter (Al-Fiqhul Islami/1/273). Wallahu a’lam bish showab.